Indonesia-Belanda Perkuat Kerjasama Perdagangan hingga Pariwisata
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menggelar pertemuan bilateral dengan Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Kerjasama Pembangunan Kerajaan Belanda Sigrid Kaag untuk membahas potensi kerja sama dalam bidang perdagangan, investasi dan pariwisata. Kerjasama tiga sektor ini seiring kunjungan bilateral Raja Belanda Willem Alexander ke Indonesia.
"Saya berharap kunjungan bilateral yang dipimpin Raja Belanda, kedua negara dapat memperoleh hasil untuk meningkatkan kerjasama bilateral, khususnya sektor ekonomi, perdagangan dan investasi. Saya yakin masih ada potensi yang masih dapat dieksplorasi meskipun ada tantangan global yang kita hadapi," ujar Airlangga di Jakarta, Selasa (10/3/2020).
Dia pun melanjutkan Indonesia dan Belanda juga harus lebih memperkuat kerjasama ekonomi, salah satunya dengan selesainya negosiasi dalam perjanjian Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).
"Saya sangat berharap kedua negara dapat memiliki upaya terbaik dan menjaga level antusiasme untuk menyelesaikan negosiasi itu sesuai yang dijadwalkan. Saya juga mohon bantuan dari Belanda supaya negosiasi ini dapat diselesaikan dalam round yang lebih sedikit," sambungnya.
Negosiasi Indonesia-Uni Eropa CEPA telah dilaksanakan sebanyak 9 kali; yang terakhir diadakan di Brussels Belgia (Desember 2019). Yang ke 10 direncanakan diadakan di Bali pada Maret ini, namun masih ditunda dikarenakan peristiwa menyebarnya virus Covid-19.
Menko Airlangga juga memaparkan mengenai reformasi regulasi di Indonesia yang diwujudkan dalam penciptaan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) dan Perpajakan. Hal tersebut dilatarbelakangi visi Presiden Joko Widodo untuk Indonesia menjadi negara maju pada 2045.
Kalau RUU tersebut sudah disahkan menjadi UU oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), diharapkan akan mengurangi hambatan dalam masuknya investasi ke dalam negeri untuk penciptaan lapangan kerja baru.
Dalam portofolio yang diawasi Kemenko Perekonomian, Presiden Jokowi juga mengarahkan fokus perekonomian ke depan untuk meningkatkan ekspor dan investasi. "Kami juga memperluas pasar ekspor melalui perjanjian perdagangan (dengan Eropa, Afrika, ASEAN, dan 6 negara lainnya yaitu China, Jepang, India, Australia dan Selandia Baru), serta mendukung transformasi ekonomi melalui reformasi struktural," ucap Airlangga.
Dalam kesempatan yang sama Mendag Sigrid mengungkapkan jika Belanda akan semakin membuka peluang kerjasama dengan Indonesia, terutama di sektor maritim, logistik, ketahanan pangan, dan pendidikan. Saat ini, Belanda sudah makin mengembangkan jangkauan dari universitas-universitas terbaiknya untuk meraih "pasar" mahasiswa internasional.
"Maka itu, Belanda membuka diri apabila Indonesia memberikan kesempatan berinvestasi di dunia pendidikan, baik untuk pendidikan tinggi maupun pelatihan vokasi. Termasuk membuka kesempatan seluasnya bagi mahasiswa Indonesia belajar ke sana melalui beasiswa Nuffic-Neso, serta menyediakan sistem pembelajaran online menggunakan teknologi terkini," katanya.
Belanda juga akan terus menjalin hubungan ekonomi yang baik dengan Indonesia, mengingat beberapa perusahaan multi nasional milik negara tersebut sudah beroperasi di Indonesia dalam jangka waktu sangat lama. Mereka juga berharap proses berinvestasi untuk ekspansi usaha perusahaan-perusahaan tersebut akan semakin mudah dengan adanya reformasi regulasi di Indonesia.
"Usaha mereformasi regulasi adalah tugas yang cukup menantang. Maka itu, kami dukung usaha tersebut (untuk Indonesia)," tutupnya.
Sebagai informasi, beberapa perusahaan terbesar Belanda yang beroperasi di Indonesia antara lain Unilever (fast moving consumer goods/FMCG), Phillips/Signify (elektronik), Royal Vopak (terminal), Shell (energi), Port of Rotterdam (pelabuhan), ABN Amro (bank), dan TNT (jasa kurir/logistik).
