Ekonomi RI 2020 Ditopang Konsumsi Rumah Tangga dan Perbaikan Global
A
A
A
JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 diprediksi bisa mencapai 5,1 hingga 5,2%. Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto menerangkan, ketika konsumsi domestik yang menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi relatif stabil dan tekanan yang berasal dari global relatif membaik.
"Ketegangan politik, risiko geopolitik sudah mulai mereda. Kemudian yang menarik adalah ternyata kegiatan ekonomi China yang tadinya tahun ini diramal melemah ternyata sudah membaik," ujarnya di Jakarta, Rabu (15/1/2020).
Dia memaparkan, ekonomi di Eropa rata-rata tumbuh membaik. Jerman yang sebelumnya diproyeksikan resesi ternyata tumbuh positif. Sementara Amerika Serikat (AS) yang sebelumnya diperkirakan tumbuh sangat jelek ternyata masih tumbuh sekitar 1,9%. "Ini memberikan sentimen positif untuk negara-negara berkembang termasuk Indonesia," paparnya.
Sementara dari domestik, konsumsi rumah tangga diperkirakan akan memberikan kontribusi sekitar 56-57% terhadap total PDB Indonesia. Diharapkan konsumsi rumah tangga tahun ini bisa tumbuh 5,1-5,3%. "Kemudian investasi baik PMA (Penanaman Modal Asing) maupun PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) juga akan tumbuh. Belanja pemerintah juga akan didorong lebih cepat. Ini bagus untuk menggerakkan kegiatan ekonomi," ungkapnya.
Untuk ekspor yang tumbuh negatif selama 2018-2019, tahun ini diproyeksikan tumbuh positif mendekati 1-2%. Hal ini juga tercermin dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat neraca perdagangan sepanjang tahun 2019 mengalami defisit USD3,20 miliar, lebih kecil dibandingkan dengan defisit neraca perdagangan 2018 yang mencapai USD8,7 miliar.
"Ternyata percepatan pemulihan ekonomi di beberapa kawasan itu tumbuh lebih cepat daripada yang kita perkirakan," jelas Ryan.
Dia menambahkan, kebijakan moneter oleh Bank Indonesia (BI) dan kebijakan fiskal oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) justru saling bersinergi mendukung pertumbuhan ekonomi di tahun 2020. "Ini yang kami meyakini tahun ini bisa 5,1-5,2%. Ditambah lagi kalau kebijakan fiskal lebih cepat, rasanya 5,3% pun sudah bisa," tandasnya.
"Ketegangan politik, risiko geopolitik sudah mulai mereda. Kemudian yang menarik adalah ternyata kegiatan ekonomi China yang tadinya tahun ini diramal melemah ternyata sudah membaik," ujarnya di Jakarta, Rabu (15/1/2020).
Dia memaparkan, ekonomi di Eropa rata-rata tumbuh membaik. Jerman yang sebelumnya diproyeksikan resesi ternyata tumbuh positif. Sementara Amerika Serikat (AS) yang sebelumnya diperkirakan tumbuh sangat jelek ternyata masih tumbuh sekitar 1,9%. "Ini memberikan sentimen positif untuk negara-negara berkembang termasuk Indonesia," paparnya.
Sementara dari domestik, konsumsi rumah tangga diperkirakan akan memberikan kontribusi sekitar 56-57% terhadap total PDB Indonesia. Diharapkan konsumsi rumah tangga tahun ini bisa tumbuh 5,1-5,3%. "Kemudian investasi baik PMA (Penanaman Modal Asing) maupun PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) juga akan tumbuh. Belanja pemerintah juga akan didorong lebih cepat. Ini bagus untuk menggerakkan kegiatan ekonomi," ungkapnya.
Untuk ekspor yang tumbuh negatif selama 2018-2019, tahun ini diproyeksikan tumbuh positif mendekati 1-2%. Hal ini juga tercermin dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat neraca perdagangan sepanjang tahun 2019 mengalami defisit USD3,20 miliar, lebih kecil dibandingkan dengan defisit neraca perdagangan 2018 yang mencapai USD8,7 miliar.
"Ternyata percepatan pemulihan ekonomi di beberapa kawasan itu tumbuh lebih cepat daripada yang kita perkirakan," jelas Ryan.
Dia menambahkan, kebijakan moneter oleh Bank Indonesia (BI) dan kebijakan fiskal oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) justru saling bersinergi mendukung pertumbuhan ekonomi di tahun 2020. "Ini yang kami meyakini tahun ini bisa 5,1-5,2%. Ditambah lagi kalau kebijakan fiskal lebih cepat, rasanya 5,3% pun sudah bisa," tandasnya.
(akr)