Rawan Bencana, Pembangunan PLTN Sulit Diterapkan Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sulit dilakukan di Indonesia. Penyebabnya, adanya penolakan warga yang khawatir terhadap teknologi ini mengingat kawasan di Indonesia rawan terjadi bencana alam.
Purnomo Yusgiantoro, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2001-2009 menjelaskan, suatu energi bisa dikembangkan apabila terdapat unsur availability (ketersediaan), accessibility (aksesibilitas), affordability (keterjangkauan), acceptability (keberterimaan), dan sustainability (keberlanjutan). “Kalau ini kita jalankan dari waktu ke waktu, maka kita akan sustainable. Kita akan bisa menggunakan energi secara berkelanjutan,” kata Purnomo dalam rilisnya kemarin.
Salah satu yang ditekankan oleh Purnomo adalah konsep acceptability, yaitu kemampuan untuk menerima jenis energi tertentu karena satu energi tidak bisa diterima begitu saja kehadirannya oleh semua orang. Purnomo men con toh kan pada rencana pembangunan PLTN di Semenanjung Muria yang di tolak masyarakat sekitar.
Pakar Geologi Vulkanologi Surono atau yang biasa disapa Mbah Rono menjelaskan, tatanan geologi di Indonesia yang menyebabkan Indonesia berada dalam kawasan rawan bencana, mulai gunung berapi, gempa bumi, tsunami, hingga pergerakan tanah atau longsor.
Menurut Mbah Rono, bencana yang paling banyak memakan korban adalah gempa bumi. Penyebabnya adalah patahan-patahan aktif di pulau yang padat penduduknya, seperti Pulau Jawa dan Sumatera. Mbah Rono mengingatkan, ketahanan energi mesti ditopang ketahanan masyarakatnya terhadap bencana.
“Energi mau sekuat apa, kalau kena guncangan gempa akan jadi masalah.Saya berharap seluruh instalasi vital strategis seperti gardu listrik dan sebagainya di bangun dengan konsep tahan terhadap guncangan gempa,” tandasnya.
Guru Besar Fakultas Teknologi Universitas Indonesia (UI) Rinaldy Dalimi mengungkapkan, ada sejumlah energi alternatif yang dapat dijadikan pilihan sebagaimana amanat undang-undang, termasuk penggunaan energi nuklir. Namun, menurut dia, energi nuklir memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi.
Meskipun masuk ke dalam lima kebijakan energi prioritas. “Nuklir dalam kebijakan energi kita masuk ke dalam lima kebijakan prioritas. Nuklir ditempatkan ke dalam kebijakan terakhir dari lima kebijakan itu,” ungkapnya. (Sudarsono)
Purnomo Yusgiantoro, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2001-2009 menjelaskan, suatu energi bisa dikembangkan apabila terdapat unsur availability (ketersediaan), accessibility (aksesibilitas), affordability (keterjangkauan), acceptability (keberterimaan), dan sustainability (keberlanjutan). “Kalau ini kita jalankan dari waktu ke waktu, maka kita akan sustainable. Kita akan bisa menggunakan energi secara berkelanjutan,” kata Purnomo dalam rilisnya kemarin.
Salah satu yang ditekankan oleh Purnomo adalah konsep acceptability, yaitu kemampuan untuk menerima jenis energi tertentu karena satu energi tidak bisa diterima begitu saja kehadirannya oleh semua orang. Purnomo men con toh kan pada rencana pembangunan PLTN di Semenanjung Muria yang di tolak masyarakat sekitar.
Pakar Geologi Vulkanologi Surono atau yang biasa disapa Mbah Rono menjelaskan, tatanan geologi di Indonesia yang menyebabkan Indonesia berada dalam kawasan rawan bencana, mulai gunung berapi, gempa bumi, tsunami, hingga pergerakan tanah atau longsor.
Menurut Mbah Rono, bencana yang paling banyak memakan korban adalah gempa bumi. Penyebabnya adalah patahan-patahan aktif di pulau yang padat penduduknya, seperti Pulau Jawa dan Sumatera. Mbah Rono mengingatkan, ketahanan energi mesti ditopang ketahanan masyarakatnya terhadap bencana.
“Energi mau sekuat apa, kalau kena guncangan gempa akan jadi masalah.Saya berharap seluruh instalasi vital strategis seperti gardu listrik dan sebagainya di bangun dengan konsep tahan terhadap guncangan gempa,” tandasnya.
Guru Besar Fakultas Teknologi Universitas Indonesia (UI) Rinaldy Dalimi mengungkapkan, ada sejumlah energi alternatif yang dapat dijadikan pilihan sebagaimana amanat undang-undang, termasuk penggunaan energi nuklir. Namun, menurut dia, energi nuklir memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi.
Meskipun masuk ke dalam lima kebijakan energi prioritas. “Nuklir dalam kebijakan energi kita masuk ke dalam lima kebijakan prioritas. Nuklir ditempatkan ke dalam kebijakan terakhir dari lima kebijakan itu,” ungkapnya. (Sudarsono)
(nfl)