Sambut Bonus Demografi, Pemerintah Ajak Masyarakat Atasi Stunting
A
A
A
JAKARTA - Dalam rangka menyambut bonus demografi di Indonesia tahun 2030, pemerintah merangkul masyarakat untuk peduli, pahami dan partisipasi atasi stunting. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus berupaya melakukan edukasi terkait stunting, pemerintah ingin masyarakat memahami stunting secara menyeluruh.
"Kita akan sosialisasikan arti kata stunting, cara mencegahnya dan dampaknya secara sederhana kepada masyarakat. Ini penting agar masyarakat mudah memahami," ujar Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kominfo, Widodo Muktiyo di kantornya di Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Faktor yang menyebabkan stunting ini bermacam-macam. Beberapa diantaranya adalah pola konsumsi dan pola asuh. Dampaknya, kekerdilan pada tubuh dan perkembangan otak menjadi tidak maksimal. Sementara tahun 2030, diperkirakan Indonesia akan mengalami bonus demografi, dimana angkatan usia produktif akan mendominasi populasi penduduk dan menjadi penyangga perekonomian.
Angkatan usia produktif (15-64 tahun) diprediksi mencapai 68% dari total populasi dan angkatan tua (65 ke atas) sekitar 9%.
"Hasil usaha selama 4 tahun terakhir mulai menunjukkan dampak yang menggembirakan. Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) tahun 2018, stunting mengalami penurunan sebesar 6,4%. Dari angka 37,2% (tahun 2013) menjadi 30,8% (tahun 2018)," jelas Widodo.
Widodo juga mengungkapkan, data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang juga menunjukan tren positif. Tahun 2018, IPM sebesar 71,39 atau tumbuh 1,04% dibandingkan tahun 2017. Angka tahun 2019 tentunya lebih baik lagi.
Peningkatan IPM ini, kata dia, menandakan harapan untuk hidup, baik dari dimensi kesehatan, harapan hidup, sekolah, maupun hidup layak semakin panjang, ini pertanda yang baik. Namun demikian, Widodo mengingatkan masih banyak daerah yang memiliki angka stunting, yang lebih dominan disebabkan masalah non kesehatan.
"Balita dengan stunting yang tinggi masih banyak di pedesaan. Namun angkanya berbeda tipis dengan perkotaan. Hanya ada satu provinsi yang tidak mengalami Gizi Kronik atau stunting yaitu DKI Jakarta," kata Dirjen IKP ini.
Widodo juga mengatakan, pihaknya telah melakukan kampanye nasional ke seluruh wilayah Indonesia dengan tingkat prevalensi yang tinggi.
"Kominfo, sesuai amanat rapat terbatas sebagai koordinator kampanye nasional, akan melakukan kampanye wilayah prioritas dengan tingkat prevalensi >30% berbasis tatap muka, kampanye radio, kampanye digital, outdoor advertising dan media relations," imbuhnya.
Sementara itu, Kasubdit Infokom Kesehatan Kominfo, Marroli Indarto saat ditemui terpisah menjelaskan, pemerintah berharap masyarakat menjadi bagian dari gerakan sosial untuk mengatasi stunting lewat gerakan sosial 3P atau yang disebut Peduli, Pahami dan Partisipasi.
Menurut Marolli, dengan adanya gerakan sosial 3P, nantinya dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahaya dan juga cara pencegahan stunting, sehingga dapat membantu untuk mengurangi angka stunting.
"Gerakan 3P ini bisa membantu mengurangi keberadaan gizi buruk. Peduli, mulai peduli lingkungan sekitar, lihat kondisi balita di keluarga atau lingkungan sekitar. Pahami, carilah informasi sebanyak mungkin, melalui media apapun tentang stunting atau kekurangan gizi kronik ini. Partisipasi, memberikan informasi yang benar pada keluarganya dan edukasi mereka," pungkasnya.
Maroli juga mengajak para milenial untuk ikut serta dalam pencegahan stunting dengan memposting di media sosial menggunakan tagar #SadarStunting.
Untuk milenial, terutama target remaja putri dan ibu muda, ada Gerakan Generasi Bersih dan Sehat (GENBEST), akun medsos melalui @genbestid dan laman www.genbest.id , sedangkan aplikasi ada "Anak Sehat" untuk promosi, edukasi dan deteksi dini stunting pada seseorang. Untuk tagar ada #SadarStunting, satu posting sudah berpartisipasi dalam pencegahan stunting.
