Pabrik Baru Chandra Asri Hemat Devisa Rp8 Triliun
A
A
A
CILEGON - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan pabrik polyethylene (PE) PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) di Cilegon, kemarin. Pabrik senilai USD380 juta atau setara dengan Rp5,7 triliun ini akan beroperasi komersial mulai bulan ini.
“PT Chandra Asri adalah pionir petrokimia di tanah air. Investasi di bidang ini harus kita dukung, sehingga impor bisa dihentikan,” kata Presiden Joko Widodo saat meresmikan pabrik tersebut di Cilegon, Banten, kemarin.
Presiden memaparkan, neraca perdagangan ekspor dan impor untuk seluruh bahan kimia mengalami defisit sebesar Rp193 triliun, di mana nilai ekspornya mencapai Rp124 triliun, sedangkan impor Rp317 triliun.
Kebutuhan PE di dalam negeri mencapai 2,3 juta ton per tahun dan produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi 280.000 ton per tahun. Sehingga, 1,52 juta ton sisanya masih diimpor. “Ini angka yang sangat besar sekali. Makanya kita berikan tax holiday, tax allowance itu karena ini defisitnya masih Rp193 triliun,” ungkap Jokowi.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan industri kimia dikategorikan sebagai mother of industry. Karena mampu menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku oleh banyak sektor manufaktur lainnya, seperti industri kemasan, tekstil, alat rumah tangga, hingga komponen automotif dan elektronika.
Keberadaan pabrik baru ini diharapkan bisa menyubstitusi impor produk PE dengan volume sebanyak 400.000 ton per tahun. “Hal ini juga akan berpotensi menghemat devisa hingga Rp8 triliun dan berpeluang menciptakan lapangan kerja baru di industri plastik hilir sebanyak 17.500-25.000 orang,” papar Agus Gumiwang.
Menperin menyebutkan, kebutuhan domestik saat ini terhadap PE mencapai 1,6 juta ton per tahun. Sedangkan, Indonesia baru memiliki pabrik PE eksisting dengan kapasitas total sebesar 780.000 ton per tahun.
Sementara itu, Presiden Direktur PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk, Erwin Ciputra mengaku, nantinya pabrik baru tersebut menyerap 25.000 pekerja lokal, termasuk tenaga kerja ahli seperti engineer. Pabrik baru tersebut akan memproduksi High Density Polyethylene (HDPE), Linear Low Density Polyethylene (LLDPE), dan Metallocene LLDPE (mLLDPE).
Menurut Erwin, pengerjaan konstruksi sudah 97% pada April 2019 dan akan memulai produksi komersial pada kuartal IV/2019. “Kebutuhan akan bahan baku PE di Indonesia meningkat pesat seiring laju pertumbuhan ekonomi nasional,” ungkapnya.
Erwin menambahkan, alasan perusahaan untuk fokus pada peningkatan kapasitas karena dalam rangka memenuhi permintaan domestik. “Pabrik baru ini juga telah mendapatkan kebijakan tax holiday dari pemerintah, kebijakan yang telah menciptakan iklim investasi yang baik,” ujarnya.
Selain peningkatan kapasitas pabrik baru PE, Chandra Asri juga fokus mengembangkan kompleks petrokimia kedua dengan investasi sekitar Rp60-80 triliun. Pembangunan ini diharapkan selesai pada 2024. (Sudarsono)
“PT Chandra Asri adalah pionir petrokimia di tanah air. Investasi di bidang ini harus kita dukung, sehingga impor bisa dihentikan,” kata Presiden Joko Widodo saat meresmikan pabrik tersebut di Cilegon, Banten, kemarin.
Presiden memaparkan, neraca perdagangan ekspor dan impor untuk seluruh bahan kimia mengalami defisit sebesar Rp193 triliun, di mana nilai ekspornya mencapai Rp124 triliun, sedangkan impor Rp317 triliun.
Kebutuhan PE di dalam negeri mencapai 2,3 juta ton per tahun dan produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi 280.000 ton per tahun. Sehingga, 1,52 juta ton sisanya masih diimpor. “Ini angka yang sangat besar sekali. Makanya kita berikan tax holiday, tax allowance itu karena ini defisitnya masih Rp193 triliun,” ungkap Jokowi.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan industri kimia dikategorikan sebagai mother of industry. Karena mampu menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku oleh banyak sektor manufaktur lainnya, seperti industri kemasan, tekstil, alat rumah tangga, hingga komponen automotif dan elektronika.
Keberadaan pabrik baru ini diharapkan bisa menyubstitusi impor produk PE dengan volume sebanyak 400.000 ton per tahun. “Hal ini juga akan berpotensi menghemat devisa hingga Rp8 triliun dan berpeluang menciptakan lapangan kerja baru di industri plastik hilir sebanyak 17.500-25.000 orang,” papar Agus Gumiwang.
Menperin menyebutkan, kebutuhan domestik saat ini terhadap PE mencapai 1,6 juta ton per tahun. Sedangkan, Indonesia baru memiliki pabrik PE eksisting dengan kapasitas total sebesar 780.000 ton per tahun.
Sementara itu, Presiden Direktur PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk, Erwin Ciputra mengaku, nantinya pabrik baru tersebut menyerap 25.000 pekerja lokal, termasuk tenaga kerja ahli seperti engineer. Pabrik baru tersebut akan memproduksi High Density Polyethylene (HDPE), Linear Low Density Polyethylene (LLDPE), dan Metallocene LLDPE (mLLDPE).
Menurut Erwin, pengerjaan konstruksi sudah 97% pada April 2019 dan akan memulai produksi komersial pada kuartal IV/2019. “Kebutuhan akan bahan baku PE di Indonesia meningkat pesat seiring laju pertumbuhan ekonomi nasional,” ungkapnya.
Erwin menambahkan, alasan perusahaan untuk fokus pada peningkatan kapasitas karena dalam rangka memenuhi permintaan domestik. “Pabrik baru ini juga telah mendapatkan kebijakan tax holiday dari pemerintah, kebijakan yang telah menciptakan iklim investasi yang baik,” ujarnya.
Selain peningkatan kapasitas pabrik baru PE, Chandra Asri juga fokus mengembangkan kompleks petrokimia kedua dengan investasi sekitar Rp60-80 triliun. Pembangunan ini diharapkan selesai pada 2024. (Sudarsono)
(nfl)