BUMN Rugi, Pengamat Ekonomi: Harus Dicari Akar Masalahnya
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih mengalami kerugian kendati sudah mendapatkan tambahan amunisi berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) sejak empat tahun lalu. Kondisi ini membuktikan masih adanya persoalan dalam mengelola BUMN sehingga perlu solusi secara menyeluruh.
Dalam rapat kerja dengan DPR di Gedung Parlemen kemarin, terungkap bahwa tujuh BUMN hingga 2018 lalu masih mengalami kerugian. Ketujuh perusahaan itu adalah PT Dok Kodja Bahari, PT Sang Hyang Seri, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, PT Pertani, Perum Bulog, dan PT Krakatau Steel.
"Beberapa BUMN (penerima PMN) yang menonjol kerugiannya adalah PT Dok Kodja Bahari, PT Sang Hyang Seri, PT PAL, PT DI, PT PERTANI, Perum Bulog, dan PT Krakatau Steel," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, kemarin. Menurut dia, penyebab kerugian ketujuh BUMN tersebut berbeda-beda.
PT Krakatau Steel misalnya, mengalami kerugian lantaran beban keuangan selama proses konstruksi anak perusahaannya. Adapun Bulog tercatat merugi akibat terdapat kelebihan pengakuan pendapatan atas penyaluran bantuan sosial beras sejahtera atau Rastra, sehingga perusahaan tersebut harus melakukan koreksi pendapatan.
Adapun PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani mengalami kerugian akibat inefisiensi dari bisnis, beban bunga, dan perubahan kebijakan pemerintah dari sisi pengadaan benih. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, masih meruginya beberapa BUMN harus dicarikan akar masalahnya.
Dia menyebut, kondisi tersebut tidak menutup kemungkinan akibat beratnya penugasan pemerintah sehingga menjadi beban perusahaan. “Concerns kita penugasan dari pemerintah perlu di evaluasi lagi. Disesuaikan dengan kondisi cash flow perusahaan,” kata Bhima.
Di sisi lain, ujar dia, ada kemungkinan terjadi masalah manajerial yakni, strategi bisnis sehingga perlu perubahan. Selain itu, perlu evaluasi terkait anak usaha apakah sesuai dengan core bisnisnya atau tidak sehingga jangan sampai membebani BUMN. “Sekarang BUMN dituntut untuk bersaing tidak hanya nasional tapi secara global. Manajemen harus lebih lincah,” kata dia.
Tetap Profesional
Di bagian lain, saat rapat kerja dengan DPR, Menteri BUMN Eric Thohir memastikan bahwa penunjukkan direksi maupun komisaris perusahaan BUMN akan mengedepankan profesionalisme. Prinsip tersebut menjadi faktor utama guna meningkatkan kinerja perusahaan.
“Profesionalisme dan transparansi menjadi strategi utama dalam menjalankan BUMN baik secara jangka pendek maupun jangka menengah. Itu merupakan pondasi dalam rangka mencapai visi-misi BUMN,” ujar Erick saat rapat perdana dengan DPR Komisi VI, di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Menurut dia selain mengedepankan profesionalisme dan transparansi harus dibarengi dengan reformasi birokrasi dengan mengurangi beban birokrasi yang panjang di Kementerian BUMN. Hal itu sesuai dengan visi misi Presiden Joko Widodo bahwa reformasi birokrasi harus berjalan.
Terkait kinerja perusahaan, Erick menyebutkan bahwa dari 142 perusahaan BUMN pihaknya mencatat keuntungan sebesar Rp142 triliun. Sayangnya dari jumlah tersebut sekitar 76%-nya berasal dari BUMN besar yang bergerak di bidang perbankan, telekomunikasi serta perminyakan dan gas (migas).
“Selebihnya tidak mampu berkontribusi justru membebani BUMN yang performanya bagus. Ini perlu diantisipasi dan dicari jalan keluarnya. Misalnya perbankan kita nggak tahu ke depan seperti apa. Apalagi dengan kemajuan teknologi e-payment dan digitalisasi lainnya,” jelas Erick.
Pada kesempatan itu, Erick juga menyampaikan rencana untuk menerbitkan aturan terkait pendirian anak-cucu perusahaan BUMN. Rujuannya agar pembentukan perusahaan baru anak-cucu BUMN memiliki aturan yang jelas. Dia memberikan contoh di Krakatau Steel. Perusahaan tersebut memiliki utang Rp40 triliun dengan anak usaha berjumlah 60 anak perusahaan.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menambahkan, anak-cucu perusahaan BUMN serta turunannya akan dievaluasi karena ditengarai ada yang dibuat tanpa dasar yang jelas. “Kementerian BUMN akan mengevaluasi dan mengonsolidasikan semua anak, cucu, cicit perusahaan BUMN. Aturan terkait itu akan segera diterbitkan,” kata dia.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR Rieke Diah Pitaloka meminta kepada Menteri BUMN untuk tetap mengedepankan profesionalisme, integritas dan transparansi dalam memilih jajaran manajemen di perusahaan BUMN. Pihaknya juga meminta supaya perbaikan tata kelola BUMN termasuk melakukan evaluasi anak cucu hingga cicit perusahaan BUMN harus mengedepankan sistem ketenagakerjaan.
