Garap Industri Budidaya Lobster Nasional, KKP Benahi 6 Tantangan
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menyiapkan berbagai strategi untuk mendorong industri budidaya lobster nasional. Ada enam tantangan yang harus dibenahi dengan melibatkan semua pemangku kepentingan.
Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto mengatakan, langkah mendorong budidaya lobster merujuk pada masukan dan keinginan masyarakat untuk bisa membudidayakan benih lobster.
Lebih dari itu, budidaya dianggap strategis dan memberikan peran ganda, untuk kepentingan ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya benih menjadi nilai ekonomi dan memperluas lapangan kerja bagi masyarakat pesisir.
Budidaya juga berdampak positif bagi lingkungan yakni sebagai buffer stock lobster melalui restocking sesuai fase atau siklus hidup lobster yang aman sesuai relung ekologisnya.
"Kata kunci pemanfaatan nilai ekonomi dan perlindungan kelestarian sumber daya benih lobster sebenarnya ya di budidaya. Oleh karena itu, tidak ada alasan ke depan untuk tidak mendorong industri budidaya lobster nasional," ujar Slamet dalam keterangan persnya, Jumat (14/2/2020).
Meski demikian, Slamet menjelaskan, pengembangan industri budidaya nasional masih membutuhkan waktu dan beberapa pekerjaan rumah yang harus dicarikan solusinya.
Setidaknya ada enam tantangan dalam pengembangan industri budidaya, termasuk lobster, yakni masalah pakan, benih, penyakit, produktivitas, performa produk dan tata niaga pasar.
Slamet menargetkan dalam waktu maksimal dua tahun ini, keenam tantangan ini bisa clear dibenahi dengan melibatkan kerjasama antar stakeholders. Upaya mendorong kebijakan industri budidaya lobster nasional ini menjadi agenda prioritas nasional, bukan hanya sektoral dalam hal ini KKP saja. "Segera akan kita susun action plannya," tegas dia.
Slamet membeberkan strategi untuk menyelesaikan enam tantangan tersebut. Pertama, terkait pakan pihaknya akan mulai memetakan spot-spot ketersediaan sumber pakan segar seperti kekerangan yang mendekati kawasan budidaya. Upaya yang akan dilakukan, yaitu dengan membangun sentra budidaya kekerangan di sekitar kawasan budidaya lobster untuk suplai kebutuhan pakan segar, disamping mendorong UPT untuk melakukan perekayasaan formula pakan buatan yang efisien.
Kedua, terkait benih saat ini KKP tengah menjajaki kerjasama dengan Univetsitas Tasmania dalam hal improve teknologi perbenihan. Ketiga, kaitannya dengan produktivitas dan pengendalian penyakit, KKP akan mendorong UPT melakukan riset dan perekayasaan teknologi yang fokus pada peningkatan produktivitas dan SR, begitu halnya dengan kualitas atau performa produk hasil panennya.
Sedangkan yang terakhir, mengenai penataan di hilir yakni tata niaga pasar sebagai upaya meningkatkan nilai tambah bagi pembudidaya. Sebagaimana diketahui, produk lobster ukuran konsumsi asal Vietnam memiliki harga jual yang tinggi dan terpaut jauh dengan Indonesia. Menurut Slamet, ini yang perlu dibenahi terutama memperbaiki performa produk hasil budidaya dan mengefisiensikan rantai distribusi pasarnya.
Untuk mempersingkat perputaran ekonomi dan pelibatan lebih banyak lagi tenaga kerja, KKP akan menerapkan manajemen produksi dengan pola segmentasi. "Nanti dalam hal proses produksi budidaya akan kita atur proses bisnisnya dengan pola segmentasi. Segmen usaha tersebut yakni pendederan I untuk ukuran 0,5 gram - 5 gram; pendederan II ukuran 5 gram - 50 gram; dan fase pembesaran yakni mulai ukuran 50 gram - 200 gram atau ukuran konsumsi. Pola ini akan memungkinkan cash flow yang singkat dan lebih banyak melibatkan pembudidaya dan tenaga kerja baru," beber Slamet.
Dia menambahkan, saat ini KKP melalui Ditjen Perikanan Budidaya telah menyiapkan pedoman teknis sebagai acuan pembudidayaan lobster berkelanjutan. Pedoman ini juga mengatur bagaimana kegiatan pembudidayan lobster dengan mempertimbangkan pemetaan lokasi, registrasi pembudidaya lobster, penetapan quota tangkap benih dan pengaturan re-stocking. Untuk mempercepat alih terap teknologi, KKP juga akan mendorong percontohan inovasi teknologi budidaya lobster di beberapa lokasi.
"Saya mengajak seluruh stakeholders, utamanya para pengusaha swasta nasional untuk berperan meningkatkan investasi pada industri budidaya lobster nasional. Kita harus mampu mengungguli Vietnam sebagai eksportir lobster terbesar dunia dengan nilai devisa yang besar dan itu mengandalkan hasil budidaya. Kita, punya sumber daya benih melimpah dan kini saatnya untuk bisa mandiri menjadikan sebagai sumber ekonomi," tuturnya.
Sekedar informasi, KKP masih menggodok rencana perubahan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016, khususnya berkaitan dengan substansi tata kelola benih lobster.
Sebelumnya dalam ajang Konsultasi Publik I yang difasilitasi Komisi Pemangku Kepentingan KKP, Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo menegaskan pihaknya masih menggodok dan membuka masukan dari stakeholders.