Sementara itu, pada 2018, Belanda adalah mitra dagang terbesar ke-15 dan investor terbesar ke-9 bagi Indonesia. Perdagangan bilateral dengan negara kincir angin ini selalu menunjukkan surplus bagi Indonesia. Pada tahun tersebut pula, nilai perdagangan bilateral mencapai USD5,14 miliar, di mana ekspor mencapai USD3,90 miliar dan impor senilai USD1,24 miliar. Sedangkan di 2019, nilai total perdagangan kedua negara menurun 21,7% sehingga menjadi USD4,2 miliar.
Belanda juga merupakan negara tujuan ekspor terbesar ke-11 bagi Indonesia, dengan komoditas utama (berdasarkan HS4) antara lain: minyak sawit (19,16%), kopra (11,31%), asam lemak monokarboksilat (10,69%), asam monokarboksilat asiklik tak jenuh (5,97%), timah (5,41%). Sementara itu, komoditas impor Indonesia dari Belanda, yaitu: distilasi coal tar (25,17%), kendaraan angkutan barang (7,10%), minyak bumi (4,39%), benang tow artifisial (2,64%), bahan makanan (2,12%).
Sementara, realisasi investasi sektor riil Belanda di Indonesia pada 2019 mencapai USD2,5 miliar untuk 11.040 proyek atau meningkat 122% jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Dari sisi pariwisata, jumlah wisatawan Belanda ke Indonesia pada 2019 sebanyak 215.287 orang, menempati urutan ke-4 terbesar dari Eropa dan ke-16 dari seluruh dunia. Tren peningkatan kunjungan rata-rata 4,88% per tahun sejak 2014.
Belanda merupakan salah satu penyumbang terbesar bagi pasar pariwisata Indonesia dari Eropa dengan durasi kunjungan rata-rata lebih dari dua minggu, dengan perkiraan jumlah devisa asing yang didapatkan mencapai lebih dari USD200 juta per tahun.
Di samping itu, Belanda merupakan salah satu negara yang menolak adanya pelarangan minyak sawit, serta berpandangan perlunya meningkatkan dialog dan kerja sama yang lebih erat dengan negara-negara produsen minyak kelapa sawit.
Pada 26 September 2019, kedua negara telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) Joint Production on Sustainable Palm Oil (yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Indonesia dan Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Kerjasama Pembangunan Belanda) yang difokuskan pada pemberdayaan petani kecil dalam memenuhi sertifikasi ISPO.
"Saya berharap kunjungan bilateral yang dipimpin Raja Belanda, kedua negara dapat memperoleh hasil untuk meningkatkan kerjasama bilateral, khususnya sektor ekonomi, perdagangan dan investasi. Saya yakin masih ada potensi yang masih dapat dieksplorasi meskipun ada tantangan global yang kita hadapi," ujar Airlangga di Jakarta, Selasa (10/3/2020).
Dia pun melanjutkan Indonesia dan Belanda juga harus lebih memperkuat kerjasama ekonomi, salah satunya dengan selesainya negosiasi dalam perjanjian Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).
"Saya sangat berharap kedua negara dapat memiliki upaya terbaik dan menjaga level antusiasme untuk menyelesaikan negosiasi itu sesuai yang dijadwalkan. Saya juga mohon bantuan dari Belanda supaya negosiasi ini dapat diselesaikan dalam round yang lebih sedikit," sambungnya.
Negosiasi Indonesia-Uni Eropa CEPA telah dilaksanakan sebanyak 9 kali; yang terakhir diadakan di Brussels Belgia (Desember 2019). Yang ke 10 direncanakan diadakan di Bali pada Maret ini, namun masih ditunda dikarenakan peristiwa menyebarnya virus Covid-19.
Menko Airlangga juga memaparkan mengenai reformasi regulasi di Indonesia yang diwujudkan dalam penciptaan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) dan Perpajakan. Hal tersebut dilatarbelakangi visi Presiden Joko Widodo untuk Indonesia menjadi negara maju pada 2045.
Kalau RUU tersebut sudah disahkan menjadi UU oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), diharapkan akan mengurangi hambatan dalam masuknya investasi ke dalam negeri untuk penciptaan lapangan kerja baru.
Dalam portofolio yang diawasi Kemenko Perekonomian, Presiden Jokowi juga mengarahkan fokus perekonomian ke depan untuk meningkatkan ekspor dan investasi. "Kami juga memperluas pasar ekspor melalui perjanjian perdagangan (dengan Eropa, Afrika, ASEAN, dan 6 negara lainnya yaitu China, Jepang, India, Australia dan Selandia Baru), serta mendukung transformasi ekonomi melalui reformasi struktural," ucap Airlangga.
