Bernilai Rp2,3 Triliun, Penerimaan Labuan Bajo Jomplang Terhadap PAD

Kamis, 12 Desember 2019 - 06:03 WIB
Bernilai Rp2,3 Triliun,...
Bernilai Rp2,3 Triliun, Penerimaan Labuan Bajo Jomplang Terhadap PAD
A A A
LABUAN BAJO - Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, menyayangkan kecilnya kontribusi sektor pariwisata terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Padahal kawasan wisata Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo merupakan kawasan wisata yang banyak dikunjungi turis internasional.

Pemkab Manggarai Barat mengatakan potensi nilai ekonomi kawasan wisata Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo bisa mencapai Rp2,3 triliun. Namun, kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Barat, Augustinus Rinus, PAD dari sektor pariwisata hanya mencapai Rp347 miliar di tahun 2018 lalu.

Jomplangnya potensi ekonomi dari sektor wisata terhadap PAD, disebabkan pajak yang masuk banyak lari ke Jakarta. Hal ini dikarenakan industri pariwisata di Labuan Bajo, seperti hotel, restoran, kapal wisata tidak mengantongi izin atau tidak terdaftar di Pemkab Manggarai Barat.

Perusahaan tersebut mayoritas berkantor dan berdomisili di Jakarta, bahkan ada yang di luar negeri. Sehingga penerimaan dari sektor pariwisata ini tidak masuk ke kas PAD. Karena itu, Pemkab Manggarai Barat akan menertibkan agen jasa wisata yang menawarkan paket wisata ke daerah mereka.

Menurut Augustinus, saat ini terdapat sekitar 500 kapal yang beroperasi sebagai kapal penunjang pariwisata di kawasan Labuan Bajo untuk mengangkut para wisatawan. Mayoritas kapal ini adalah kapal yang tergolong mewah dan menjadi salah satu fasilitas untuk paket wisata premium bagi wisatawan ke Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo.

Namun, dari 500 kapal itu, pada awalnya hanya 56 kapal yang terdaftar. Setelah dilakukan penertiban oleh Disparbud Manggarai Barat, saat ini sudah sekitar 300 kapal yang terdaftar dan berkantor di Labuan Bajo.

Sisanya 200 kapal merupakan kapal yang tidak berkantor di Labuan Bajo. Sehingga 200 kapal tersebut tidak memberikan manfaat ekonomi bagi daerah, termasuk dari nihilnya penerimaan pajak yang disumbang mereka.

Augustinus mengatakan kapal-kapal tidak terdaftar itu telah mengambil keuntungan besar dari pariwisata di Labuan Bajo. Kapal-kapal tersebut dengan mudahnya memanfaatkan potensi ekonomi pariwisata di Labuan Bajo, namun hanya meninggalkan sampah bekas wisatawan bagi penduduk di Manggarai Barat.

"Saya terbitkan, misalnya (ada) Perda bahwa mereka wajib berkantor di sini. Mereka berbisnis di sini tapi penghasilannya di luar," kata dia dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (11/12/2019). Kasus tersebut, kata Augustinus, sebenarnya sudah dilaporkan kepada Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Selain itu, Pemkab juga sedang berproses untuk menerapkan digitalisasi untuk administrasi kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo. Dia berharap sistem digitalisasi dapat diluncurkan pada 2020.

Dengan digitalisasi, proses pembelian tiket menuju kawasan Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo dapat dilakukan secara daring dan dalam satu pintu. Saat ini, administrasi kunjungan wistawan ke Labuan Bajo masih manual. Dengan sistem manual itu, ada perbedaan perhitungan jumlah wisatawan ke Pulau Komodo.

Ke depan, Augustinus berharap, Pemda bisa mendapatkan bagi hasil yang setara dengan pemerintah pusat dari tiket masuk kunjungan ke Taman Nasional Komodo. Apalagi, Taman Nasional Komodo direncanakan menjadi destinasi wisata premium pada 2020.
(ind)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1603 seconds (0.1#10.140)