Ekonomi China Tumbuh Pada Level Paling Lambat sejak Era 90-an

Jum'at, 18 Oktober 2019 - 19:09 WIB
Ekonomi China Tumbuh...
Ekonomi China Tumbuh Pada Level Paling Lambat sejak Era 90-an
A A A
BEIJING - Perekonomian China pada kuartal III tahun 2019 tumbuh pada kecepatan yang lebih lamban dari perkiraan sebelumnya di tengah perjuangan menghentikan perang dagang versus Amerika Serikat, ditambah mengatasi penurunan permintaan domestik. Dalam tiga bulan dari Juli hingga September, ekonomi China tumbuh 6% secara tahunan berdasarkan angka resmi.

Dilansir BBC, hasil akhir tersebut lebih rendah dari ramalan sebelumnya dimana ekonomi China diprediksi tumbuh 6,1%. Laju pertumbuhan ini paling lambat dalam hampir tiga dekade atau sejak era 1990-an. Perlambatan terjadi di tengah tekanan produksi industri akibat perang dagang dan pelemahan permintaan domestik. Upaya pemerintah untuk menopang perekonomian belum berjalan, termasuk kebijakan pemotongan pajak.

Angka terbaru menandai hilangnya momentum bagi ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut, dimana angka pertumbuhan kuartal ketiga ini juga berada di batas bawah target pemerintah setahun penuh antara 6%-6,5%. Kekuatan ekonomi China menjadi perhatian serius para mitra dagang, investor hingga pelaku pasar karena perlambatan pertumbuhan dapat konsekuensi yang menjangkau lebih luas terhadap ekonomi global.

Chian telah menjadi mesin kunci pertumbuhan dunia dalam beberapa dekade terakhir. Permintaan yang sehat untuk berbagai produk, mulai dari komoditas hingga mesin, telah mendukung pertumbuhan di seluruh dunia. Beberapa analis khawatir bahwa perlambatan tajam di China bisa berdampak sangat menyakitkan bagi perekonomian dunia yang memang juga sedang melambat dan meningkatkan risiko munculnya resesi.

Ekonom senior dari Capital Economics Julian Evans-Pritchard mengatakan, tekanan pada ekonomi China bakal menjadi perhatian utama dalam beberapa bulan mendatang. Hal ini kemungkinan meningkatkan harapan bahwa pemerintah China perlu mengeluarkan lebih banyak stimulus untuk menangkal perlambatan yang lebih tajam. "Tetapi butuh waktu untuk memperbaiki pertumbuhan ekonomi," ungkapnya.

Tantangan Apa yang Dihadapi China?

China seperti diketahui telah memerangi perang dagang dengan AS selama setahun terakhir, yang menciptakan ketidakpastian bagi bisnis dan konsumen. Pada saat yang sama, Negeri Tirai Bambu -julukan China- menghadapi tantangan domestik termasuk wabah demam babi yang telah memicu inflasi dan tekanan terhadap pengeluaran konsumen.

Sementara itu pekan ini, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) telah memangkas perkiraan pertumbuhan China di 2019 menjadi 6,1% dari sebelumnya 6,2% karena konflik perdagangan berkepanjangan serta perlambatan permintaan domestik. Tapi muncul sinyal kemajuan dalam menyelesaikan perang perdagangan, dimana AS dan China mencapai "kesepakatan fase awal" bulan ini usai melakukan pertemuan tingkat tinggi selama dua hari di Washington.

Namun, sebagian besar analis mengatakan potensi stimulus agresif akan terbatas. Pasalnya, ekonomi China sudah dibebani oleh utang besar dari pelonggaran sebelumnya. Sehingga ekonomi China diramalkan belum banyak berubah dalam jangka pendek.

Di sisi lain angin segar juga muncul, saat output industri China tumbuh 5,8% pada September. Data dari Biro Statistik Nasional menunjukkan angka ini lebih baik dari perkiraan sebesar 5% dan lebih cepat dari kenaikan pada Agustus dan Juli yang ada di bawah 5%. Kenaikan ini sejalan dengan tanda-tanda kenaikan pesanan domestik di musim panas meski permintaan pada umumnya masih rendah.

Penjualan ritel bulan September naik 7,8% secara tahunan. Angka ini sejalan dengan ekspektasi dan lebih tinggi daripada penjualan di bulan Agustus yang tumbuh 7,5%. Investasi aset tetap tumbuh 5,4% dari Januari-September. Investasi ini sesuai dengan prediksi, tetapi melambat dari laju 5,5% dalam delapan bulan pertama. Investasi aset tetap sektor swasta, menyumbang 60% dari total investasi negara, tumbuh 4,7% pada Januari-September, dibandingkan dengan 4,9% pada Januari-Agustus.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0754 seconds (0.1#10.140)