Dia memastikan bahwa kebijakan yang diambil nantinya tidak salah arah. Ia menegaskan tidak ingin terburu buru dalam mengambik keputusan dan selalu akan berpijak pada kajian ilmiah dan input saran dari stakeholders.
Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto mengatakan, langkah mendorong budidaya lobster merujuk pada masukan dan keinginan masyarakat untuk bisa membudidayakan benih lobster.
Lebih dari itu, budidaya dianggap strategis dan memberikan peran ganda, untuk kepentingan ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya benih menjadi nilai ekonomi dan memperluas lapangan kerja bagi masyarakat pesisir.
Budidaya juga berdampak positif bagi lingkungan yakni sebagai buffer stock lobster melalui restocking sesuai fase atau siklus hidup lobster yang aman sesuai relung ekologisnya.
"Kata kunci pemanfaatan nilai ekonomi dan perlindungan kelestarian sumber daya benih lobster sebenarnya ya di budidaya. Oleh karena itu, tidak ada alasan ke depan untuk tidak mendorong industri budidaya lobster nasional," ujar Slamet dalam keterangan persnya, Jumat (14/2/2020).
Meski demikian, Slamet menjelaskan, pengembangan industri budidaya nasional masih membutuhkan waktu dan beberapa pekerjaan rumah yang harus dicarikan solusinya.
Setidaknya ada enam tantangan dalam pengembangan industri budidaya, termasuk lobster, yakni masalah pakan, benih, penyakit, produktivitas, performa produk dan tata niaga pasar.
Slamet menargetkan dalam waktu maksimal dua tahun ini, keenam tantangan ini bisa clear dibenahi dengan melibatkan kerjasama antar stakeholders. Upaya mendorong kebijakan industri budidaya lobster nasional ini menjadi agenda prioritas nasional, bukan hanya sektoral dalam hal ini KKP saja. "Segera akan kita susun action plannya," tegas dia.
Slamet membeberkan strategi untuk menyelesaikan enam tantangan tersebut. Pertama, terkait pakan pihaknya akan mulai memetakan spot-spot ketersediaan sumber pakan segar seperti kekerangan yang mendekati kawasan budidaya. Upaya yang akan dilakukan, yaitu dengan membangun sentra budidaya kekerangan di sekitar kawasan budidaya lobster untuk suplai kebutuhan pakan segar, disamping mendorong UPT untuk melakukan perekayasaan formula pakan buatan yang efisien.
Kedua, terkait benih saat ini KKP tengah menjajaki kerjasama dengan Univetsitas Tasmania dalam hal improve teknologi perbenihan. Ketiga, kaitannya dengan produktivitas dan pengendalian penyakit, KKP akan mendorong UPT melakukan riset dan perekayasaan teknologi yang fokus pada peningkatan produktivitas dan SR, begitu halnya dengan kualitas atau performa produk hasil panennya.
Sedangkan yang terakhir, mengenai penataan di hilir yakni tata niaga pasar sebagai upaya meningkatkan nilai tambah bagi pembudidaya. Sebagaimana diketahui, produk lobster ukuran konsumsi asal Vietnam memiliki harga jual yang tinggi dan terpaut jauh dengan Indonesia. Menurut Slamet, ini yang perlu dibenahi terutama memperbaiki performa produk hasil budidaya dan mengefisiensikan rantai distribusi pasarnya.
Untuk mempersingkat perputaran ekonomi dan pelibatan lebih banyak lagi tenaga kerja, KKP akan menerapkan manajemen produksi dengan pola segmentasi. "Nanti dalam hal proses produksi budidaya akan kita atur proses bisnisnya dengan pola segmentasi. Segmen usaha tersebut yakni pendederan I untuk ukuran 0,5 gram - 5 gram; pendederan II ukuran 5 gram - 50 gram; dan fase pembesaran yakni mulai ukuran 50 gram - 200 gram atau ukuran konsumsi. Pola ini akan memungkinkan cash flow yang singkat dan lebih banyak melibatkan pembudidaya dan tenaga kerja baru," beber Slamet.
Dia menambahkan, saat ini KKP melalui Ditjen Perikanan Budidaya telah menyiapkan pedoman teknis sebagai acuan pembudidayaan lobster berkelanjutan. Pedoman ini juga mengatur bagaimana kegiatan pembudidayan lobster dengan mempertimbangkan pemetaan lokasi, registrasi pembudidaya lobster, penetapan quota tangkap benih dan pengaturan re-stocking. Untuk mempercepat alih terap teknologi, KKP juga akan mendorong percontohan inovasi teknologi budidaya lobster di beberapa lokasi.
"Saya mengajak seluruh stakeholders, utamanya para pengusaha swasta nasional untuk berperan meningkatkan investasi pada industri budidaya lobster nasional. Kita harus mampu mengungguli Vietnam sebagai eksportir lobster terbesar dunia dengan nilai devisa yang besar dan itu mengandalkan hasil budidaya. Kita, punya sumber daya benih melimpah dan kini saatnya untuk bisa mandiri menjadikan sebagai sumber ekonomi," tuturnya.
Sekedar informasi, KKP masih menggodok rencana perubahan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016, khususnya berkaitan dengan substansi tata kelola benih lobster.
Sebelumnya dalam ajang Konsultasi Publik I yang difasilitasi Komisi Pemangku Kepentingan KKP, Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo menegaskan pihaknya masih menggodok dan membuka masukan dari stakeholders.
Dia memastikan bahwa kebijakan yang diambil nantinya tidak salah arah. Ia menegaskan tidak ingin terburu buru dalam mengambik keputusan dan selalu akan berpijak pada kajian ilmiah dan input saran dari stakeholders.
(ind)