"Kita akan sosialisasikan arti kata stunting, cara mencegahnya dan dampaknya secara sederhana kepada masyarakat. Ini penting agar masyarakat mudah memahami," ujar Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kominfo, Widodo Muktiyo di kantornya di Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Faktor yang menyebabkan stunting ini bermacam-macam. Beberapa diantaranya adalah pola konsumsi dan pola asuh. Dampaknya, kekerdilan pada tubuh dan perkembangan otak menjadi tidak maksimal. Sementara tahun 2030, diperkirakan Indonesia akan mengalami bonus demografi, dimana angkatan usia produktif akan mendominasi populasi penduduk dan menjadi penyangga perekonomian.
Angkatan usia produktif (15-64 tahun) diprediksi mencapai 68% dari total populasi dan angkatan tua (65 ke atas) sekitar 9%.
"Hasil usaha selama 4 tahun terakhir mulai menunjukkan dampak yang menggembirakan. Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) tahun 2018, stunting mengalami penurunan sebesar 6,4%. Dari angka 37,2% (tahun 2013) menjadi 30,8% (tahun 2018)," jelas Widodo.
Widodo juga mengungkapkan, data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang juga menunjukan tren positif. Tahun 2018, IPM sebesar 71,39 atau tumbuh 1,04% dibandingkan tahun 2017. Angka tahun 2019 tentunya lebih baik lagi.
Peningkatan IPM ini, kata dia, menandakan harapan untuk hidup, baik dari dimensi kesehatan, harapan hidup, sekolah, maupun hidup layak semakin panjang, ini pertanda yang baik. Namun demikian, Widodo mengingatkan masih banyak daerah yang memiliki angka stunting, yang lebih dominan disebabkan masalah non kesehatan.
"Balita dengan stunting yang tinggi masih banyak di pedesaan. Namun angkanya berbeda tipis dengan perkotaan. Hanya ada satu provinsi yang tidak mengalami Gizi Kronik atau stunting yaitu DKI Jakarta," kata Dirjen IKP ini.
Widodo juga mengatakan, pihaknya telah melakukan kampanye nasional ke seluruh wilayah Indonesia dengan tingkat prevalensi yang tinggi.
"Kominfo, sesuai amanat rapat terbatas sebagai koordinator kampanye nasional, akan melakukan kampanye wilayah prioritas dengan tingkat prevalensi >30% berbasis tatap muka, kampanye radio, kampanye digital, outdoor advertising dan media relations," imbuhnya.
Sementara itu, Kasubdit Infokom Kesehatan Kominfo, Marroli Indarto saat ditemui terpisah menjelaskan, pemerintah berharap masyarakat menjadi bagian dari gerakan sosial untuk mengatasi stunting lewat gerakan sosial 3P atau yang disebut Peduli, Pahami dan Partisipasi.
Menurut Marolli, dengan adanya gerakan sosial 3P, nantinya dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahaya dan juga cara pencegahan stunting, sehingga dapat membantu untuk mengurangi angka stunting.
"Gerakan 3P ini bisa membantu mengurangi keberadaan gizi buruk. Peduli, mulai peduli lingkungan sekitar, lihat kondisi balita di keluarga atau lingkungan sekitar. Pahami, carilah informasi sebanyak mungkin, melalui media apapun tentang stunting atau kekurangan gizi kronik ini. Partisipasi, memberikan informasi yang benar pada keluarganya dan edukasi mereka," pungkasnya.
Maroli juga mengajak para milenial untuk ikut serta dalam pencegahan stunting dengan memposting di media sosial menggunakan tagar #SadarStunting.
Untuk milenial, terutama target remaja putri dan ibu muda, ada Gerakan Generasi Bersih dan Sehat (GENBEST), akun medsos melalui @genbestid dan laman www.genbest.id , sedangkan aplikasi ada "Anak Sehat" untuk promosi, edukasi dan deteksi dini stunting pada seseorang. Untuk tagar ada #SadarStunting, satu posting sudah berpartisipasi dalam pencegahan stunting.
(ven)