Super Prioritas, Pembahasan Omnibus Law Perpajakan Bakal Dipercepat
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berharap pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Perpajakan bisa dilakukan dengan cepat karena RUU ini ditetapkan sebagai program super prioritas.
Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani usai melakukan konsultasi dengan Ketua DPR Puan Maharani dan Komisi XI terkait dengan rencana pembahasan omnibus law yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
"Kami ingin menyampaikan mengenai rancangan Prolegnas yang memang sudah dibahas secara terkoordinasi diantara pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM dalam daftar Prolegnas yang nanti akan ditetapkan oleh DPR," ujar Sri Mulyani usai melakukan konsultasi dengan Ketua DPR Puan Maharani dan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/12/2019).
Sri Mulyani mengatakan, dirinya diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjalankan salah satu omnibus law yang super penting di bidang perpajakan.
"Kami mohon untuk mendapatkan waktu untuk berkonsultasi, sekaligus menyampaikan rancangan tersebut yang akan disampaikan bapak Presiden secara resmi melalui surat Presiden. Insya Allah akan bisa diselesaikan dalam minggu ini," papar Sri Mulyani.
Untuk RUU Omnibus Law, menurut Sri Mulyani, pihaknya telah menyampaikan desain RUU Omnibus Law Perpajakan dengan sangat singkat.
"Kami juga berjanji akan memberikan ringkasannya sehingga pimpinan DPR juga akan bisa melihat karena saya yakin akan banyak yang bertanya kepada bu Ketua (DPR) karena tadi pak Presiden mengharapkan pembahasan ini bisa berjalan dengan cepat," katanya.
Menurut Sri Mulyani, RUU Omnibus Law Perpajakan hanya meliputi 28 pasal, namun harus mengamandemen 7 UU yakni UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Penambahan Nilai (PPN), Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP) KUP, UU Kepabeanan, UU Cukai, UU Daerah dan Retribusi Daerah, dan UU Mengenai Pemda. "28 pasal nanti diharapkan bisa terdiri dari 6 klaster isu yang akan dibahas," sambungnya.
Isu pertama yang akan dibahas adalah meningkatkan investasi melalui penurunan tarif pajak PPH badan dan PPH untuk bunga. Kedua, kata Sri Mulyani, mengenai sistem teritorial yaitu bagaimana penghasilan dari deviden luar negeri akan dibenaskan pajak asal diinvestikasikan di Indonesia. Untuk warga asing yang merupakan subjek pajak dalam negeri kewajiban perpajaknya adalah khusus untuk pendapatannya yang di dalam negeri.
Ketiga, mengenai subjek pajak orang pribadi. Untuk membedakan WNA dengan WNI untuk orang Indonesia yang tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari, mereka bisa berubah menjadi subjek pajak luar negeri sehingga tidak membayar pajaknya di Indonesia.
"Untuk orang asing yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari, mereka menjadi subjek pajak di dalam negeri dan membayar pajak Indonesia dari penghasilannya yang berasal dari Indonesia. Itu yang disebut pendefinisian mengenai subjek pajak," katanya. Keempat yakni meningkatkan kepatuhan perpajakkan.
Sementara itu, untuk jadwal Prolegnas atau legislasi yang menjadi prioritas dari Kemenkeu, menurut Sri Mulyani, sudah disepakati oleh Ketua DPR dan pimpinan komisi, terutama Komisi XI yakni akan meneruskan pembahasan RUU Bea Materai yang dinilai sebelumnya sudah cukup dalam dan mendetail.
"Kita berharap akan segera dilaksanakan nanti pada saat masa sidang 2020 dan karena materinya sudah cukup familiar dan juga tidak terlalu banyak dari sisi jumlah, pasal, serta bidang-bidang subjek yang sudah didiskusikan maka kami berharap tentu ini bisa diselesaikan dengan cepat," katanya.
Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani usai melakukan konsultasi dengan Ketua DPR Puan Maharani dan Komisi XI terkait dengan rencana pembahasan omnibus law yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
"Kami ingin menyampaikan mengenai rancangan Prolegnas yang memang sudah dibahas secara terkoordinasi diantara pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM dalam daftar Prolegnas yang nanti akan ditetapkan oleh DPR," ujar Sri Mulyani usai melakukan konsultasi dengan Ketua DPR Puan Maharani dan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/12/2019).
Sri Mulyani mengatakan, dirinya diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjalankan salah satu omnibus law yang super penting di bidang perpajakan.
"Kami mohon untuk mendapatkan waktu untuk berkonsultasi, sekaligus menyampaikan rancangan tersebut yang akan disampaikan bapak Presiden secara resmi melalui surat Presiden. Insya Allah akan bisa diselesaikan dalam minggu ini," papar Sri Mulyani.
Untuk RUU Omnibus Law, menurut Sri Mulyani, pihaknya telah menyampaikan desain RUU Omnibus Law Perpajakan dengan sangat singkat.
"Kami juga berjanji akan memberikan ringkasannya sehingga pimpinan DPR juga akan bisa melihat karena saya yakin akan banyak yang bertanya kepada bu Ketua (DPR) karena tadi pak Presiden mengharapkan pembahasan ini bisa berjalan dengan cepat," katanya.
Menurut Sri Mulyani, RUU Omnibus Law Perpajakan hanya meliputi 28 pasal, namun harus mengamandemen 7 UU yakni UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Penambahan Nilai (PPN), Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP) KUP, UU Kepabeanan, UU Cukai, UU Daerah dan Retribusi Daerah, dan UU Mengenai Pemda. "28 pasal nanti diharapkan bisa terdiri dari 6 klaster isu yang akan dibahas," sambungnya.
Isu pertama yang akan dibahas adalah meningkatkan investasi melalui penurunan tarif pajak PPH badan dan PPH untuk bunga. Kedua, kata Sri Mulyani, mengenai sistem teritorial yaitu bagaimana penghasilan dari deviden luar negeri akan dibenaskan pajak asal diinvestikasikan di Indonesia. Untuk warga asing yang merupakan subjek pajak dalam negeri kewajiban perpajaknya adalah khusus untuk pendapatannya yang di dalam negeri.
Ketiga, mengenai subjek pajak orang pribadi. Untuk membedakan WNA dengan WNI untuk orang Indonesia yang tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari, mereka bisa berubah menjadi subjek pajak luar negeri sehingga tidak membayar pajaknya di Indonesia.
"Untuk orang asing yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari, mereka menjadi subjek pajak di dalam negeri dan membayar pajak Indonesia dari penghasilannya yang berasal dari Indonesia. Itu yang disebut pendefinisian mengenai subjek pajak," katanya. Keempat yakni meningkatkan kepatuhan perpajakkan.
Sementara itu, untuk jadwal Prolegnas atau legislasi yang menjadi prioritas dari Kemenkeu, menurut Sri Mulyani, sudah disepakati oleh Ketua DPR dan pimpinan komisi, terutama Komisi XI yakni akan meneruskan pembahasan RUU Bea Materai yang dinilai sebelumnya sudah cukup dalam dan mendetail.
"Kita berharap akan segera dilaksanakan nanti pada saat masa sidang 2020 dan karena materinya sudah cukup familiar dan juga tidak terlalu banyak dari sisi jumlah, pasal, serta bidang-bidang subjek yang sudah didiskusikan maka kami berharap tentu ini bisa diselesaikan dengan cepat," katanya.
(ven)