Perusahaan Asuransi Wajib Punya Direktur Kepatuhan, AAUI Nilai Jadi Beban
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Dalimunthe menilai untuk posisi Direktur Kepatuhan yang wajib bagi perusahaan asuransi, posisi tersebut sebaiknya bisa dirangkap oleh direktur yang membawahi fungsi selain fungsi pemasaran, teknik dan keuangan. Dengan demikian menurut hematnya tidak harus ada khusus direktur tersendiri.
Pasalnya berdasarkan survei yang dilakukan oleh AAUI, fungsi kepatuhan sudah dilaksanakan oleh semua level di perusahaan asuransi. "Memang ada hubungan dengan biaya atas pemenuhan direktur kepatuhan tersebut. Sementara fungsinya sudah relatif siap di unit-unit yang sudah ada. Ini akan menjadi tidak seimbang dengan biaya atas direktur lain yang memiliki fungsi-fungsi yang sudah ada," ujar Dody di Jakarta, Selasa (4/2/2020).
Sambung dia menerangkan, sejauh ini tata kelola perusahaan perasuransian sudah memiliki banyak regulasi yang menjaga. Namun masih kurang dalam pelaksanaan dan pengawasannya. Terkait pengawasan, regulator juga dapat melakukan pendekatan dengan memberikan sanksi jika terdapat pelanggaran. "Keberatan kami adalah pengawasan oleh regulator sebaiknya dilakukan dengan memahami karakteristik dan proses bisnis industri perasuransian," lanjut Dody.
Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu juga menuturkan, ketentuan Direktur Kepatuhan yang bisa diwakilkan sudah menghasilkan kondisi yang relatif baik. Dia mengakui kalau perusahaan asuransi dibebankan agar memiliki Direktur Kepatuhan yang khusus menangani satu bidang saja.
Hal itu berdampak akan ada biaya tambahan yang ditanggung perusahaan. "Penambahan biaya ini tentu akan berdampak kepada biaya premi. Pada akhirnya beban ini akan ditanggung oleh nasabah asuransi," ujar Togar.
Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih Djarot mengingatkan, OJK akan melakukan percepatan reformasi Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) termasuk asuransi. Perubahan akan dilakukan mulai dari pengaturan dan pengawasan, institusional IKNB termasuk mekanisme entry & exit policy, infrastruktur IKNB di antaranya sistem informasi, pelaporan ke OJK, keterbukaan, dan surveillance. "Terakhir yang disiapkan adalah persiapan RUU Program Penjaminan Polis," ujar Sekar.
Sebagai informasi OJK kini mewajibkan perusahaan asuransi untuk memiliki direktur kepatuhan atau anggota direksi yang membawahkan fungsi kepatuhan. Kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 43/2019 tentang Perubahan atas POJK Nomor 73/2016 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian.
Beleid tersebut mengatur bahwa perusahaan asuransi wajib memastikan kepatuhannya terhadap peraturan perundang-undangan, baik di bidang perasuransian maupun peraturan-peraturan lainnya.
POJK 43/2019 pun mewajibkan perusahaan asuransi untuk menunjuk satu orang anggota direksi yang membawahkan fungsi kepatuhan. Perusahaan dapat menunjuk direktur kepatuhan atau direktur lain yang merangkap fungsi tersebut dengan catatan tertentu.
Pasalnya berdasarkan survei yang dilakukan oleh AAUI, fungsi kepatuhan sudah dilaksanakan oleh semua level di perusahaan asuransi. "Memang ada hubungan dengan biaya atas pemenuhan direktur kepatuhan tersebut. Sementara fungsinya sudah relatif siap di unit-unit yang sudah ada. Ini akan menjadi tidak seimbang dengan biaya atas direktur lain yang memiliki fungsi-fungsi yang sudah ada," ujar Dody di Jakarta, Selasa (4/2/2020).
Sambung dia menerangkan, sejauh ini tata kelola perusahaan perasuransian sudah memiliki banyak regulasi yang menjaga. Namun masih kurang dalam pelaksanaan dan pengawasannya. Terkait pengawasan, regulator juga dapat melakukan pendekatan dengan memberikan sanksi jika terdapat pelanggaran. "Keberatan kami adalah pengawasan oleh regulator sebaiknya dilakukan dengan memahami karakteristik dan proses bisnis industri perasuransian," lanjut Dody.
Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu juga menuturkan, ketentuan Direktur Kepatuhan yang bisa diwakilkan sudah menghasilkan kondisi yang relatif baik. Dia mengakui kalau perusahaan asuransi dibebankan agar memiliki Direktur Kepatuhan yang khusus menangani satu bidang saja.
Hal itu berdampak akan ada biaya tambahan yang ditanggung perusahaan. "Penambahan biaya ini tentu akan berdampak kepada biaya premi. Pada akhirnya beban ini akan ditanggung oleh nasabah asuransi," ujar Togar.
Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih Djarot mengingatkan, OJK akan melakukan percepatan reformasi Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) termasuk asuransi. Perubahan akan dilakukan mulai dari pengaturan dan pengawasan, institusional IKNB termasuk mekanisme entry & exit policy, infrastruktur IKNB di antaranya sistem informasi, pelaporan ke OJK, keterbukaan, dan surveillance. "Terakhir yang disiapkan adalah persiapan RUU Program Penjaminan Polis," ujar Sekar.
Sebagai informasi OJK kini mewajibkan perusahaan asuransi untuk memiliki direktur kepatuhan atau anggota direksi yang membawahkan fungsi kepatuhan. Kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 43/2019 tentang Perubahan atas POJK Nomor 73/2016 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian.
Beleid tersebut mengatur bahwa perusahaan asuransi wajib memastikan kepatuhannya terhadap peraturan perundang-undangan, baik di bidang perasuransian maupun peraturan-peraturan lainnya.
POJK 43/2019 pun mewajibkan perusahaan asuransi untuk menunjuk satu orang anggota direksi yang membawahkan fungsi kepatuhan. Perusahaan dapat menunjuk direktur kepatuhan atau direktur lain yang merangkap fungsi tersebut dengan catatan tertentu.
(akr)