PJB Terus Dorong Pengembangan Energi Baru Terbarukan
A
A
A
SURABAYA - PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) terus mendorong pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia. Direktur Utama PJB Iwan Agung Firstantara mengatakan, PJB telah melakukan inisiasi dengan melakukan uji coba co-firing di PLTU Paiton, yaitu menggantikan sebagian batu bara dengan wood palet. Saat ini telah dilakukan uji coba secara bertahap penggunaannya hingga 3% dari target 5%.
"Energi yang ramah lingkungan merupakan suatu keniscayaan mengingat semakin menguatnya perubahan iklim," ujarnya pada PJB Connect 2019 di Surabaya, Selasa (29/10/2019).
Iwan melanjutkan, PJB juga sudah menyiapkan kajian dan uji coba untuk PLTU tipe CFB di Sumatera 510 MW yang diyakini bisa melakukan co-foring hingga 30% dengan menggunakan cangkang kelapa sawit atau biomass lainnya. "Sehingga untuk menambah energi baru terbarukan, kita tidak mengubah pembangkit yang sudah ada dengan yang baru," imbuhnya.
Iwan menuturkan, dalam upaya menyiapkan energi masa depan yang ramah lingkungan, PJB telah memproduksi sekitar 1.250 MW listrik berbasis EBT dari total 14.000 MV listrik yang dikelola oleh PJB. Ke depan, pengembangan EBT terus ditingkatkan, salah satunya PLTA Batang Toru dengan kapasitas 510 MW dan pengembangan PLTS Terapung di Waduk Cirata.
"Untuk memaksimalkan curah hujan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, kami memanfaatkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sehingga diharapkan bisa meningkatkan produksi listrik di PLTA Cirata," jelasnya.
Pada kesempatan tersebut, PJB menyelenggarakan PJB CONNECT 2019 sebagai salah satu kontribusi PJB bagi ketenagalistrikan di Indonesia dalam menghadapi tantangan energi masa depan. Iwan berharap agar PJB CONNECT dapat menjadi penghubung antara berbagai stakeholder dalam dunia kelistrikan.
"PJB Connect 2019 mendorong dekarbonasi, digitalisasi, dan desentralisasi (3D) menuju dunia energi baru, yang bergerak lebih cepat dibandingkan yang diperkirakan," ungkapnya.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, keberadaan EBT menjadi suatu keharusan sebab batu bara yang selama ini menjadi sumber utama energi akan habis.
Apabila tidak ditangani bersama maka akan menjadi krisis karena ketersediaan berkurang, sementara permintaan terus meningkat. Untuk itu, transisi perlu segera dipercepat.
"Untuk energi, masih ditopang energi fosil terutama batubara. Batubara akan habis sehingga energi baru terbarukan bukan hanya menjadi opsi tetapi menjadi keharusan," ujarnya.
Menurut Rida, PLN siap memulai pengadaan proyek EBT. Dengan begitu maka akan ada aliran investasi dari luar negeri sehingga bisa memperbaiki pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Investor EBT sedang menunggu kapan mulai dilelang. Begitu dibuka pasti tinggi, karena ini EBT, berteknologi tinggi, melalui mekanisme lelang, harga yang didapat pasti kompetitif," jelasnya.
Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN (Persero) Supangkat Iwan Santoso mengapresiasi penyelenggaraan PJB Connect 2019. Diharapkan PJB lebih fokus dalam pengembangan pembangkitan end-to-end dan menjadi backbone pembangkitan yang sehat.
"Salah satu yang penting bagaimana sektor ketenagalistrikan di Indonesia semakin sehat ke depannya. Jadi bukan hanya PLN saja. Kedua, bagaimana sektor ini didukung oleh regulasi yang cukup, sesuai zamannya. Regulasinya mungkin diperlukan beberapa masukan," tuturnya.
"Energi yang ramah lingkungan merupakan suatu keniscayaan mengingat semakin menguatnya perubahan iklim," ujarnya pada PJB Connect 2019 di Surabaya, Selasa (29/10/2019).
Iwan melanjutkan, PJB juga sudah menyiapkan kajian dan uji coba untuk PLTU tipe CFB di Sumatera 510 MW yang diyakini bisa melakukan co-foring hingga 30% dengan menggunakan cangkang kelapa sawit atau biomass lainnya. "Sehingga untuk menambah energi baru terbarukan, kita tidak mengubah pembangkit yang sudah ada dengan yang baru," imbuhnya.
Iwan menuturkan, dalam upaya menyiapkan energi masa depan yang ramah lingkungan, PJB telah memproduksi sekitar 1.250 MW listrik berbasis EBT dari total 14.000 MV listrik yang dikelola oleh PJB. Ke depan, pengembangan EBT terus ditingkatkan, salah satunya PLTA Batang Toru dengan kapasitas 510 MW dan pengembangan PLTS Terapung di Waduk Cirata.
"Untuk memaksimalkan curah hujan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, kami memanfaatkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sehingga diharapkan bisa meningkatkan produksi listrik di PLTA Cirata," jelasnya.
Pada kesempatan tersebut, PJB menyelenggarakan PJB CONNECT 2019 sebagai salah satu kontribusi PJB bagi ketenagalistrikan di Indonesia dalam menghadapi tantangan energi masa depan. Iwan berharap agar PJB CONNECT dapat menjadi penghubung antara berbagai stakeholder dalam dunia kelistrikan.
"PJB Connect 2019 mendorong dekarbonasi, digitalisasi, dan desentralisasi (3D) menuju dunia energi baru, yang bergerak lebih cepat dibandingkan yang diperkirakan," ungkapnya.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, keberadaan EBT menjadi suatu keharusan sebab batu bara yang selama ini menjadi sumber utama energi akan habis.
Apabila tidak ditangani bersama maka akan menjadi krisis karena ketersediaan berkurang, sementara permintaan terus meningkat. Untuk itu, transisi perlu segera dipercepat.
"Untuk energi, masih ditopang energi fosil terutama batubara. Batubara akan habis sehingga energi baru terbarukan bukan hanya menjadi opsi tetapi menjadi keharusan," ujarnya.
Menurut Rida, PLN siap memulai pengadaan proyek EBT. Dengan begitu maka akan ada aliran investasi dari luar negeri sehingga bisa memperbaiki pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Investor EBT sedang menunggu kapan mulai dilelang. Begitu dibuka pasti tinggi, karena ini EBT, berteknologi tinggi, melalui mekanisme lelang, harga yang didapat pasti kompetitif," jelasnya.
Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN (Persero) Supangkat Iwan Santoso mengapresiasi penyelenggaraan PJB Connect 2019. Diharapkan PJB lebih fokus dalam pengembangan pembangkitan end-to-end dan menjadi backbone pembangkitan yang sehat.
"Salah satu yang penting bagaimana sektor ketenagalistrikan di Indonesia semakin sehat ke depannya. Jadi bukan hanya PLN saja. Kedua, bagaimana sektor ini didukung oleh regulasi yang cukup, sesuai zamannya. Regulasinya mungkin diperlukan beberapa masukan," tuturnya.
(ind)