Masih Lelet, Pengembangan Energi Terbarukan Harus Serius Digeber
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan, perkembangan pembangkit listrik tenaga energi terbarukan hanya 500 MW per tahun dalam empat tahun terakhir.
Menurut dia, tanpa ada upaya serius dan konsisten dari para pemangku kepentingan, kapasitas pembangkit listrik tenaga energi terbarukan hanya akan tumbuh 2.500 MW.
"Masih ada gap yang sangat besar untuk mencapai target pemerintah tahun 2025 sebesar 23%. Perlu upaya bersama secara serius dan konsisten untuk mencapai target tersebut," ujarnya dalam webinar, Selasa (15/6/2021).
Di sisi lain, akan sulit untuk melakukan investasi pada energi fosil karena adanya pembatasan yang dikeluarkan sektor keuangan. "Apalagi mulai tahun 2025 tidak ada sektor keuangan internasional yang mau membiayai proyek-proyek yang berbasis energi fosil khususnya batu bara," ungkapnya.
Menurut Surya, di Indonesia sampai saat ini belum ada upaya khusus untuk melakukan peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan. Salah satu kendala dalam energi terbarukan adalah kebijakan harga yang belum memperlihatkan kesungguhan pemerintah dalam mendukung pemanfaatan energi terbarukan.
"Tidak ada ketetapan standar harga energi terbarukan seperti harga ICP. Jadi tidak ada perbandingan harga yang sama antara energi terbarukan dan energi fosil. Harga energi terbarukan lebih banyak diatur menteri yang biasanya sangat rentan dalam perubahan," tuturnya.
Surya menuturkan, kendala lainnya adalah masalah pembiayaan yang masih terbatas. Bank nasional belum tertarik mendanai proyek energi terbarukan. "Pihak perbankan lebih sering mengatakan bahwa mekanisme yang ada di Indonesia itu tidak bankable, sehingga bank nasional banyak yang belum tertarik mendanai proyek-proyek energi terbarukan. Saya kira ini sangat terbatas," jelasnya.
Menurut dia, tanpa ada upaya serius dan konsisten dari para pemangku kepentingan, kapasitas pembangkit listrik tenaga energi terbarukan hanya akan tumbuh 2.500 MW.
"Masih ada gap yang sangat besar untuk mencapai target pemerintah tahun 2025 sebesar 23%. Perlu upaya bersama secara serius dan konsisten untuk mencapai target tersebut," ujarnya dalam webinar, Selasa (15/6/2021).
Di sisi lain, akan sulit untuk melakukan investasi pada energi fosil karena adanya pembatasan yang dikeluarkan sektor keuangan. "Apalagi mulai tahun 2025 tidak ada sektor keuangan internasional yang mau membiayai proyek-proyek yang berbasis energi fosil khususnya batu bara," ungkapnya.
Menurut Surya, di Indonesia sampai saat ini belum ada upaya khusus untuk melakukan peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan. Salah satu kendala dalam energi terbarukan adalah kebijakan harga yang belum memperlihatkan kesungguhan pemerintah dalam mendukung pemanfaatan energi terbarukan.
"Tidak ada ketetapan standar harga energi terbarukan seperti harga ICP. Jadi tidak ada perbandingan harga yang sama antara energi terbarukan dan energi fosil. Harga energi terbarukan lebih banyak diatur menteri yang biasanya sangat rentan dalam perubahan," tuturnya.
Surya menuturkan, kendala lainnya adalah masalah pembiayaan yang masih terbatas. Bank nasional belum tertarik mendanai proyek energi terbarukan. "Pihak perbankan lebih sering mengatakan bahwa mekanisme yang ada di Indonesia itu tidak bankable, sehingga bank nasional banyak yang belum tertarik mendanai proyek-proyek energi terbarukan. Saya kira ini sangat terbatas," jelasnya.
(ind)