Kadin: Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Bukan Berpihak ke Investor Asing
A
A
A
JAKARTA - Rancang Undang Undang Omnibus Law mengenai Cipta Lapangan Kerja menuai polemik. Beberapa kelompok buruh melakukan aksi unjuk rasa pada hari ini, menolah pemerintah mensahkan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Omnibus Law ini mencakup 11 klaster, yaitu: 1) Penyederhanaan Perizinan, 2) Persyaratan Investasi, 3) Ketenagakerjaan, 4) Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M, 5) Kemudahan Berusaha, 6) Dukungan Riset dan Inovasi, 7) Administrasi Pemerintahan, 8) Pengenaan Sanksi, 9) Pengadaan Lahan, 10) Investasi dan Proyek Pemerintah, dan 11) Kawasan Ekonomi.
Kelompok buruh menyoroti soal rencana menghilangkan upah minimum. Sebagai gantinya, pemerintah akan menerapkan sistem upah per jam. Jika pekerja bekerja kurang dari 40 jam, maka mereka akan menerima upah di bawah upah minimum.
Kelompok buruh lantas menyatakan beleid ini sarat dengan kepentingan investor asing.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri, Johnny Darmawan, mengatakan RUU Omnibus Law ini bertujuan memberikan kemudahan berinvestasi di tanah air. Tidak hanya investor asing, namun aturan tersebut juga dibuat untuk pelaku usaha lokal atau domestik.
"Salah satunya bagaimana investasi masuk ke Indonesia atau orang orang Indonesia pun bisa nyaman investasi. Jangan disangka bahwa investasi itu asing. Tidak. Indonesia pun banyak yang ingin berusaha. Konglomerat Indonesia pun banyak," ujar Jhonny di Jakarta, Senin (20/1/2020).
Johnny menyebutkan permasalahan utama dari hambatan investasi tersebut adalah peraturan yang tumpang tindih. Bahkan, pelaku usaha kecil seperti UMKM pun banyak yang mengeluh terkait rentetan sejumlah regulasi yang selama ini berlaku.
"UMKM pun juga (mengeluh). Karena banyak peraturan, mereka juga ngeluh ke Kadin. Hambatan itu bukan karena hanya asing yang terhambat, lokal yang UMKM juga terhambat. Masa kita kecil begini, peraturan segini, harus bayar segini. Nah ini, kalau lihat positifnya, ini untuk kebutuhan semua," jelasnya.
Dia pun berharap dengan keluarnya RUU Omnibus Law dapat membawa angin segar bagi dunia usaha domestik yang akan berimbas kepada pertumbuhan perekonomian nasional.
"Saya rasa optimis. Karena masalahnya itu tumpang tindih peraturan. Kalau peraturan ini, kami sudah coba deregulasi, sudah jalan peraturan di pusat, sudah jalan ditengah, tapi di daerah enggak bisa. Dengan adanya Omnibus Law ini, peraturan menghambat diubah semua, yang bertentangan enggak dipakai," tandasnya.
Omnibus Law ini mencakup 11 klaster, yaitu: 1) Penyederhanaan Perizinan, 2) Persyaratan Investasi, 3) Ketenagakerjaan, 4) Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M, 5) Kemudahan Berusaha, 6) Dukungan Riset dan Inovasi, 7) Administrasi Pemerintahan, 8) Pengenaan Sanksi, 9) Pengadaan Lahan, 10) Investasi dan Proyek Pemerintah, dan 11) Kawasan Ekonomi.
Kelompok buruh menyoroti soal rencana menghilangkan upah minimum. Sebagai gantinya, pemerintah akan menerapkan sistem upah per jam. Jika pekerja bekerja kurang dari 40 jam, maka mereka akan menerima upah di bawah upah minimum.
Kelompok buruh lantas menyatakan beleid ini sarat dengan kepentingan investor asing.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri, Johnny Darmawan, mengatakan RUU Omnibus Law ini bertujuan memberikan kemudahan berinvestasi di tanah air. Tidak hanya investor asing, namun aturan tersebut juga dibuat untuk pelaku usaha lokal atau domestik.
"Salah satunya bagaimana investasi masuk ke Indonesia atau orang orang Indonesia pun bisa nyaman investasi. Jangan disangka bahwa investasi itu asing. Tidak. Indonesia pun banyak yang ingin berusaha. Konglomerat Indonesia pun banyak," ujar Jhonny di Jakarta, Senin (20/1/2020).
Johnny menyebutkan permasalahan utama dari hambatan investasi tersebut adalah peraturan yang tumpang tindih. Bahkan, pelaku usaha kecil seperti UMKM pun banyak yang mengeluh terkait rentetan sejumlah regulasi yang selama ini berlaku.
"UMKM pun juga (mengeluh). Karena banyak peraturan, mereka juga ngeluh ke Kadin. Hambatan itu bukan karena hanya asing yang terhambat, lokal yang UMKM juga terhambat. Masa kita kecil begini, peraturan segini, harus bayar segini. Nah ini, kalau lihat positifnya, ini untuk kebutuhan semua," jelasnya.
Dia pun berharap dengan keluarnya RUU Omnibus Law dapat membawa angin segar bagi dunia usaha domestik yang akan berimbas kepada pertumbuhan perekonomian nasional.
"Saya rasa optimis. Karena masalahnya itu tumpang tindih peraturan. Kalau peraturan ini, kami sudah coba deregulasi, sudah jalan peraturan di pusat, sudah jalan ditengah, tapi di daerah enggak bisa. Dengan adanya Omnibus Law ini, peraturan menghambat diubah semua, yang bertentangan enggak dipakai," tandasnya.
(ven)