Pajak hingga Bunga Tinggi, Kilang Dalam Negeri Sulit Kompetitif

Selasa, 21 Januari 2020 - 18:25 WIB
Pajak hingga Bunga Tinggi, Kilang Dalam Negeri Sulit Kompetitif
Pajak hingga Bunga Tinggi, Kilang Dalam Negeri Sulit Kompetitif
A A A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) membutuhkan dukungan regulasi dari pemerintah untuk meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam mewujudkan pembangunan kilang minyak di dalam negeri. Berbagai macam komponen lokal yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan kilang diharapkan mendapatkan keringanan pajak.

“Produksi dalam negeri itu ternyata beban pajaknya lebih tinggi dibandingkan impor sehingga tidak kompetitif. Sebab itu perlu dukungan regulasi supaya mudah menjalankan amanah yang diberikan pemerintah untuk menjalankan program pembangunan kilang,” ujar Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, di Jakarta, Selasa (21/1/2020).

Menurut dia pemerintah perlu mengevaluasi kembali berbagai macam pajak yang dibebankan terhadap komponen produk dalam negeri. Pasalnya setiap proses produksi sampai distribusi dikenakan pajak. “Begitu dilakukan proses dikenakan pajak belum lagi servis di internal. Ini yang menjadikan produk kita lebih mahal dibandingkan impor,” tandasnya.

Tidak hanya itu, biaya pendanaan melalui perbankan dengan bunga tinggi juga turut mempengaruhi produk lokal sehingga tidak mampu bersaing dengan impor. Untuk itu, perlu dukungan pemerintah supaya program percepatan pembangunan kilang selaras dengan peningkatkan komponen dalam negeri.

“Kita usulkan kepada pemerintah karena banyak regulasi yang bertentangan dengan spirit dorongan pemerintah membangun kilang. Kita akan menggandeng dengan stakeholder terkait untuk membuka jalan mewujudkan pembangunan kilang dengan tambahan 100 juta barel per hari,” kata dia.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian Harjanto mengatakan akan menindaklanjuti sejumlah aturan yang mempersulit produk lokal masuk dalam proyek kilang Pertamina. Pihaknya akan melakukan konsolidasi dengan Kementerian Keuangan supaya industri dalam negeri mendapatkan insentif pajak untuk mendukung pembangunan kilang.

Menurutnya program pembangunan kilang dengan investasi mencapai USD60 miliar menjadi kesempatan industri dalam negeri berperan aktif mendukung proyek tersebut.

“Kita akan lihat seluruh aturan yang memberatkan. Selama ini mereka beli bahan baku terkena PPn setelah barangnya jadi juga kena pajak. Ini menjadi pekerjaan rumah yang sedang diselesaikan oleh Presiden,” kata dia.

Sebagaimana diketahui, Pertamina melakukan berbagai terobosan kebijakan dengan melaksanakan program revitalisasi kilang (Refinery Development Master Plan/RDMP) dan pembangunan kilang baru (Grass Root Refinery/GRR).

Terkait terobosan tersebut, Pertamina melaksanakan program RDMP pada Kilang Balikpapan, Kilang Dumai, Kilang Balongan dan Kilang Cilacap serta program GRR pada Kilang Tuban dan Kilang Bontang. RDMP Balikpapan persentase TKDN akan mencapai 35%.
Sementara itu, pada RDMP Cilacap, GRR Tuban, dan Integrated Refinery and Petchem Balongan, TKDN akan mencapai 50%. Bahkan pada RDMP Balongan Tahap II, TKDN hingga 60%, RDMP Balongan Tahap I dan RDMP/GRR di wilayah Indonesia Timur persentasenya antara 70-90%.
Di sisi lain, pembangunan proyek pembangunan Kilang Balikpapan telah mencapai 11,62% atau melebihi target sebesar 0,2% per 20 Januari 2020. Direktur Mega Proyek dan Petrokimia Pertamina Ignasius Tallulembang mengatakan sampai akhir Januari, konstruksi ditargetkan mencapai 12%. “Kami lakukan juga early work. Jadi harus kita lakukan simultan. Saat ini, kami sudah bangun flare, laboratorium, jetty,” katanya.

Untuk tahun ini, imbuhnya Pertamina telah menganggarkan dana sekitar USD1 miliar untuk melaksanakan tahapan konstruksi. Adapun anggaran tersebut berasal dari internal perusahaan. “Kami anggarkan dari internal. Target EPC di atas 25% sampai akhir 2020,” kata dia.

Sementara untuk pendanaan dari eksternal yang rencananya akan dipasok modal dari perusahaan investasi asal Uni Emirat Arab (UEA) yakni, Mubadala Investment Company baru akan disepakati pada April 2020 mendatang setelah dilakukan penandatanganan perjanjian prinsip atau Refinery Investment Principle Agreement di Abu Dhabi, UEA, baru-baru ini. Selain Mubadala, Pertamina juga terus mencari calon mitra untuk menjadi mitra investasi proyek Kilang Balikpapan

Adapun estimasi investasi yang diperlukan untuk proyek tersebut sekitar USD5,5 miliar.
Kilang Balikpapan Tahap I ini ditargetkan bisa mulai beroperasi pada Juni 2023. Sementara Tahap II ditargetkan selesai pada 2025-2026 dan mampu mengolah minyak mentah kadar sulfur tinggi, dengan kapasitas 260.000 barel per haru meningkat menjadi 360.000 barel per hari.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3226 seconds (0.1#10.140)