Ekonomi Global di Tengah Ancaman Gelombang Utang, Demografi dan Deglobalisasi
A
A
A
JAKARTA - Para ekonom di Standard Chartered memproyeksikan untuk tahun 2020 akan menjadi tahun bagi ekonomi global tumbuh terkendali dan stabil. Dalam laporan Global Focus – Economic Outlook 2020, dijelaskan bahwa siklus positif untuk pertumbuhan global harus melawan tiga hambatan struktural jangka panjang yaitu utang, demografi dan deglobalisasi.
Beban utang adalah masalah di beberapa negara besar. Peningkatan pesat dalam pinjaman pada tahun-tahun sebelumnya membantu Tiongkok mengatasi krisis keuangan global dan krisis utang Eropa. Tetapi utang yang dihasilkan akan menjadi hambatan bagi pertumbuhan di tahun-tahun mendatang.
Tidak hanya utang, banyak negara di dunia akan mengalami tantangan pertumbuhan akibat populasi yang menua, di antaranya Jepang, Italia, Jerman, Thailand, China, Hongkong, Taiwan, Korea Selatan dan Singapura.
Sentimen anti-globalisasi dan proteksionisme juga menjadi salah satu hambatan struktural yang signifikan. Selain ketegangan perdagangan AS-Cina yang telah menjadi salah satu catatan utama pemerintahan Trump, AS juga telah bergeser ke arah sikap yang lebih proteksionis sejak 2008.
"Negara-negara berkembang merupakan yang paling berisiko dari deglobalisasi lebih lanjut, setelah sebelumnya menerima manfaat terbesar dari pertumbuhan yang didorong oleh ekspor dalam dua dekade sebelumnya," ujar Global Chief Economist, Standard Chartered David Mann.
(Baca Juga: Gelombang Utang Negara Berkembang Mencemaskan
Dia memperkirakan ekonomi global tumbuh 3,3%, sedikit lebih tinggi dari perkiraan 3,1% untuk 2019. Tiongkok kemungkinan akan stabil pada tingkat minimum yang diperlukan untuk menggandakan PDB pada tahun 2020 dibandingkan 2010 (sesuai target resmi), sebelum melemah lebih lanjut pada tahun 2021. "Kami memprediksi ekonomi AS terus melambat menjadi 1,8% pada tahun 2020 dan pertumbuhan di kawasan Euro masih lemah,” jelas David Mann.
(Baca Juga: Utang Global Tembus Rekor Baru Capai USD253 Triliun
Namun Senior Economist, Standard Chartered Bank Aldian Taloputra mengatakan, diproyeksi ekonomi Indonesia tumbuh 5,1% di 2020, sedikit lebih tinggi dari 5,0% di 2019. Rupiah juga diprediksi menguat dari Rp13.900 di akhir 2019 menjadi Rp13.800 di akhir 2020. Tahun 2020 merupakan tahun stabilisasi bagi Indonesia.
Pihaknya memperkirakan pertumbuhan akan meningkat di semester kedua 2020 seiring momentum peningkatan investasi, dan juga konsumsi rumah tangga yang pulih dari penyesuaian harga diharapkan terjadi di semester pertama 2020. Kemudian juga diharapkan menghilangnya efek basis tinggi dari Pemilu tahun lalu.
"Kami proyeksikan pertumbuhan yang stabil dalam konsumsi rumah tangga dengan pasar tenaga kerja yang sehat. Lalu meningkatnya belanja sosial pemerintah untuk meredam dampak kenaikan harga barang yang diatur pemerintah,” ujar Aldi.
Beban utang adalah masalah di beberapa negara besar. Peningkatan pesat dalam pinjaman pada tahun-tahun sebelumnya membantu Tiongkok mengatasi krisis keuangan global dan krisis utang Eropa. Tetapi utang yang dihasilkan akan menjadi hambatan bagi pertumbuhan di tahun-tahun mendatang.
Tidak hanya utang, banyak negara di dunia akan mengalami tantangan pertumbuhan akibat populasi yang menua, di antaranya Jepang, Italia, Jerman, Thailand, China, Hongkong, Taiwan, Korea Selatan dan Singapura.
Sentimen anti-globalisasi dan proteksionisme juga menjadi salah satu hambatan struktural yang signifikan. Selain ketegangan perdagangan AS-Cina yang telah menjadi salah satu catatan utama pemerintahan Trump, AS juga telah bergeser ke arah sikap yang lebih proteksionis sejak 2008.
"Negara-negara berkembang merupakan yang paling berisiko dari deglobalisasi lebih lanjut, setelah sebelumnya menerima manfaat terbesar dari pertumbuhan yang didorong oleh ekspor dalam dua dekade sebelumnya," ujar Global Chief Economist, Standard Chartered David Mann.
(Baca Juga: Gelombang Utang Negara Berkembang Mencemaskan
Dia memperkirakan ekonomi global tumbuh 3,3%, sedikit lebih tinggi dari perkiraan 3,1% untuk 2019. Tiongkok kemungkinan akan stabil pada tingkat minimum yang diperlukan untuk menggandakan PDB pada tahun 2020 dibandingkan 2010 (sesuai target resmi), sebelum melemah lebih lanjut pada tahun 2021. "Kami memprediksi ekonomi AS terus melambat menjadi 1,8% pada tahun 2020 dan pertumbuhan di kawasan Euro masih lemah,” jelas David Mann.
(Baca Juga: Utang Global Tembus Rekor Baru Capai USD253 Triliun
Namun Senior Economist, Standard Chartered Bank Aldian Taloputra mengatakan, diproyeksi ekonomi Indonesia tumbuh 5,1% di 2020, sedikit lebih tinggi dari 5,0% di 2019. Rupiah juga diprediksi menguat dari Rp13.900 di akhir 2019 menjadi Rp13.800 di akhir 2020. Tahun 2020 merupakan tahun stabilisasi bagi Indonesia.
Pihaknya memperkirakan pertumbuhan akan meningkat di semester kedua 2020 seiring momentum peningkatan investasi, dan juga konsumsi rumah tangga yang pulih dari penyesuaian harga diharapkan terjadi di semester pertama 2020. Kemudian juga diharapkan menghilangnya efek basis tinggi dari Pemilu tahun lalu.
"Kami proyeksikan pertumbuhan yang stabil dalam konsumsi rumah tangga dengan pasar tenaga kerja yang sehat. Lalu meningkatnya belanja sosial pemerintah untuk meredam dampak kenaikan harga barang yang diatur pemerintah,” ujar Aldi.
(akr)