Menteri ESDM Tolak Opsi Impor untuk Turunkan Harga Gas Industri
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merespon cepat keinginan Presiden Joko Widodo untuk menurunkan harga gas industri . Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan saat ini tengah mengkaji dua dari tiga opsi sebagai upaya menurunkan harga gas bumi hingga mencapai USD6 per mmbtu (million metric british thermal units).
Adapun dua opsi yang diambil dan sedang dievaluasi yakni memangkas jatah pemerintah atau melaksanakan kewajiban domestic market obligation (DMO). Sedangkan opsi membuka keran impor ditolak karena akan memperparah defisit neraca perdagangan. “Dari tiga alternatif tersebut, kita ambil poin satu dan dua untuk kita evaluasi,” ungkap Arifin di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (9/1/2019).
Dia mengatakan, evaluasi tersebut meliputi pemetaan sumber-sumber gas. Selain itu Kementerian ESDM juga melakukan evaluasi terkait biaya serta perbaikan tata kelola dan niaga. “Jadi pada intinya pengusaha mendapatkan keuntungan yang wajar dan pemerintah bisa mendapatkan harga gas yang kompetitif,” kata dia.
Dia menjelaskan bahwa membuat harga gas kompetitif penting dilakukan untuk menjaga daya saing industri. Tidak hanya itu, dengan harga gas yang murah maka industri akan lebih efisien dan lebih agresif melakukan ekspor. “Kita juga mendorong supaya produksi dapat bersaing di pasar internasional. Tahap satu ini akan kita selesaikan Maret 2020,” ujarnya. (Baca Juga: Luhut: Harga Gas Industri Harus USD6/MMBTU per Maret 2020 )
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto menjelaskan, pemangkasan jatah pemerintah diambil dari penjualan LNG dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) kepada PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Selain itu, pihaknya juga meminta supaya sisa LNG ditawarkan terlebih dulu kepada PGN sebelum di ekspor di pasar spot internasional.
Meski begitu, pemerintah tetap menjamin produsen tidak mengalami kerugian walaupun LNG diprioritaskan untuk mencukupi kebutuhan di dalam negeri. Djoko mencontohkan, semisal harga spot LNG mencapai USD5 per mmbtu sedangkan kemampuan PGN membeli dengan harga USD4 per mmbtu maka sisa harga USD1 akan menjadi bagian pemerintah yang dikorbankan.
“Sesuai hasil rapat, saya akan menyurati semua produsen LNG untuk tidak melelang spot kargo sebelum ditawarkan ke PGN,” kata dia.
Djoko menandaskan bahwa pada tahap awal ini diharapkan dapat tercipta harga gas di hulu sebesar USD6 per mmbtu. Hal itu merupakan target utama yang akan dilakukan oleh Kementerian ESDM. “Itu target utamanya. Syukur-syukur di end-gate juga,” jelas Djoko.
Adapun dua opsi yang diambil dan sedang dievaluasi yakni memangkas jatah pemerintah atau melaksanakan kewajiban domestic market obligation (DMO). Sedangkan opsi membuka keran impor ditolak karena akan memperparah defisit neraca perdagangan. “Dari tiga alternatif tersebut, kita ambil poin satu dan dua untuk kita evaluasi,” ungkap Arifin di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (9/1/2019).
Dia mengatakan, evaluasi tersebut meliputi pemetaan sumber-sumber gas. Selain itu Kementerian ESDM juga melakukan evaluasi terkait biaya serta perbaikan tata kelola dan niaga. “Jadi pada intinya pengusaha mendapatkan keuntungan yang wajar dan pemerintah bisa mendapatkan harga gas yang kompetitif,” kata dia.
Dia menjelaskan bahwa membuat harga gas kompetitif penting dilakukan untuk menjaga daya saing industri. Tidak hanya itu, dengan harga gas yang murah maka industri akan lebih efisien dan lebih agresif melakukan ekspor. “Kita juga mendorong supaya produksi dapat bersaing di pasar internasional. Tahap satu ini akan kita selesaikan Maret 2020,” ujarnya. (Baca Juga: Luhut: Harga Gas Industri Harus USD6/MMBTU per Maret 2020 )
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto menjelaskan, pemangkasan jatah pemerintah diambil dari penjualan LNG dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) kepada PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Selain itu, pihaknya juga meminta supaya sisa LNG ditawarkan terlebih dulu kepada PGN sebelum di ekspor di pasar spot internasional.
Meski begitu, pemerintah tetap menjamin produsen tidak mengalami kerugian walaupun LNG diprioritaskan untuk mencukupi kebutuhan di dalam negeri. Djoko mencontohkan, semisal harga spot LNG mencapai USD5 per mmbtu sedangkan kemampuan PGN membeli dengan harga USD4 per mmbtu maka sisa harga USD1 akan menjadi bagian pemerintah yang dikorbankan.
“Sesuai hasil rapat, saya akan menyurati semua produsen LNG untuk tidak melelang spot kargo sebelum ditawarkan ke PGN,” kata dia.
Djoko menandaskan bahwa pada tahap awal ini diharapkan dapat tercipta harga gas di hulu sebesar USD6 per mmbtu. Hal itu merupakan target utama yang akan dilakukan oleh Kementerian ESDM. “Itu target utamanya. Syukur-syukur di end-gate juga,” jelas Djoko.
(ind)