Formula Upah Minimum Berubah, Stafsus Jokowi: Agar Investor Bertahan
A
A
A
JAKARTA - Formula upah minimum menjadi salah satu yang diubah dalam Omnibus Law Cipta Kerja yang drafnya telah diserahkan secara resmi oleh pemerintah kepada DPR untuk segera dibahas. Terkait hal itu, Istana menyebut perubahan tersebut untuk menjaga para investor tetap bertahan di Indonesia.
Seperti diketahui di dalam omnibus law ini penentuan upah minimum tidak lagi didasarkan pada besaran inflasi. Selain itu mengganti variabel pertumbuhan ekonomi nasional menjadi pertumbuhan ekonomi provinsi. Tak hanya itu yang berlaku hanyalah upah minimum provinsi (UMP).
“Kalau dari para konsultan membandingkan dnegan negara-negara tetangga, suka tidak suka upah minimum kita jauh di atas rata-rata negara lain,” kata Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono di Gedung Sekretariat Kabinet, Jumat (21/2/2020).
Dia mengatakan, jika dilihat dari kacamata bisnis tentunya para investor akan lebih memilihi berusaha dengan biaya yang murah. Maka dari itu perlu dilihat besaran upah minimum rasional atau tidak. Jika tidak, maka akan membuat para investor angkat kaki dan pindah ke daerah yang biayanya lebih rendah.
“Alhasil apa? Kontraproduktif karena pengusaha pindah. Menambah angka pengangguran dan pindah ke daerah lain. Engga masuk ke ekonomiannya kalau cost tinggi, gak bisa dijustify lagi. Ujung-ujungnya gulung tikar dan yang rugi buruh pekerja,” ungkapnya.
Namun begitu Dini menegaskan, bahwa bukan berarti aturan ini dapat menurunkan upah pekerja. Pasalnya sebagaimana pesan presiden upah minimum jangan sampai turun.
“Presiden jelas mau undang-undang ini menggenjot investasi dan menciptakan lapangan kerja lebih luas bagi rakyat Indonesia tapi jangan sampai upah minimum turun,” pungkasnya.
Sebelumnya Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan salah satu alasan perubahan formula upah minimum tersebut agar industri lebih mudah untuk berinvestasi di suatu daerah. Sebab, upah minimum nantinya dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi daerah.
Dengan demikian, industri dapat menyesuaikan biaya produksinya di daerah tersebut. Selama ini, upah minimum menggunakan formula pertumbuhan ekonomi nasional dan inflasi. Formula tersebut dianggap tak dapat mencerminkan kondisi yang terjadi di daerah dan membuat pihak industri enggan berinvestasi.
Perubahan formula upah minimum di rancangan Omnibus Law Cipta Kerja termaktub dalam Pasal 88A-88G di Bab IV Ketenagakerjaan. Dalam draf aturan tersebut, pemerintah hanya akan menetapkan upah minimum provinsi (UMP). Upah minimum dihitung dengan menggunakan formula penghitungan UMt+1 = UMt + (UMt x %PEt).
Ini artinya kenaikan upah minimum tahun depan dihitung dari upah minimum tahun berjalan (UMt) serta besaran PDB wilayah provinsi. Adapun, upah minimum untuk industri padat karya ditetapkan dengan formula berbeda. Formula upah minimum ini berlaku bagi buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun.
Seperti diketahui di dalam omnibus law ini penentuan upah minimum tidak lagi didasarkan pada besaran inflasi. Selain itu mengganti variabel pertumbuhan ekonomi nasional menjadi pertumbuhan ekonomi provinsi. Tak hanya itu yang berlaku hanyalah upah minimum provinsi (UMP).
“Kalau dari para konsultan membandingkan dnegan negara-negara tetangga, suka tidak suka upah minimum kita jauh di atas rata-rata negara lain,” kata Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono di Gedung Sekretariat Kabinet, Jumat (21/2/2020).
Dia mengatakan, jika dilihat dari kacamata bisnis tentunya para investor akan lebih memilihi berusaha dengan biaya yang murah. Maka dari itu perlu dilihat besaran upah minimum rasional atau tidak. Jika tidak, maka akan membuat para investor angkat kaki dan pindah ke daerah yang biayanya lebih rendah.
“Alhasil apa? Kontraproduktif karena pengusaha pindah. Menambah angka pengangguran dan pindah ke daerah lain. Engga masuk ke ekonomiannya kalau cost tinggi, gak bisa dijustify lagi. Ujung-ujungnya gulung tikar dan yang rugi buruh pekerja,” ungkapnya.
Namun begitu Dini menegaskan, bahwa bukan berarti aturan ini dapat menurunkan upah pekerja. Pasalnya sebagaimana pesan presiden upah minimum jangan sampai turun.
“Presiden jelas mau undang-undang ini menggenjot investasi dan menciptakan lapangan kerja lebih luas bagi rakyat Indonesia tapi jangan sampai upah minimum turun,” pungkasnya.
Sebelumnya Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan salah satu alasan perubahan formula upah minimum tersebut agar industri lebih mudah untuk berinvestasi di suatu daerah. Sebab, upah minimum nantinya dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi daerah.
Dengan demikian, industri dapat menyesuaikan biaya produksinya di daerah tersebut. Selama ini, upah minimum menggunakan formula pertumbuhan ekonomi nasional dan inflasi. Formula tersebut dianggap tak dapat mencerminkan kondisi yang terjadi di daerah dan membuat pihak industri enggan berinvestasi.
Perubahan formula upah minimum di rancangan Omnibus Law Cipta Kerja termaktub dalam Pasal 88A-88G di Bab IV Ketenagakerjaan. Dalam draf aturan tersebut, pemerintah hanya akan menetapkan upah minimum provinsi (UMP). Upah minimum dihitung dengan menggunakan formula penghitungan UMt+1 = UMt + (UMt x %PEt).
Ini artinya kenaikan upah minimum tahun depan dihitung dari upah minimum tahun berjalan (UMt) serta besaran PDB wilayah provinsi. Adapun, upah minimum untuk industri padat karya ditetapkan dengan formula berbeda. Formula upah minimum ini berlaku bagi buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun.
(akr)