Tren Coworking yang Kian Menggeser Perkantoran
A
A
A
RAMAINYA tren coworking saat ini tentu ikut mempengaruh perkembangan sewa perkantoran biasa. Lantas, bagaimana tingkat penyerapan perkantoran saat ini?
Menurut Head of Research & Consultany Savills Indonesia, Anton Sitorus menilai tingkat kekosongan perkantoran terbilang masih tinggi, yaitu sebesar 24 persen pada tahun lalu, naik dari 21,5 di tahun ini. Tingkat supply gedung perkantoran masih tinggi.
"Meski begitu tren penyerapannya sudah mulai meningkat atau rebound karena ditopang oleh permintaan untuk coworking," jelas Anton.
Penyerapan gedung perkantoran di area distrik bisnis pada tahun lalu tak sampai 100 ribu meter persegi. Namun, saat ini penyerapannya mampu melebihi 100 ribu meter persegi. Adapun pasokan gedung perkantoran masih tinggi. Namun, tingkat kekosongan gedung perkantoran yang paling tinggi terjadi pada grade A, yaitu hampir 33 persen.
Kekosongan juga terjadi pada gedung kelas premium yang mencapai 23 persen. Sementara tingkat kekosongan gedung perkantoran grade B dan C masih dibawah 20 persen. "Hal tersebut membuat harga sewa masih tertahan atau dalam tekanan. Khususnya untuk kelas premium, penurunan harganya lumayan signifikan, hampir 25 persen dari tahun ke tahun. Sementara untuk grade ABC mulai mereda," jelas Anton.
Anton pun menambahkan, penyerapan gedung perkantoran memang naik. Namun, hak tersebut ditopang permintaan perkantoran dari operator Co working space, seperti Gowork, Wework, Cohive, dan lainnya. Para operator tersebut mulai menyasar perusahaan start up hingga e-commerce. Bahkan, konsep coworking space mulai diminati oleh perusahaan konvensional.
"Perusahaan tersebut mulai nikmati coworking space karena mereka tidak perlu pusing perjanjian sewa dan lainnya karena sudah jadi tanggungan coworking space operator," tutur Anton.
Anton pun menambahkan, saat ini coworking space sudah mencapai lebih dari 270 unit. Mayoritas penggunanya adalah pekerja industri kreatif dan digital yang bisa bekerja hanya dengan komputer.
Layaknya kantor konvensional, para profesional di ruang kerja bersama juga daopat memanfaatkan sejumlah fasiloitas penunjang kerja. Umumnya, layanan coworking space juga dikembangkan di sebuah gedung perkantoran yang besar. Bedanya, fasilitas tersebut bisa dinikmati bersama dengan komunitas kerja yang ada di dalamnya.
Hal senada juga dijelaskan oleh Konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL) bahwa tingkat okupansi dari gedung-gedung perkantoran ini hanya mencapai 78 persen saja. Hal ini disebabkan karena tingginya penambahan jumlah gedung untuk wilayah bisnis distrik. Ada pun permintaan coworking space dan perusahaan berbasis teknologi sepanjang tahun lalu mencapai 33 persen dari total serapan ruang perkantoran di wilayah Jakarta.
Head of Research JLL, James Taylor, menyebutkan, sepanjang tahun ini terjadi peningkatan luas tempat yang dimanfaatkan sebagai coworking space sebesar dulu hanya 60% kini menjadi 120 ribu meter persegi. Jumlah operatornya pun meningkat, baik lokal maupun internasional menjadi 41 operator atau naik sebesar 8 persen.
Banyak manfaat yang bisa didapatkan oleh masyarakat saat menggunakan coworking space. Pertama, pekerja tidak perlu lagi memikirkan fasilitas perkantoran karena sudah tersedia, seperti pantry atau pun akses internet. Lalu, ruang kerha bersama ini memungkinkan pekerja untuk tidak perlu lagi memikirkan perawatan aset karena sudah satu paket dari yang ditawarkan oleh operator.
Menurut James, peminat coworking space akan terus tumbuh apalagi banyak profesi baru yang hanya membutuhkan komputer sebagai alat kerja. "Saat ini saja, kantor-kantor konvensional mulai mengalih fungsikan menjadi Co working spoace. Dengan kemudahan yang ditawarkan sangat memungkinkan bisnis ini akan tumbuh," jelas James.
Untuk lokasi, saat inio coworking tidah hanya tersebar di gedung-gedung perkantoran. "Saat ini 89 persen terdapat di beberapa gedung perkantoran, 5 persen di pusat perbelanjaan," ujar James.
