Penyelewengan BBM Marak, BPH Migas Salahkan Digitalisasi Nozzle SPBU Lamban
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyalahkan PT Pertamina (Persero) terkait meningkatnya penyelewengan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar di lapangan. Kepala BPH Migas Fanshurullan Asa mengatakan, maraknya penyelewengan BBM bersubsidi disebabkan lantaran lambatnya Pertamina melaksanakan program digitalisasi nozzle di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Padahal program digitalisasi nozzle SPBU penting segera dituntaskan supaya BPH Migas mendapatkan validasi data konsumsi secara detail. "Sudah dari 2013 ini kami minta tapi nggak selesai-selesai. Padahal digitalisasi SPBU ini harapan kami terakhir,” ujar Fanshurullan Asa saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR Jakarta, Rabu (12/2/2020).
Menurut dia tanpa adanya digitalisasi nozzle SPBU secara menyeluruh maka sulit mendapatkan data yang akurat. Bahkan pihaknya mengaku data konsumsi BBM bersubsidi yang selama ini diberikan Pertamina kepada BPH Migas tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Bahkan sampai saat ini, kata dia, Pertamina belum melaporkan data konsumsi secara riil kepada BPH Migas.
“Pertamina belum kasih data ke kami secara riil sehingga kami hanya memantau data konsumsi saja. Apakah itu tepat sasaran atau tidak sampai sekarang belum ada datanya,” ungkapnya.
Untuk itu, Ifan meminta kepada Pertamina supaya segera menyelesaikan digitalisasi nozzle SPBU supaya penyelwengan dilapangan dapat diminimalisir. Pasalnya tanpa basis data digital BPH Migas sulit melakukan pengawasan. “Kami minta Juni ini digitalisasi SPBU sudah rampung dan terkoneksi langsung ke BPH Migas,” kata dia.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR Hari Purnomo menyalahkan BPH Migas karena menyalahkan Pertamina. Seharusnya, kata dia, tugas BPH Migas mengawasi liarnya distribusi BBM subsidi di lapangan. Pasalnya Pertamina hanya sebagai badan usaha yang ditunjuk untuk menyalurkan BBM subsidi.
“Fungsi pelaksana penyediaan hingga pengawasan sesuai undang-undang ada di BPH Migas. Kalau terjadi over kuota akibat diselewengkan seharusnya BPH Migas yang bertanggung jawab sepenuhnya,” jelasnya.
Berdasarkan data BPH Migas, realisasi kuota solar subsidi sepanjang 2019 sebesar 16,2 juta kiloter (kl). Adapun jumlah tersebut telah melebihi kuota yang ditetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar 14,5 juta kl.
Padahal program digitalisasi nozzle SPBU penting segera dituntaskan supaya BPH Migas mendapatkan validasi data konsumsi secara detail. "Sudah dari 2013 ini kami minta tapi nggak selesai-selesai. Padahal digitalisasi SPBU ini harapan kami terakhir,” ujar Fanshurullan Asa saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR Jakarta, Rabu (12/2/2020).
Menurut dia tanpa adanya digitalisasi nozzle SPBU secara menyeluruh maka sulit mendapatkan data yang akurat. Bahkan pihaknya mengaku data konsumsi BBM bersubsidi yang selama ini diberikan Pertamina kepada BPH Migas tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Bahkan sampai saat ini, kata dia, Pertamina belum melaporkan data konsumsi secara riil kepada BPH Migas.
“Pertamina belum kasih data ke kami secara riil sehingga kami hanya memantau data konsumsi saja. Apakah itu tepat sasaran atau tidak sampai sekarang belum ada datanya,” ungkapnya.
Untuk itu, Ifan meminta kepada Pertamina supaya segera menyelesaikan digitalisasi nozzle SPBU supaya penyelwengan dilapangan dapat diminimalisir. Pasalnya tanpa basis data digital BPH Migas sulit melakukan pengawasan. “Kami minta Juni ini digitalisasi SPBU sudah rampung dan terkoneksi langsung ke BPH Migas,” kata dia.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR Hari Purnomo menyalahkan BPH Migas karena menyalahkan Pertamina. Seharusnya, kata dia, tugas BPH Migas mengawasi liarnya distribusi BBM subsidi di lapangan. Pasalnya Pertamina hanya sebagai badan usaha yang ditunjuk untuk menyalurkan BBM subsidi.
“Fungsi pelaksana penyediaan hingga pengawasan sesuai undang-undang ada di BPH Migas. Kalau terjadi over kuota akibat diselewengkan seharusnya BPH Migas yang bertanggung jawab sepenuhnya,” jelasnya.
Berdasarkan data BPH Migas, realisasi kuota solar subsidi sepanjang 2019 sebesar 16,2 juta kiloter (kl). Adapun jumlah tersebut telah melebihi kuota yang ditetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar 14,5 juta kl.
(akr)