Pertamina Didorong Cari Mitra Baru Bangun Kilang Bontang

Rabu, 11 Desember 2019 - 15:48 WIB
Pertamina Didorong Cari Mitra Baru Bangun Kilang Bontang
Pertamina Didorong Cari Mitra Baru Bangun Kilang Bontang
A A A
JAKARTA - Pemerintah mendorong PT Pertamina (Persero) mencari mitra strategis baru untuk melaksanakan program pembangunan kilang baru (Grass Root Refinery/GRR) di Bontang, Kalimantan Timur. Pasalnya kemitraan Pertamina dengan Over Seas Oil & Gas LLC (OOG) untuk Kilang Bontang tidak menunjukkan kemajuan signifikan walaupun keduanya telah menandatangani kesepakatan kerangka kerja (framework agreement).

"Perusahaan asal Oman itu enggak kredibel karena sudah beberapa tahun ini enggak jadi. Kita akan larikan ke Abu Dhabi," ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, Rabu (11/12/2019).

Menurut dia, terdapat dua badan usaha jasa hilir migas yang bakal menggantikan OOG. Adapun perusahahan tersebut adalah Abu Dhabi National Oil Company (ADNOC) dan Mubadala. "Nanti kita lihat apakah ADNOC atau Mubadala," tandas Luhut.

Luhut menyatakan, pergantian mitra tersebut tak lain untuk mendorong Pertamina mempercepat program pengembangan kilang. Tanpa pembangunan kilang, sebagian konsumsi bahan bakar minyak (BBM) akan tetap dipenuhi dari impor sehingga terus membebani neraca perdagangan.

Selain itu, pemerintah juga terus mendorong mandatori biodiesel 30% (B30) untuk mengurangi impor BBM. Selain pembangunan kilang, kebijakan mandatori B30 merupakan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) guna menekan defisit neraca perdagangan. Pasalnya defisit neraca perdagangan paling besar disumbang dari impor BBM.

Sebagaimana diketahui, OOG merupakan badan usaha jasa hilir migas asal Muscat, Oman. OOG terpilih menjadi mitra Pertamina setelah melewati proses seleksi pada Januari 2018 lalu. Pertamina memiliki hak kelola di Kilang Bontang sekitar 10-30%. Sisanya mayoritas dimiliki oleh OOG. Alasan OOG menjadi mayoritas di kilang tersebut untuk menghemat belanja modal Pertamina. Sementara terkait perjanjian kerangka kerja berlaku 12 bulan.

Kilang Bontang akan memiliki kapasitas 300.000 barel per hari dengan investasi kurang lebih USD10 miliar, sudah termasuk proyek petrokimia. Selain Kilang Bontang, Pertamina juga tengah menjalankan program GRR pada Kilang Tuban dan sejumlah program revitalisasi kilang (Refinery Development Master Plan/RDMP).

Sejumlah program RDMP tersebut dilaksanakan di Kilang Balikpapan, Kilang Dumai, Kilang Balongan dan Kilang Cilacap. Pertamina menargetkan kapasitas kilang yang saat ini sekitar 1 juta bph akan meningkat dua kali lipat menjadi 2 juta bph pada 2026.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati sempat menyatakan bahwa telah melakukan berbagai inisiatif untuk menekan impor BBM. Selain berupaya mewujudkan program pembangunan kilang, Pertamina juga telah menjalankan program mandatori biodiesel.

Adapun kebijakan mandatori biodiesel telah berjalan sejak 2015 dengan program B15. Kemudian pada 2016 ditingkatkan menjadi B20 dan pada November 2019 ini telah dimulai uji coba B30. "Pertamina sudah siap menjalankan B30 mulai 21 November 2019 lalu. Ini cukup signifikan menurunkan impor," kata dia.

Tidak berhenti disitu, Pertamina juga berencana membangun green refinery terintegrasi dengan kilang di Plaju, Dumai dan Balikpapan. Ketiga wilayah tersebut dipilih berdasarkan kedekatan dengan lokasi sumber bahan baku yaitu CPO.

Pilihan tersebut diantaranya karena sekitar separuh biaya produksi bahan bakar pada bio-refinery di Indonesia adalah biaya angkut CPO. Nicke menyatakan, melalui RDMP dan GRR akan meningkatkan kualitas produk BBM dari EURO II menjadi EURO V secara tidak langsung akan memperbaiki kualitas dan menyelesaikan isu lingkungan. Apalagi jika kebijakan tersebut dikombinasikan dengan pengembangan bio-refinery.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3320 seconds (0.1#10.140)