Dalam rapat kerja dengan DPR di Gedung Parlemen kemarin, terungkap bahwa tujuh BUMN hingga 2018 lalu masih mengalami kerugian. Ketujuh perusahaan itu adalah PT Dok Kodja Bahari, PT Sang Hyang Seri, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, PT Pertani, Perum Bulog, dan PT Krakatau Steel.
"Beberapa BUMN (penerima PMN) yang menonjol kerugiannya adalah PT Dok Kodja Bahari, PT Sang Hyang Seri, PT PAL, PT DI, PT PERTANI, Perum Bulog, dan PT Krakatau Steel," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, kemarin. Menurut dia, penyebab kerugian ketujuh BUMN tersebut berbeda-beda.
PT Krakatau Steel misalnya, mengalami kerugian lantaran beban keuangan selama proses konstruksi anak perusahaannya. Adapun Bulog tercatat merugi akibat terdapat kelebihan pengakuan pendapatan atas penyaluran bantuan sosial beras sejahtera atau Rastra, sehingga perusahaan tersebut harus melakukan koreksi pendapatan.
Adapun PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani mengalami kerugian akibat inefisiensi dari bisnis, beban bunga, dan perubahan kebijakan pemerintah dari sisi pengadaan benih. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, masih meruginya beberapa BUMN harus dicarikan akar masalahnya.
Dia menyebut, kondisi tersebut tidak menutup kemungkinan akibat beratnya penugasan pemerintah sehingga menjadi beban perusahaan. “Concerns kita penugasan dari pemerintah perlu di evaluasi lagi. Disesuaikan dengan kondisi cash flow perusahaan,” kata Bhima.
Di sisi lain, ujar dia, ada kemungkinan terjadi masalah manajerial yakni, strategi bisnis sehingga perlu perubahan. Selain itu, perlu evaluasi terkait anak usaha apakah sesuai dengan core bisnisnya atau tidak sehingga jangan sampai membebani BUMN. “Sekarang BUMN dituntut untuk bersaing tidak hanya nasional tapi secara global. Manajemen harus lebih lincah,” kata dia.
Tetap Profesional
Di bagian lain, saat rapat kerja dengan DPR, Menteri BUMN Eric Thohir memastikan bahwa penunjukkan direksi maupun komisaris perusahaan BUMN akan mengedepankan profesionalisme. Prinsip tersebut menjadi faktor utama guna meningkatkan kinerja perusahaan.
“Profesionalisme dan transparansi menjadi strategi utama dalam menjalankan BUMN baik secara jangka pendek maupun jangka menengah. Itu merupakan pondasi dalam rangka mencapai visi-misi BUMN,” ujar Erick saat rapat perdana dengan DPR Komisi VI, di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Menurut dia selain mengedepankan profesionalisme dan transparansi harus dibarengi dengan reformasi birokrasi dengan mengurangi beban birokrasi yang panjang di Kementerian BUMN. Hal itu sesuai dengan visi misi Presiden Joko Widodo bahwa reformasi birokrasi harus berjalan.
Terkait kinerja perusahaan, Erick menyebutkan bahwa dari 142 perusahaan BUMN pihaknya mencatat keuntungan sebesar Rp142 triliun. Sayangnya dari jumlah tersebut sekitar 76%-nya berasal dari BUMN besar yang bergerak di bidang perbankan, telekomunikasi serta perminyakan dan gas (migas).
“Selebihnya tidak mampu berkontribusi justru membebani BUMN yang performanya bagus. Ini perlu diantisipasi dan dicari jalan keluarnya. Misalnya perbankan kita nggak tahu ke depan seperti apa. Apalagi dengan kemajuan teknologi e-payment dan digitalisasi lainnya,” jelas Erick.
Pada kesempatan itu, Erick juga menyampaikan rencana untuk menerbitkan aturan terkait pendirian anak-cucu perusahaan BUMN. Rujuannya agar pembentukan perusahaan baru anak-cucu BUMN memiliki aturan yang jelas. Dia memberikan contoh di Krakatau Steel. Perusahaan tersebut memiliki utang Rp40 triliun dengan anak usaha berjumlah 60 anak perusahaan.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menambahkan, anak-cucu perusahaan BUMN serta turunannya akan dievaluasi karena ditengarai ada yang dibuat tanpa dasar yang jelas. “Kementerian BUMN akan mengevaluasi dan mengonsolidasikan semua anak, cucu, cicit perusahaan BUMN. Aturan terkait itu akan segera diterbitkan,” kata dia.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR Rieke Diah Pitaloka meminta kepada Menteri BUMN untuk tetap mengedepankan profesionalisme, integritas dan transparansi dalam memilih jajaran manajemen di perusahaan BUMN. Pihaknya juga meminta supaya perbaikan tata kelola BUMN termasuk melakukan evaluasi anak cucu hingga cicit perusahaan BUMN harus mengedepankan sistem ketenagakerjaan.
(don)