James pun menambahkan, untuk kedepan coworking space akan menunjukkan kurva meningkat, seiring dengan perubahan pola kerja.(Aprilia S Andyna)
Menurut Head of Research & Consultany Savills Indonesia, Anton Sitorus menilai tingkat kekosongan perkantoran terbilang masih tinggi, yaitu sebesar 24 persen pada tahun lalu, naik dari 21,5 di tahun ini. Tingkat supply gedung perkantoran masih tinggi.
"Meski begitu tren penyerapannya sudah mulai meningkat atau rebound karena ditopang oleh permintaan untuk coworking," jelas Anton.
Penyerapan gedung perkantoran di area distrik bisnis pada tahun lalu tak sampai 100 ribu meter persegi. Namun, saat ini penyerapannya mampu melebihi 100 ribu meter persegi. Adapun pasokan gedung perkantoran masih tinggi. Namun, tingkat kekosongan gedung perkantoran yang paling tinggi terjadi pada grade A, yaitu hampir 33 persen.
Kekosongan juga terjadi pada gedung kelas premium yang mencapai 23 persen. Sementara tingkat kekosongan gedung perkantoran grade B dan C masih dibawah 20 persen. "Hal tersebut membuat harga sewa masih tertahan atau dalam tekanan. Khususnya untuk kelas premium, penurunan harganya lumayan signifikan, hampir 25 persen dari tahun ke tahun. Sementara untuk grade ABC mulai mereda," jelas Anton.
Anton pun menambahkan, penyerapan gedung perkantoran memang naik. Namun, hak tersebut ditopang permintaan perkantoran dari operator Co working space, seperti Gowork, Wework, Cohive, dan lainnya. Para operator tersebut mulai menyasar perusahaan start up hingga e-commerce. Bahkan, konsep coworking space mulai diminati oleh perusahaan konvensional.
"Perusahaan tersebut mulai nikmati coworking space karena mereka tidak perlu pusing perjanjian sewa dan lainnya karena sudah jadi tanggungan coworking space operator," tutur Anton.
Anton pun menambahkan, saat ini coworking space sudah mencapai lebih dari 270 unit. Mayoritas penggunanya adalah pekerja industri kreatif dan digital yang bisa bekerja hanya dengan komputer.
Layaknya kantor konvensional, para profesional di ruang kerja bersama juga daopat memanfaatkan sejumlah fasiloitas penunjang kerja. Umumnya, layanan coworking space juga dikembangkan di sebuah gedung perkantoran yang besar. Bedanya, fasilitas tersebut bisa dinikmati bersama dengan komunitas kerja yang ada di dalamnya.
Hal senada juga dijelaskan oleh Konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL) bahwa tingkat okupansi dari gedung-gedung perkantoran ini hanya mencapai 78 persen saja. Hal ini disebabkan karena tingginya penambahan jumlah gedung untuk wilayah bisnis distrik. Ada pun permintaan coworking space dan perusahaan berbasis teknologi sepanjang tahun lalu mencapai 33 persen dari total serapan ruang perkantoran di wilayah Jakarta.
Head of Research JLL, James Taylor, menyebutkan, sepanjang tahun ini terjadi peningkatan luas tempat yang dimanfaatkan sebagai coworking space sebesar dulu hanya 60% kini menjadi 120 ribu meter persegi. Jumlah operatornya pun meningkat, baik lokal maupun internasional menjadi 41 operator atau naik sebesar 8 persen.
Banyak manfaat yang bisa didapatkan oleh masyarakat saat menggunakan coworking space. Pertama, pekerja tidak perlu lagi memikirkan fasilitas perkantoran karena sudah tersedia, seperti pantry atau pun akses internet. Lalu, ruang kerha bersama ini memungkinkan pekerja untuk tidak perlu lagi memikirkan perawatan aset karena sudah satu paket dari yang ditawarkan oleh operator.
Menurut James, peminat coworking space akan terus tumbuh apalagi banyak profesi baru yang hanya membutuhkan komputer sebagai alat kerja. "Saat ini saja, kantor-kantor konvensional mulai mengalih fungsikan menjadi Co working spoace. Dengan kemudahan yang ditawarkan sangat memungkinkan bisnis ini akan tumbuh," jelas James.
Untuk lokasi, saat inio coworking tidah hanya tersebar di gedung-gedung perkantoran. "Saat ini 89 persen terdapat di beberapa gedung perkantoran, 5 persen di pusat perbelanjaan," ujar James.
James pun menambahkan, untuk kedepan coworking space akan menunjukkan kurva meningkat, seiring dengan perubahan pola kerja.(Aprilia S Andyna)
(nfl)