Marwan Jafar: Diperlukan Evaluasi Total Agar BUMN Lebih Kompetitif
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Marwan Jafar, mengungkapkan terdapat cukup banyak permasalahan ekonomi yang mendera negeri ini. Mulai dari pertumbuhan ekonomi yang masih stagnan, daya beli masyarakat yang turun, neraca perdagangan juga turun, hingga semakin banyaknya pengangguran.
Pemerintah sendiri telah berupaya serius untuk memotong regulasi yang mengganggu dan menghambat investasi. Namun, hal tersebut masih belum bisa banyak menjanjikan investasi. Marwan pun menyarankan Presiden untuk melakukan evaluasi 6 bulan atau maksimal 1 tahun terhadap kinerja menteri-menterinya terutama di bidang ekonomi.
"Saya kira tanpa mengurangi rasa hormat kepada Presiden dan tanpa bermaksud mendikte Presiden, karena itu semua adalah hak preogeratif dari Presiden, maka perlu evaluasi minimal 6 bulan, maksimal 1 tahun evaluasi kabinet, karena ini masalah serius," ujar Marwan saat di Restoran Pulau Dua, Jakarta, Selasa (19/11/2019).
"Akan terlihat nanti 6 bulan ke depan, roadmap-nya seperti apa. Kalau roadmap pasti bagus-bagus, normatif. Tapi dalam konteks implementasi dan pengetahuan lapangan penting untuk kita lihat bersama-sama, apakah mengalami peningkatan atau tidak," lanjutnya.
Marwan juga berharap adanya rekstrukturisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi lebih baik lagi. Termasuk juga mengevaluasi holding-holding BUMN yang memang tidak produktif, dan masih disubsidi terlalu banyak.
"Jadi memang dibutuhkan evaluasi secara total dalam usaha untuk membuat BUMN kita lebih kompetitif," kata mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia itu.
Terkait Kementerian BUMN yang melakukan perombakan eselon 1, Marwan tidak mempermasalahkannya, sepanjang hal itu menjadi suatu terobosan yang positif. Menurutnya, perubahan tersebut akan terlihat selama enam bulan yang akan datang.
Politikus 48 tahun itu pun mengingatkan jika banyak sekali BUMN yang menderita kerugian, dan itu membutuhkan penanganan yang serius. "Karena itu menyangkut pelayanan publik dan tentunya ini berdampak langsung kepada masyarakat, serta berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi kita," paparnya.
Di samping itu, pemerintah disarankan untuk turut melibatkan pihak swasta dalam menggarap proyeknya, karena sebelumnya hampir seluruh proyek pemerintah ditangani BUMN. Hal itu, menurut Marwan, merupakan salah satu yang menjadikan hujan tidak merata, dan sekaligus bisa mematikan peran swasta dalam konteks untuk sama-sama membangun sektor ekonomi. Agar stabilitas ekonomi bisa terjaga, swasta dan pemerintah harus bisa saling bekerjasama.
Sementara itu, mengenai desas-desus bakal masuknya Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa disapa Ahok sebagai Komisaris Utama di salah satu BUMN, Marwan pun tidak terlalu mempermasalahkannya. "Ini sudah sepenuhnya hak pemerintah sebagai pemegang saham tentunya. Kita juga tidak bisa menghalang-halangi, karena itu hak pemerintah, dan kita menghormati," ucapnya.
"Namun, yang terpenting, Ahok bisa mengubah attitude, perilaku, sikap, bisa mengubah perkataan, tutur kata yang baik, yang sopan, bisa membuat narasi positif terhadap masyarakat kita secara keseluruhan," katanya lagi.
Lebih lanjut, Marwan mengutarakan, bagaimanapun juga dia pernah menjadi narapidana dalam kasus penistaan agama, juga masih ada pelaporan-pelaporan dari BPK yang belum selesai ketika dia menjabat sebagai Gubernur DKI. "Tetapi sekali lagi bahwa itu sepenuhnya hak pemerintah sebagai pemegang saham," tegasnya.
Selain memperbaiki sikapnya, Ahok juga harus bisa menunjukkan kompetensi, kapasitas dan profesionalismenya. "Sepanjang dia profesional, sepanjang dia kompeten, dan bisa memperbaiki permasalahan, misalnya di Pertamina ya di Pertamina, dan seterusnya, itu ya enggak ada masalah. Kita kasih kesempatan dulu lah untuk bekerja," tukas Marwan.
