Soal Iuran BPJS, Ekonom Sindir Banyak Peserta Kaya Jadi Parasit
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah memastikan kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai tahun depan. Langkah ini ditempuh dengan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas dan kesinambungan program jaminan kesehatan, apalagi selama ini BPJS Kesehatan menanggung defisit yang besar.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini mendukung langkah tersebut. "Menurut saya iuran naik adalah inisiatif solusi tetapi hanya satu solusi kecil. Perubahan kebijakan ini bisa dijalankan dan abaikan kritikan yang tidak berguna," ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu (30/11/2019).
Alih-alih sekadar menaikkan iuran, Didik juga menekankan perlunya perbaikan sistem dan tata kelola BPJS Kesehatan terutama dalam kepesertaan. Golongan yang tidak mampu bisa disubsidi iurannya, khususnya golongan miskin, yang sudah tercatat di dalam data BPS, penerima raskin, dengan ciri pemilikan aset yang rendah, terutama yang tidak punya motor, rumahnya berlantai tanah, jamban sederhana dan sederet kriteria miskin lainnya. "Golongan ini harus mendapat perhatian," tandasnya.
Di sisi lain, Didik menyindir golongan mampu yang sekarang ini banyak menjadi parasit BPJS. "Pejabat BPJS masih awam, tidak mengenali ada moral hazard yang sangat besar dan berat di dalam sistem BPJS. Selama ini tidak diselesaikan, maka BPJS gampang bangkrut," ucapnya.
Menurut dia, golongan yang mampu (kebanyakan sekarang menjadi parasit dan melakukan moral hazard) dengan income menengah dengan ciri punya motor, mobil, rumah bagus, perlu dinaikkan lebih besar lagi iurannya. Untuk itu, diperlukan penajaman dalam pengkategorian peserta. "Jika tidak mampu mengkategorikan seperti ini, maka BPJS selesai," cetusnya.
Didik mengkritisi bahwa rancangan kelembagaan BPJS sudah salah kaprah sejak awal, yaitu gaya politik populis naif. Oleh karenanya harus diubah, subsidi tidak boleh diberikan kepada golongan mampu. Orang kaya harus membayar tinggi masuk ke skema komersial sehingga mengurangi beban pemerintah. "Setidaknya sepertiga penduduk harus masuk komersial," ujarnya.
Kelompok tersebut adalah golongan profesional akuntan, arsitek, dokter, pegawai negeri golongan atas, guru dengan tunjangan profesi yang tinggi, pegawai swasta dengan gaji tinggi.
"Skema komersial mesti dijalankan dan golongan kaya tidak boleh masuk skema subsidi sehingga BPJS bisa bernafas. Yang disubsidi adalah golongan miskin yang masuk dalam kriteria miskin penerima raskin dan kriteria miskin yang sejenis," jelasnya.
Lebih lanjut dia menyatakan, pemerintah harus menglokasikan kepada BPJS lebih besar lagi karena program ini adalah amanat langsung dari undang-undang dasar. Menurutnya banyak pos dan ratusan jenis anggaran yang bisa dikurangi karena tidak relevan dengan kesejahteraan rakyat.
"Contohnya, kurangi dari subsidi kepada BUMN (PMN) yang menelan puluhan triliun dana negara, dari alokasi dana khusus yang tidak efisien, ditarik dari ratusan dana daerah yang dipendam di perbankan," pungkasnya.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini mendukung langkah tersebut. "Menurut saya iuran naik adalah inisiatif solusi tetapi hanya satu solusi kecil. Perubahan kebijakan ini bisa dijalankan dan abaikan kritikan yang tidak berguna," ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu (30/11/2019).
Alih-alih sekadar menaikkan iuran, Didik juga menekankan perlunya perbaikan sistem dan tata kelola BPJS Kesehatan terutama dalam kepesertaan. Golongan yang tidak mampu bisa disubsidi iurannya, khususnya golongan miskin, yang sudah tercatat di dalam data BPS, penerima raskin, dengan ciri pemilikan aset yang rendah, terutama yang tidak punya motor, rumahnya berlantai tanah, jamban sederhana dan sederet kriteria miskin lainnya. "Golongan ini harus mendapat perhatian," tandasnya.
Di sisi lain, Didik menyindir golongan mampu yang sekarang ini banyak menjadi parasit BPJS. "Pejabat BPJS masih awam, tidak mengenali ada moral hazard yang sangat besar dan berat di dalam sistem BPJS. Selama ini tidak diselesaikan, maka BPJS gampang bangkrut," ucapnya.
Menurut dia, golongan yang mampu (kebanyakan sekarang menjadi parasit dan melakukan moral hazard) dengan income menengah dengan ciri punya motor, mobil, rumah bagus, perlu dinaikkan lebih besar lagi iurannya. Untuk itu, diperlukan penajaman dalam pengkategorian peserta. "Jika tidak mampu mengkategorikan seperti ini, maka BPJS selesai," cetusnya.
Didik mengkritisi bahwa rancangan kelembagaan BPJS sudah salah kaprah sejak awal, yaitu gaya politik populis naif. Oleh karenanya harus diubah, subsidi tidak boleh diberikan kepada golongan mampu. Orang kaya harus membayar tinggi masuk ke skema komersial sehingga mengurangi beban pemerintah. "Setidaknya sepertiga penduduk harus masuk komersial," ujarnya.
Kelompok tersebut adalah golongan profesional akuntan, arsitek, dokter, pegawai negeri golongan atas, guru dengan tunjangan profesi yang tinggi, pegawai swasta dengan gaji tinggi.
"Skema komersial mesti dijalankan dan golongan kaya tidak boleh masuk skema subsidi sehingga BPJS bisa bernafas. Yang disubsidi adalah golongan miskin yang masuk dalam kriteria miskin penerima raskin dan kriteria miskin yang sejenis," jelasnya.
Lebih lanjut dia menyatakan, pemerintah harus menglokasikan kepada BPJS lebih besar lagi karena program ini adalah amanat langsung dari undang-undang dasar. Menurutnya banyak pos dan ratusan jenis anggaran yang bisa dikurangi karena tidak relevan dengan kesejahteraan rakyat.
"Contohnya, kurangi dari subsidi kepada BUMN (PMN) yang menelan puluhan triliun dana negara, dari alokasi dana khusus yang tidak efisien, ditarik dari ratusan dana daerah yang dipendam di perbankan," pungkasnya.
(ind)