Tarif Baru Belum Diterapkan, Gapasdap Ancam Setop Operasi
A
A
A
JAKARTA - Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai dan Penyeberangan (Gapasdap) mengancam akan setop operasi jika permintaan penyesuaian tarif pada angkutan sungai dan penyeberangan tak direspon pemerintah.
Ketua Umum Gapasdap Khoiri Soetomo mengatakan, aksi setop mogok operasi tersebut setelah mempertimbangkan berbagai keputusan organisasi yang ada di tingkat daerah. “Kita sudah komitmen, setelah mempertimbangkan keputusan organisasi. Kami akan setop operasi,” ujarnya di Jakarta, Selasa (4/2/2020).
Menurut pelaku usaha, tarif angkutan sungai danau dan penyeberangan belum mengalami penyesuaian atau kenaikan tarif sejak April 2017. Pihak Gapasdap pun telah mengajukan surat mengenai rencana kenaikan tarif sejak tiga tahun lalu.
Dengan tarif yang masih sama, anggota Gapasdap yang terdiri atas 70 perusahaan dengan jumlah kapal penyeberangan sebanyak 432 kapal saat ini terus merosot dari sisi pendapatan.
“Kalau dibilang merosot ya sangat merosot. Anggota kami sudah ada yang ganti kepemilikan, ada yang berutang banyak sampai mau ditarik kapalnya. Kalau begini terus tentu sulit buat kami,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, pihaknya merspon cepat rencana Gapasdap yang akan melakukan setop operasi.
“Saya mohon maaf ya, mekanisme kenaikan tarif ini ada prosesnya dimana kita sudah sampaikan ke Kemenko Maritim. Perkembangan terakhir dari Kemenko Maritim dan Investasi masih membutuhkan data mengenai biaya operasional kapal dan biaya lain sebagai dasar operasi,” ungkapnya.
Dirjen Budi menjelaskan bahwa pihaknya bersama Kemenko Maritim dan Investasi akan bertemu malam ini (4/2) membahas soal kenaikan tarif tersebut.
“Kita pengennya sudah kelar Februari ini. Tapi saya optimis jika pertemuan bisa kelar antara Kemenko Maritim dan Investasi diwakili Pak Ridwan Djamaluddin dan saya perwakilan Kemenhub bersama Gapasdap, mudah-mudahan dalam waktu dekat ini,” ungkapnya.
Dirjen Budi menambahkan bahwa jika persyaratan bisa dipenuhi melalui rincian biaya tarif operasional dan lain-lain sebagai dasar operasi maka penerapan tarif baru bisa dilakukan.
“Harus dipertimbangkan juga bahwa selain Gapasdap juga ada Infa (Inonesian Ferry Associations) harus dicek juga kesimbangannnya,” pungkasnya.
Sekjen Gapasdap Aminuddin Rivai mengatakan, jika penerapan tarif masih menemui kendala, pihaknya akan menempuh semua jalur hingga akhirnya memutuskan setop operasi. Menurut dia, Gapasdap telah berkomitmen dalam dua minggu ke depan jika tak ada titik temu soal tarif, langkah hukum juga akan ditempuh.
“Termasuk berkonsultasi dengan MA mengenai keputusan yang harusnya menjadi kewenangan regulator dalam hal ini Kemenhub. Tentu kita komit, waktunya dua minggu ke depan kita tetapkan setop operasi,” pungkasnya.
Gapasdap mengajukan sejumlah faktor yang mempengaruhi kenaikan tarif. Diantaranya kenaikan upah minimum regional, kurs rupiah terhadap dolar serta banyaknya pertambahan jumlah kapal di beberapa lintas komersial yang mengakibatkan penurunan hari operasi dari 60% menjadi 40% per bulan.
Ketua Umum Gapasdap Khoiri Soetomo mengatakan, aksi setop mogok operasi tersebut setelah mempertimbangkan berbagai keputusan organisasi yang ada di tingkat daerah. “Kita sudah komitmen, setelah mempertimbangkan keputusan organisasi. Kami akan setop operasi,” ujarnya di Jakarta, Selasa (4/2/2020).
Menurut pelaku usaha, tarif angkutan sungai danau dan penyeberangan belum mengalami penyesuaian atau kenaikan tarif sejak April 2017. Pihak Gapasdap pun telah mengajukan surat mengenai rencana kenaikan tarif sejak tiga tahun lalu.
Dengan tarif yang masih sama, anggota Gapasdap yang terdiri atas 70 perusahaan dengan jumlah kapal penyeberangan sebanyak 432 kapal saat ini terus merosot dari sisi pendapatan.
“Kalau dibilang merosot ya sangat merosot. Anggota kami sudah ada yang ganti kepemilikan, ada yang berutang banyak sampai mau ditarik kapalnya. Kalau begini terus tentu sulit buat kami,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, pihaknya merspon cepat rencana Gapasdap yang akan melakukan setop operasi.
“Saya mohon maaf ya, mekanisme kenaikan tarif ini ada prosesnya dimana kita sudah sampaikan ke Kemenko Maritim. Perkembangan terakhir dari Kemenko Maritim dan Investasi masih membutuhkan data mengenai biaya operasional kapal dan biaya lain sebagai dasar operasi,” ungkapnya.
Dirjen Budi menjelaskan bahwa pihaknya bersama Kemenko Maritim dan Investasi akan bertemu malam ini (4/2) membahas soal kenaikan tarif tersebut.
“Kita pengennya sudah kelar Februari ini. Tapi saya optimis jika pertemuan bisa kelar antara Kemenko Maritim dan Investasi diwakili Pak Ridwan Djamaluddin dan saya perwakilan Kemenhub bersama Gapasdap, mudah-mudahan dalam waktu dekat ini,” ungkapnya.
Dirjen Budi menambahkan bahwa jika persyaratan bisa dipenuhi melalui rincian biaya tarif operasional dan lain-lain sebagai dasar operasi maka penerapan tarif baru bisa dilakukan.
“Harus dipertimbangkan juga bahwa selain Gapasdap juga ada Infa (Inonesian Ferry Associations) harus dicek juga kesimbangannnya,” pungkasnya.
Sekjen Gapasdap Aminuddin Rivai mengatakan, jika penerapan tarif masih menemui kendala, pihaknya akan menempuh semua jalur hingga akhirnya memutuskan setop operasi. Menurut dia, Gapasdap telah berkomitmen dalam dua minggu ke depan jika tak ada titik temu soal tarif, langkah hukum juga akan ditempuh.
“Termasuk berkonsultasi dengan MA mengenai keputusan yang harusnya menjadi kewenangan regulator dalam hal ini Kemenhub. Tentu kita komit, waktunya dua minggu ke depan kita tetapkan setop operasi,” pungkasnya.
Gapasdap mengajukan sejumlah faktor yang mempengaruhi kenaikan tarif. Diantaranya kenaikan upah minimum regional, kurs rupiah terhadap dolar serta banyaknya pertambahan jumlah kapal di beberapa lintas komersial yang mengakibatkan penurunan hari operasi dari 60% menjadi 40% per bulan.
(ind)