DPR Sebut Penurunan Harga Gas Rugikan Industri Hulu Migas
A
A
A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah memikirkan kondisi industri minyak dan gas (migas) dari hulu hingga hilir jika ingin menurunkan harga gas di tingkat konsumen industri menjadi USD 6 per mmbtu.
Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron mengatakan, pemerintah harus melihat dampak dari sisi hulu ke hilir migas jika harga gas harus turun menjadi USD 6 per mmbtu. Hal ini untuk menghindari kerugian dan melemahnya geliat investasi pada sektor hulu migas.
“Saya kan pernah di komisi VII DPR, bagaimana menghitung terhadap berbagai instrumen yang menyebabkan kemudian berlaku harga saat ini,” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/2/2020).
Herman meminta agar sektor migas tidak terbebani akibat kebijakan penurunan harga gas, sehingga industri migas baik hulu hingga hilir dapat menjalankan investasinya. “Jangan sampai membebani di atas kemampuannya,” tandasnya.
Dia mengungkapkan, saat ini harga gas dari sisi hulu atau sumur berkisar pada USD7 hingga USD9 per mmbtu, jika ditambah biaya distribusi dan operasional makan tidak memungkinkan harga gas bumi turun menjadi USD6 per mmbtu. “Saya cek ke hulu, di hulu plus transportasi dan operasional, ya memang tidak memungkinkan,” cetusnya.
Menurut dia, jika harga gas dipaksa turun menjadi USD6 per mmbtu akan menimbukan kerugian bagi pelaku hulu migas dari hulu ke hilir. Sebab itu, pemerintah perlu memberikan insentif untuk menghindari kerugian terjadi.
”Sehingga kalau kemudian dipaksakan harga USD6 per mmbtu, tanpa ada dispensasi dari pemerintah, ya pasti akan rugi karena dengan business as usual tidak mungkin,” tuturnya.
Dia menyebutkan, dispensasi yang bisa diberikan adalah menurunkan harga gas bagian pemerintah dari produksi sumur migas dan menyubsidi pada biaya distribusi serta opersional.
”Kalau untungnya tidak besar, ya tidak apa-apa. Yang penting jangan rugi, karena kalau penugasan membuat korporasi rugi, ya berarti kita membuat pohon itu layu dan tdak berbuah nantinya. Harus ada dispensasi atau insentif dari pemerintah. Sehingga secara ekonomis bisa dijalankan dengan harga USD6 per mmbtu,” pungkasnya.
Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron mengatakan, pemerintah harus melihat dampak dari sisi hulu ke hilir migas jika harga gas harus turun menjadi USD 6 per mmbtu. Hal ini untuk menghindari kerugian dan melemahnya geliat investasi pada sektor hulu migas.
“Saya kan pernah di komisi VII DPR, bagaimana menghitung terhadap berbagai instrumen yang menyebabkan kemudian berlaku harga saat ini,” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/2/2020).
Herman meminta agar sektor migas tidak terbebani akibat kebijakan penurunan harga gas, sehingga industri migas baik hulu hingga hilir dapat menjalankan investasinya. “Jangan sampai membebani di atas kemampuannya,” tandasnya.
Dia mengungkapkan, saat ini harga gas dari sisi hulu atau sumur berkisar pada USD7 hingga USD9 per mmbtu, jika ditambah biaya distribusi dan operasional makan tidak memungkinkan harga gas bumi turun menjadi USD6 per mmbtu. “Saya cek ke hulu, di hulu plus transportasi dan operasional, ya memang tidak memungkinkan,” cetusnya.
Menurut dia, jika harga gas dipaksa turun menjadi USD6 per mmbtu akan menimbukan kerugian bagi pelaku hulu migas dari hulu ke hilir. Sebab itu, pemerintah perlu memberikan insentif untuk menghindari kerugian terjadi.
”Sehingga kalau kemudian dipaksakan harga USD6 per mmbtu, tanpa ada dispensasi dari pemerintah, ya pasti akan rugi karena dengan business as usual tidak mungkin,” tuturnya.
Dia menyebutkan, dispensasi yang bisa diberikan adalah menurunkan harga gas bagian pemerintah dari produksi sumur migas dan menyubsidi pada biaya distribusi serta opersional.
”Kalau untungnya tidak besar, ya tidak apa-apa. Yang penting jangan rugi, karena kalau penugasan membuat korporasi rugi, ya berarti kita membuat pohon itu layu dan tdak berbuah nantinya. Harus ada dispensasi atau insentif dari pemerintah. Sehingga secara ekonomis bisa dijalankan dengan harga USD6 per mmbtu,” pungkasnya.
(ind)