Pemerintah sendiri telah berupaya serius untuk memotong regulasi yang mengganggu dan menghambat investasi. Namun, hal tersebut masih belum bisa banyak menjanjikan investasi. Marwan pun menyarankan Presiden untuk melakukan evaluasi 6 bulan atau maksimal 1 tahun terhadap kinerja menteri-menterinya terutama di bidang ekonomi.
"Saya kira tanpa mengurangi rasa hormat kepada Presiden dan tanpa bermaksud mendikte Presiden, karena itu semua adalah hak preogeratif dari Presiden, maka perlu evaluasi minimal 6 bulan, maksimal 1 tahun evaluasi kabinet, karena ini masalah serius," ujar Marwan saat di Restoran Pulau Dua, Jakarta, Selasa (19/11/2019).
"Akan terlihat nanti 6 bulan ke depan, roadmap-nya seperti apa. Kalau roadmap pasti bagus-bagus, normatif. Tapi dalam konteks implementasi dan pengetahuan lapangan penting untuk kita lihat bersama-sama, apakah mengalami peningkatan atau tidak," lanjutnya.
Marwan juga berharap adanya rekstrukturisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi lebih baik lagi. Termasuk juga mengevaluasi holding-holding BUMN yang memang tidak produktif, dan masih disubsidi terlalu banyak.
"Jadi memang dibutuhkan evaluasi secara total dalam usaha untuk membuat BUMN kita lebih kompetitif," kata mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia itu.
Terkait Kementerian BUMN yang melakukan perombakan eselon 1, Marwan tidak mempermasalahkannya, sepanjang hal itu menjadi suatu terobosan yang positif. Menurutnya, perubahan tersebut akan terlihat selama enam bulan yang akan datang.
Politikus 48 tahun itu pun mengingatkan jika banyak sekali BUMN yang menderita kerugian, dan itu membutuhkan penanganan yang serius. "Karena itu menyangkut pelayanan publik dan tentunya ini berdampak langsung kepada masyarakat, serta berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi kita," paparnya.
Di samping itu, pemerintah disarankan untuk turut melibatkan pihak swasta dalam menggarap proyeknya, karena sebelumnya hampir seluruh proyek pemerintah ditangani BUMN. Hal itu, menurut Marwan, merupakan salah satu yang menjadikan hujan tidak merata, dan sekaligus bisa mematikan peran swasta dalam konteks untuk sama-sama membangun sektor ekonomi. Agar stabilitas ekonomi bisa terjaga, swasta dan pemerintah harus bisa saling bekerjasama.
Sementara itu, mengenai desas-desus bakal masuknya Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa disapa Ahok sebagai Komisaris Utama di salah satu BUMN, Marwan pun tidak terlalu mempermasalahkannya. "Ini sudah sepenuhnya hak pemerintah sebagai pemegang saham tentunya. Kita juga tidak bisa menghalang-halangi, karena itu hak pemerintah, dan kita menghormati," ucapnya.
"Namun, yang terpenting, Ahok bisa mengubah attitude, perilaku, sikap, bisa mengubah perkataan, tutur kata yang baik, yang sopan, bisa membuat narasi positif terhadap masyarakat kita secara keseluruhan," katanya lagi.
Lebih lanjut, Marwan mengutarakan, bagaimanapun juga dia pernah menjadi narapidana dalam kasus penistaan agama, juga masih ada pelaporan-pelaporan dari BPK yang belum selesai ketika dia menjabat sebagai Gubernur DKI. "Tetapi sekali lagi bahwa itu sepenuhnya hak pemerintah sebagai pemegang saham," tegasnya.
Selain memperbaiki sikapnya, Ahok juga harus bisa menunjukkan kompetensi, kapasitas dan profesionalismenya. "Sepanjang dia profesional, sepanjang dia kompeten, dan bisa memperbaiki permasalahan, misalnya di Pertamina ya di Pertamina, dan seterusnya, itu ya enggak ada masalah. Kita kasih kesempatan dulu lah untuk bekerja," tukas Marwan.
(ven)