Ketidakpastian Perang Dagang Penuhi Pasar, IHSG Diprediksi Terkoreksi

Senin, 21 Oktober 2019 - 07:37 WIB
Ketidakpastian Perang...
Ketidakpastian Perang Dagang Penuhi Pasar, IHSG Diprediksi Terkoreksi
A A A
JAKARTA - Pasar saham diprediksi masih akan mencermati kesepakatan perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Pekan lalu, pasar naik turun terkait kesepakatan perang dagang. Dimana tengah pekan, pasar sempat optimis setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan fase pertama perjanjian perdagangan akan disusun dalam tiga pekan kedepan.

Terkait rencana ini, AS akan menunda kenaikan tarif impor terhadap produk China, yang semula akan dimulai pekan depan. Sebagai ganti, China berencana membeli antara USD40 miliar dan USD50 miliar produk pertanian AS.

Namun, seperti yang sudah-sudah, pembicaraan dagang AS-China selalu alot dan berubah-ubah. Pasalnya, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan kenaikan tarif terhadap produk China bisa dilakukan Desember, bila kesepakatan tidak tercapai.

"Pasar menjadi khawatir karena Steven Mnuchin mengatakan kenaikan tarif Desember terhadap produk China akan dilakukan jika kesepakatan tidak tercapai. Pejabat AS dan China mengatakan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan sebelum kesepakatan dapat dicapai," ujar Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee.

Sementara, China masih menginginkan adanya putaran pembicaraan selanjutnya, sebelum Presiden Xi Jinping meneken fase pertama kesepakatan. China ingin AS membatalkan kenaikan tarif yang direncanakan untuk Desember.

Selain masalah perang dagang, ketidakpastian global juga datang dari data ekonomi AS yang kurang menggembirakan. Data konstruksi rumah baru di AS turun 9% di bulan September dari bulan sebelumnya. Produksi industri turun 0,4% di bulan September, penurunan satu bulan terbesar sejak April. Penggunaan kapasitas industri merosot ke 77,5 pada September dari 77,9 di Agustus.

Data penjualan ritel juga mengalami penurunan untuk pertama kali dalam 7 bulan terakhir. Penjualan eceran selama periode September mengalami penurunan menjadi (-0,3%) lebih rendah dari yang diasumsikan ekonom sebelumnya sebesar +0,3%.

"Menjelang pertemuan FOMC bulan Oktober ini beberapa data AS mengalami perlambatan membuat probabilitas Fed melakukan pelonggaran kebijakan moneter semakin besar. Fed berpeluang menurunkan tingkat suku bunganya. Ini menjadi sentimen positif di pasar," jelas Hans.

Sementara, musim laporan keuangan perusahaan kuartal ketiga AS dimulai dengan awal yang baik. Sebanyak 83% perusahaan di dalam indeks S&P 500 yang telah melaporkan berhasil melampaui ekspektasi analis. IMF mengatakan bahwa pasar saham AS dinilai terlalu tinggi karena kepercayaan pada penyelamatan Federal Reserve.

Hal ini tercermin dari probabilitas pemotongan suku bunga Oktober oleh Fed yang naik menjadi 90,9% setelah data penjualan ritel dirilis. Rapat di jadwalkan 31 Oktober 2019 dengan harapan Fed menurunkan bunga ke 1,50 sampai 1,75%.

"Masalah Brexit masih akan menjadi perhatian pasar. Karena anggota parlemen Inggris meragukan rancangan kesepakatan Brexit yang disepakati Inggris dan Uni Eropa. Gonjang ganjing Brexit masih akan mewarnai pasar".

Hal lain adalah data ekonomi China yang keluar pekan lalu juga tidak terlalu baik. GDP China hanya tumbuh 6,0% (YoY), lebih rendah dari perkiraan sebesar 6,1%. China diperkirakan akan segera mempercepat stimulus dalam 1-2 kuartal ke depan jika ingin memenuhi target pertumbuhan ekonomi antara 5,5% dan 6% pada tahun selanjutnya. Perang dagang China dan AS telah membebani perekonomiannya.

Diketahui pertumbuhan ekonomi China di kuartal terakhir sebesar 6,2% merupakan yang terendah dalam 27 tahun terakhir. Stimulus dari China akan menjadi berita yang positif bagi pasar.

"Jadi banyak hal yang bisa mempengaruhi pasar saham Indonesia dalam beberapa pekan kedepan. Terutama soal ketidakpastian perang dagang," terang Hans kepada SINDOnews, Senin (21/10/2019).

Dan dari dalam negeri, terdapat jadwal Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia, yang akan digelar Rabu-Kamis, 23-24 Oktober. Melihat rapat Fed masih akan diadakan di akhir Oktober, diperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga.

Dengan sentimen dari luar dan dalam negeri, Hans memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama sepekan kedepan akan terkoreksi.

"IHSG dalam sepekan kedepan berpeluang konsolidasi melemah dengan support di level 6.143 sampai 6.099 dan resistance di level 6.201 sampai 6.318," ujar Hans Kwee.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0017 seconds (0.1#10.140)