Cara Menjadikan Indonesia Sebagai Surga Investasi
A
A
A
JAKARTA - Kabinet baru Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menghadapi tantangan kondisi perekonomian global yang melamban dan tidak stabil akibat perang dagang yang masih berlangsung antara Amerika Serikat (AS) dan China. Terkait hal itu, Chief Economist Tanamduit Ferry Latuhihin sarankan, pemerintah harus fokus mengundang investasi asing langsung (FDI) sebagai substitusi impor.
"Kondisi defisit APBN dan trade, serta negara kita yang tidak memiliki savings, mengharuskan kita bergantung pada FDI. Ketika kita membeli lebih banyak dari apa yang kita jual atau defisit, tentunya kita perlu uang 'orang lain' untuk masuk," ujar Ferry di Jakarta, Senin (28/10/2019).
Menurutnya mengejar ekspor terkesan terlalu memaksa di situasi ekonomi global yang melamban ini. "Bagaimana kita mau mengekspor kalau pembelinya tidak ada? Ini belum waktunya mengejar ekspor, tetapi justru kita harus substitusi impor dengan FDI," sambung Ferry.
Lebih lanjut terang dia, sudah seharusnya pemerintah melakukan deregulasi, karena terlalu banyak Peraturan Menteri (Permen) dan Peraturan Daerah (Perda) yang mempersulit investasi masuk. Tambahnya, pemerintah harus memberikan lower entry barrier kepada para investor.
"Kita juga perlu melakukan debirokratisasi, karena birokrasi kita sudah kelewatan, dengan UU otonomi daerah, kesannya jadi banyak negara dalam negara sehingga menjadi ribet," paparnya.
Ferry memprediksi, bahwa di tahun 2040, Asia akan menghasilkan lebih dari 50% GDP dunia dan konsumsinya juga mendekati 40% dari total konsumsi global. Riset terbaru dari McKinsey Global Institute menunjukkan bahwa pusat gravitasi global mulai bergeser ke arah Asia. Saat ini, kawasan Asia memiliki pangsa perdagangan global, jumlah modal, populasi, pengetahuan, transportasi, budaya, dan sumber daya yang terus meningkat.
"Kondisi defisit APBN dan trade, serta negara kita yang tidak memiliki savings, mengharuskan kita bergantung pada FDI. Ketika kita membeli lebih banyak dari apa yang kita jual atau defisit, tentunya kita perlu uang 'orang lain' untuk masuk," ujar Ferry di Jakarta, Senin (28/10/2019).
Menurutnya mengejar ekspor terkesan terlalu memaksa di situasi ekonomi global yang melamban ini. "Bagaimana kita mau mengekspor kalau pembelinya tidak ada? Ini belum waktunya mengejar ekspor, tetapi justru kita harus substitusi impor dengan FDI," sambung Ferry.
Lebih lanjut terang dia, sudah seharusnya pemerintah melakukan deregulasi, karena terlalu banyak Peraturan Menteri (Permen) dan Peraturan Daerah (Perda) yang mempersulit investasi masuk. Tambahnya, pemerintah harus memberikan lower entry barrier kepada para investor.
"Kita juga perlu melakukan debirokratisasi, karena birokrasi kita sudah kelewatan, dengan UU otonomi daerah, kesannya jadi banyak negara dalam negara sehingga menjadi ribet," paparnya.
Ferry memprediksi, bahwa di tahun 2040, Asia akan menghasilkan lebih dari 50% GDP dunia dan konsumsinya juga mendekati 40% dari total konsumsi global. Riset terbaru dari McKinsey Global Institute menunjukkan bahwa pusat gravitasi global mulai bergeser ke arah Asia. Saat ini, kawasan Asia memiliki pangsa perdagangan global, jumlah modal, populasi, pengetahuan, transportasi, budaya, dan sumber daya yang terus meningkat.
(akr)