Berdampak ke Penerimaan Negara, Celah Cukai Rokok Harus Ditutup
A
A
A
JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia (RI) meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menutup celah kebijakan cukai rokok yang berpotensi merugikan negara. Seperti diketahui pemerintah tengah berencana menaikkan cukai rokok sebesar 23% dan Harga Jual Eceran (HJE) sebesar 35%.
“Aturan yang bisa menimbulkan celah kecurangan perlu segera ditutup apalagi dampaknya ke penerimaan negara,” tegas anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih dalam keterangannya di Jakarta, Senin (21/10).
Sambung Ahmad menjelaskan, Kementerian Keuangan sebagai penyelenggara negara perlu serius melihat adanya gejala pemanfaatan celah yang dilakukan oleh pabrikan rokok besar asing. Misalnya jika terbukti adanya penghindaran pajak ( tax avoidance) maka Kementerian Keuangan harus segera melakukan pemeriksaan.
“Kalau kemudian dari Kementerian Keuangan lambat, ya masyarakat boleh melapor ke ombudsman," jelas Ahmad.
Sebelumnya, riset dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebutkan bahwa ada potensi hilangnya pendapatan negara dari celah yang bisa dimanfaatkan oleh pabrikan rokok besar asing, dengan cara membayar tarif cukai terendah.
Hasil penelitian Abdillah Ahsan, peneliti Lembaga Demografi Universitas Indonesia (UI) juga mengungkapkan, siasat yang digunakan yakni dengan membatasi volume produksi jenis rokok tertentu agar tetap di bawah golongan I, yakni 3 miliar batang per tahun. Dengan cara itu, mereka akan terhindar dari kewajiban membayar cukai tertinggi.
Celah ini memberikan ruang bagi perusahan besar asing untuk membayar cukai rokok mesin golongan 2 atau golongan tarif cukai murah, padahal memiliki omset triliunan rupiah dan penjualan miliaran batang rokok per tahun. Untuk itu, mereka mendorong Pemerintah menggabungan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi 3 miliar batang per tahun seperti yang pernah dimuat pada PMK 146/2017.
Ombudsman, kata Ahmad akan mempertimbangkan temuan-temuan di lapangan sesuai dengan kebijakan Ombudsman dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan peraturan hukum di Indonesia. “Ombudsman cukup concern dan akan melakukan pencermatan dan menindaklanjuti hal ini ke depan,” tutur Ahmad.
“Aturan yang bisa menimbulkan celah kecurangan perlu segera ditutup apalagi dampaknya ke penerimaan negara,” tegas anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih dalam keterangannya di Jakarta, Senin (21/10).
Sambung Ahmad menjelaskan, Kementerian Keuangan sebagai penyelenggara negara perlu serius melihat adanya gejala pemanfaatan celah yang dilakukan oleh pabrikan rokok besar asing. Misalnya jika terbukti adanya penghindaran pajak ( tax avoidance) maka Kementerian Keuangan harus segera melakukan pemeriksaan.
“Kalau kemudian dari Kementerian Keuangan lambat, ya masyarakat boleh melapor ke ombudsman," jelas Ahmad.
Sebelumnya, riset dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebutkan bahwa ada potensi hilangnya pendapatan negara dari celah yang bisa dimanfaatkan oleh pabrikan rokok besar asing, dengan cara membayar tarif cukai terendah.
Hasil penelitian Abdillah Ahsan, peneliti Lembaga Demografi Universitas Indonesia (UI) juga mengungkapkan, siasat yang digunakan yakni dengan membatasi volume produksi jenis rokok tertentu agar tetap di bawah golongan I, yakni 3 miliar batang per tahun. Dengan cara itu, mereka akan terhindar dari kewajiban membayar cukai tertinggi.
Celah ini memberikan ruang bagi perusahan besar asing untuk membayar cukai rokok mesin golongan 2 atau golongan tarif cukai murah, padahal memiliki omset triliunan rupiah dan penjualan miliaran batang rokok per tahun. Untuk itu, mereka mendorong Pemerintah menggabungan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi 3 miliar batang per tahun seperti yang pernah dimuat pada PMK 146/2017.
Ombudsman, kata Ahmad akan mempertimbangkan temuan-temuan di lapangan sesuai dengan kebijakan Ombudsman dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan peraturan hukum di Indonesia. “Ombudsman cukup concern dan akan melakukan pencermatan dan menindaklanjuti hal ini ke depan,” tutur Ahmad.
(akr)