Kasus Perumahan Dominasi Pengaduan Konsumen ke BPKN Tahun Ini
A
A
A
JAKARTA - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menerima 1.510 aduan konsumen sepanjang tahun 2019, atau naik dari tahun sebelumnya yang hanya 580 aduan. Dari jumlah itu, kasus yang berhubungan dengan perumahan menjadi terbanyak, yaitu 1.370 kasus. Semetara sisanya berkaitan dengan jasa keuangan sebanyak 76 kasus, dan e-commerce sebanyak 12 kasus.
Koordinator Advokasi BPKN Rizal Halim menuturkan total kerugian dari kasus yang diadukan ditaksir mencapai Rp3,35 triliun. "Pengaduan ini didominasi sebesar 90%, sebanyak 1.370 kasus adalah di sektor perumahan dan masif sifatnya," ujar Rizal di Jakarta, Senin (16/12/2019).
Untuk kasus perumahan, Rizal mengatakan pihaknya mesti berkoordinasi dengan Kementerian PUPR dan OJK karena menyangkut pembiayaan dan perbankan. Ini yang menjadi kendala penyelesaian, karena ketika kasus sudah berkaitan dengan sektor pembiayaan, prosesnya agak rumit.
Sambung dia menambahkan, pada kasus sektor perumahan yang fatal dan serius adalah di Batam, karena ada penjualan lahan yang sebenarnya merupakan hutan lindung. "Kedua adalah kasus sektor perumahan sekitar Jabodetabek. Kasus legalitas, lahan yang sudah disita di BPPN kemudian dijual kembali, semuanya melalui mekanime pembiayaan. Tidak ada prudent principal di perbankan karena ini pembiayaannya oleh salah satu bank pemerintah," tegas Rizal.
Ia berharap kasus perumahan bisa segera diselesaikan, "Jangan sampai oknum-oknum ini punya celah untuk merugikan masyarakat dan konsumen," ungkapnya.
Lebih lanjut ungkap dia, menjelaskan bahwa BPKN memiliki 3 tracing point untuk pengaduan. Pertama adalah kasus yang mengancam jiwa konsumen, kedua adalah kasus yang mengancam kesehatan konsumen, dan yang ketiga adalah yang bersifat masif dan berpotensi meresahkan publik.
Koordinator Advokasi BPKN Rizal Halim menuturkan total kerugian dari kasus yang diadukan ditaksir mencapai Rp3,35 triliun. "Pengaduan ini didominasi sebesar 90%, sebanyak 1.370 kasus adalah di sektor perumahan dan masif sifatnya," ujar Rizal di Jakarta, Senin (16/12/2019).
Untuk kasus perumahan, Rizal mengatakan pihaknya mesti berkoordinasi dengan Kementerian PUPR dan OJK karena menyangkut pembiayaan dan perbankan. Ini yang menjadi kendala penyelesaian, karena ketika kasus sudah berkaitan dengan sektor pembiayaan, prosesnya agak rumit.
Sambung dia menambahkan, pada kasus sektor perumahan yang fatal dan serius adalah di Batam, karena ada penjualan lahan yang sebenarnya merupakan hutan lindung. "Kedua adalah kasus sektor perumahan sekitar Jabodetabek. Kasus legalitas, lahan yang sudah disita di BPPN kemudian dijual kembali, semuanya melalui mekanime pembiayaan. Tidak ada prudent principal di perbankan karena ini pembiayaannya oleh salah satu bank pemerintah," tegas Rizal.
Ia berharap kasus perumahan bisa segera diselesaikan, "Jangan sampai oknum-oknum ini punya celah untuk merugikan masyarakat dan konsumen," ungkapnya.
Lebih lanjut ungkap dia, menjelaskan bahwa BPKN memiliki 3 tracing point untuk pengaduan. Pertama adalah kasus yang mengancam jiwa konsumen, kedua adalah kasus yang mengancam kesehatan konsumen, dan yang ketiga adalah yang bersifat masif dan berpotensi meresahkan publik.
(akr)