KKP Pastikan Pengaturan BBL Jaga Keberlanjutan Budidaya Lobster
loading...
A
A
A
LOMBOK - Kementerian Kelautan dan Perikanan ( KKP ) memastikan pengaturan ulang pengelolaan benih bening lobster (BBL), kepiting, dan rajungan yang saat ini sedang memasuki tahapan konsultasi publik, dimaksudkan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya serta memperkuat pengembangan budi daya. Hal tersebut dapat dilihat salah satunya melalui pengaturan penangkapan BBL berbasis kuota serta upaya KKP dalam pengembangan budidaya BBL melalui dukungan alih teknologi dan investasi.
Kepala Biro Hukum Kementerian Kelautan dan Perikanan, Effin Martiana menyampaikan bahwa penangkapan BBL dapat dilakukan untuk pembudidayaan. Penangkapan BBL didasarkan pada kuota penangkapan BBL.
"Termasuk pelaksanaan penangkapan BBL ini wajib memiliki perizinan berusaha dan ada mekanisme pelaporan secara berjenjang, agar dapat dipantau secara ketat," ujar Effin dalam Forum Konsultasi Publik Dengan Stakeholder Perikanan yang berlangsung di Lombok pada Jumat (13/10/2023).
Adapun kuota penangkapan BBL ditetapkan oleh Menteri KP berdasarkan potensi sumber daya ikan yang tersedia dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) dengan mempertimbangkan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan. Selain itu, penangkapan BBL juga wajib menggunakan alat penangkapan Ikan yang bersifat pasif dan ramah lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Effin juga menegaskan bahwa tata kelola BBL ini mengedepankan pengembangan pembudidayaan BBL baik melalui skema budi daya di dalam Wilayah Negara Indonesia maupun di luar Wilayah Negara Indonesia.
Adapun terkait dengan pembudidayaan BBL yang dilakukan di luar wilayah negara Indonesia, Effin menjelaskan bahwa hal tersebut dilaksanakan dengan skema investasi yang mengharuskan investor melakukan pembudidayaan di Indonesia.
Selain itu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi seperti adanya perjanjian antar pemerintah dengan pemerintah negara asal investor, kewajiban membentuk Perusahaan Terbatas berbadan hukum Indonesia, bekerja sama dengan BLU Perikanan Budi Daya dan memperoleh BBL dari BLU serta melaksanakan kewajiban pelepasliaran BBL sebanyak dua persen setiap panen.
"Dalam pengaturan investasi budi daya BBL ini ada prosedur yang ketat yang tujuannya adalah untuk proses alih teknologi sehingga budidaya dalam negeri semakin berkembang," ujar Effin.
Hal senada disampaikan oleh Aris Budiarto yang mewakili Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan. Aris menyampaikan bahwa untuk mendorong penangkapan BBL harus dilakukan secara berkelanjutan.
Oleh sebab itu, KKP saat ini sedang melakukan kajian bersama dengan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (KOMNAS KAJISKAN) untuk menentukan Potensi sumber daya ikan yang tersedia dan JTB dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan yang akan dijadikan dasar dalam penetapan kuota penangkapan BBL
Kepala Biro Hukum Kementerian Kelautan dan Perikanan, Effin Martiana menyampaikan bahwa penangkapan BBL dapat dilakukan untuk pembudidayaan. Penangkapan BBL didasarkan pada kuota penangkapan BBL.
"Termasuk pelaksanaan penangkapan BBL ini wajib memiliki perizinan berusaha dan ada mekanisme pelaporan secara berjenjang, agar dapat dipantau secara ketat," ujar Effin dalam Forum Konsultasi Publik Dengan Stakeholder Perikanan yang berlangsung di Lombok pada Jumat (13/10/2023).
Adapun kuota penangkapan BBL ditetapkan oleh Menteri KP berdasarkan potensi sumber daya ikan yang tersedia dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) dengan mempertimbangkan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan. Selain itu, penangkapan BBL juga wajib menggunakan alat penangkapan Ikan yang bersifat pasif dan ramah lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Effin juga menegaskan bahwa tata kelola BBL ini mengedepankan pengembangan pembudidayaan BBL baik melalui skema budi daya di dalam Wilayah Negara Indonesia maupun di luar Wilayah Negara Indonesia.
Adapun terkait dengan pembudidayaan BBL yang dilakukan di luar wilayah negara Indonesia, Effin menjelaskan bahwa hal tersebut dilaksanakan dengan skema investasi yang mengharuskan investor melakukan pembudidayaan di Indonesia.
Selain itu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi seperti adanya perjanjian antar pemerintah dengan pemerintah negara asal investor, kewajiban membentuk Perusahaan Terbatas berbadan hukum Indonesia, bekerja sama dengan BLU Perikanan Budi Daya dan memperoleh BBL dari BLU serta melaksanakan kewajiban pelepasliaran BBL sebanyak dua persen setiap panen.
"Dalam pengaturan investasi budi daya BBL ini ada prosedur yang ketat yang tujuannya adalah untuk proses alih teknologi sehingga budidaya dalam negeri semakin berkembang," ujar Effin.
Hal senada disampaikan oleh Aris Budiarto yang mewakili Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan. Aris menyampaikan bahwa untuk mendorong penangkapan BBL harus dilakukan secara berkelanjutan.
Oleh sebab itu, KKP saat ini sedang melakukan kajian bersama dengan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (KOMNAS KAJISKAN) untuk menentukan Potensi sumber daya ikan yang tersedia dan JTB dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan yang akan dijadikan dasar dalam penetapan kuota penangkapan BBL