Kerugian Pertama Boeing Dalam Dua Dekade di Tengah Krisis 737 Max
A
A
A
CHICAGO - Boeing melaporkan kerugian pertama dalam lebih dari dua dekade secara tahunan, di tengah krisis 737 Max yang menghantam perusahaan yang berbasis di Chicago tersebut. Produsen pesawat kelas dunia dipaksa mengkandangkan seluruh pesawat 737 Max, dimana sebelumnya menjadi primadona dalam penjualan.
Larangan terbang terhadap 737 Max, merupakan buntut dari dua kecelakaan fatal yang melibatkan pesawat Boeing 737 Max 8. Lebih dari 340 orang tewas dalam kecelakaan tersebut, hingga membuat faktor keselamatan Boeing menjadi sorotan.
Sebelumnya diprediksi sebelum adanya larangan terbang 737 Max di seluruh dunia, pendapatan diyakini melampaui USD18 miliar. Akan tetapi dampaknya lebih besar terhadap keuangan perusahaan, dimana Boeing dipaksa menelan kerugian hingga mencapai sebesar USD636 juta untuk tahun 2019.
Penjualan menjadi sangat buruk dari yang diharapkan dalam tiga bulan terakhir, ketika produsen pesawat itu hanya mencetak pendapatan USD17,9 miliar. Angka itu jauh dari prediksi sebelumnya yakni USD21,7 miliar.
"Kami menyadari ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan," kata Bos Boeing yang baru diangkat yakni David Calhoun. Ia menggantikan Dennis Muilenburg yang dipecat akhir tahun lalu menyusul penanganan krisis di perusahaan.
"Kami fokus pada 737 Max agar bisa kembali terbang dan melayani dengan aman. Serta mengembalikan kepercayaan yang telah lama berdiri diwakili oleh publik yang ingin terbang bersama brand Boeing," kata Calhoun.
Pengeluaran terkait krisis 737 Max diperkirakan telah mencapai sekitar USD9 miliar, tapi pengumuman yang dirilis perusahaan menunjukkan tagihan bisa membengkak lebih dari dua kali lipat. Kembalinya 737 Max ke layanan penerbangan sempat beberapa kali tertunda.
Bahkan minggu lalu, armada Boeing diproyeksi belum bisa terbang sebelum musim panas tahun ini. Pihak Boeing sendiri telah menegaskan berulang kali, bahkan mereka telah bekerja melakukan perbaikan untuk mencoba mendapatkan kembali izin terbang 737 pesawat Max.
Larangan terbang terhadap 737 Max, merupakan buntut dari dua kecelakaan fatal yang melibatkan pesawat Boeing 737 Max 8. Lebih dari 340 orang tewas dalam kecelakaan tersebut, hingga membuat faktor keselamatan Boeing menjadi sorotan.
Sebelumnya diprediksi sebelum adanya larangan terbang 737 Max di seluruh dunia, pendapatan diyakini melampaui USD18 miliar. Akan tetapi dampaknya lebih besar terhadap keuangan perusahaan, dimana Boeing dipaksa menelan kerugian hingga mencapai sebesar USD636 juta untuk tahun 2019.
Penjualan menjadi sangat buruk dari yang diharapkan dalam tiga bulan terakhir, ketika produsen pesawat itu hanya mencetak pendapatan USD17,9 miliar. Angka itu jauh dari prediksi sebelumnya yakni USD21,7 miliar.
"Kami menyadari ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan," kata Bos Boeing yang baru diangkat yakni David Calhoun. Ia menggantikan Dennis Muilenburg yang dipecat akhir tahun lalu menyusul penanganan krisis di perusahaan.
"Kami fokus pada 737 Max agar bisa kembali terbang dan melayani dengan aman. Serta mengembalikan kepercayaan yang telah lama berdiri diwakili oleh publik yang ingin terbang bersama brand Boeing," kata Calhoun.
Pengeluaran terkait krisis 737 Max diperkirakan telah mencapai sekitar USD9 miliar, tapi pengumuman yang dirilis perusahaan menunjukkan tagihan bisa membengkak lebih dari dua kali lipat. Kembalinya 737 Max ke layanan penerbangan sempat beberapa kali tertunda.
Bahkan minggu lalu, armada Boeing diproyeksi belum bisa terbang sebelum musim panas tahun ini. Pihak Boeing sendiri telah menegaskan berulang kali, bahkan mereka telah bekerja melakukan perbaikan untuk mencoba mendapatkan kembali izin terbang 737 pesawat Max.
(akr)