Dalam kesempatan yang sama Mendag Sigrid mengungkapkan jika Belanda akan semakin membuka peluang kerjasama dengan Indonesia, terutama di sektor maritim, logistik, ketahanan pangan, dan pendidikan. Saat ini, Belanda sudah makin mengembangkan jangkauan dari universitas-universitas terbaiknya untuk meraih "pasar" mahasiswa internasional.
"Maka itu, Belanda membuka diri apabila Indonesia memberikan kesempatan berinvestasi di dunia pendidikan, baik untuk pendidikan tinggi maupun pelatihan vokasi. Termasuk membuka kesempatan seluasnya bagi mahasiswa Indonesia belajar ke sana melalui beasiswa Nuffic-Neso, serta menyediakan sistem pembelajaran online menggunakan teknologi terkini," katanya.
Belanda juga akan terus menjalin hubungan ekonomi yang baik dengan Indonesia, mengingat beberapa perusahaan multi nasional milik negara tersebut sudah beroperasi di Indonesia dalam jangka waktu sangat lama. Mereka juga berharap proses berinvestasi untuk ekspansi usaha perusahaan-perusahaan tersebut akan semakin mudah dengan adanya reformasi regulasi di Indonesia.
"Usaha mereformasi regulasi adalah tugas yang cukup menantang. Maka itu, kami dukung usaha tersebut (untuk Indonesia)," tutupnya.
Sebagai informasi, beberapa perusahaan terbesar Belanda yang beroperasi di Indonesia antara lain Unilever (fast moving consumer goods/FMCG), Phillips/Signify (elektronik), Royal Vopak (terminal), Shell (energi), Port of Rotterdam (pelabuhan), ABN Amro (bank), dan TNT (jasa kurir/logistik).
Sementara itu, pada 2018, Belanda adalah mitra dagang terbesar ke-15 dan investor terbesar ke-9 bagi Indonesia. Perdagangan bilateral dengan negara kincir angin ini selalu menunjukkan surplus bagi Indonesia. Pada tahun tersebut pula, nilai perdagangan bilateral mencapai USD5,14 miliar, di mana ekspor mencapai USD3,90 miliar dan impor senilai USD1,24 miliar. Sedangkan di 2019, nilai total perdagangan kedua negara menurun 21,7% sehingga menjadi USD4,2 miliar.
Belanda juga merupakan negara tujuan ekspor terbesar ke-11 bagi Indonesia, dengan komoditas utama (berdasarkan HS4) antara lain: minyak sawit (19,16%), kopra (11,31%), asam lemak monokarboksilat (10,69%), asam monokarboksilat asiklik tak jenuh (5,97%), timah (5,41%). Sementara itu, komoditas impor Indonesia dari Belanda, yaitu: distilasi coal tar (25,17%), kendaraan angkutan barang (7,10%), minyak bumi (4,39%), benang tow artifisial (2,64%), bahan makanan (2,12%).
Sementara, realisasi investasi sektor riil Belanda di Indonesia pada 2019 mencapai USD2,5 miliar untuk 11.040 proyek atau meningkat 122% jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Dari sisi pariwisata, jumlah wisatawan Belanda ke Indonesia pada 2019 sebanyak 215.287 orang, menempati urutan ke-4 terbesar dari Eropa dan ke-16 dari seluruh dunia. Tren peningkatan kunjungan rata-rata 4,88% per tahun sejak 2014.
Belanda merupakan salah satu penyumbang terbesar bagi pasar pariwisata Indonesia dari Eropa dengan durasi kunjungan rata-rata lebih dari dua minggu, dengan perkiraan jumlah devisa asing yang didapatkan mencapai lebih dari USD200 juta per tahun.
Di samping itu, Belanda merupakan salah satu negara yang menolak adanya pelarangan minyak sawit, serta berpandangan perlunya meningkatkan dialog dan kerja sama yang lebih erat dengan negara-negara produsen minyak kelapa sawit.
Pada 26 September 2019, kedua negara telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) Joint Production on Sustainable Palm Oil (yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Indonesia dan Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Kerjasama Pembangunan Belanda) yang difokuskan pada pemberdayaan petani kecil dalam memenuhi sertifikasi ISPO.
(ven)