Pemerintah Diminta Buat Regulasi yang Bisa Lindungi Tenaga Kerja IHT

Rabu, 18 Maret 2020 - 08:45 WIB
Pemerintah Diminta Buat...
Pemerintah Diminta Buat Regulasi yang Bisa Lindungi Tenaga Kerja IHT
A A A
JAKARTA - Berbagai regulasi yang dibuat pemerintah dinilai mempersulit industri hasil tembakau (IHT). Akibatnya, jumlah industri dan tenaga kerjanya menurun drastis.

Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menyatakan, terdapat beberapa regulasi yang menyulitkan UHT. Di antaranya kenaikan harga jual eceran (HJE), rencana revisi PP No 109/2012 hingga rencana yang digulirkan pemerintah terkait ekstensifikasi cukai.

Kebijakan pemerintah terkait tarif dan HJE selama 10 tahun terakhir telah berimbas pada pengurangan produksi, khususnya di industri sigaret keretek tangan (SKT). “Selanjutnya, berdampak pada efisiensi tenaga kerja,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI Sudarto dalam rilisnya kemarin.

Data FSP RTMM-SPSI menunjukkan selama kurun waktu tersebut ada 63.000 karyawan/pekerja rokok terpaksa kehilangan pekerjaan. Di sisi lain, jumlah industri berkurang drastis dari 4.700 perusahaan menjadi sekitar 700 pada 2019 dan yang aktif pesan pita cukai sekitar 360 perusahaan. “Kondisi yang sama terus menjadi momok dan ancaman kelangsungan kerja bagi yang sekarang masih bekerja,” katanya.

Menurut Sudarto, penyesuaian tarif dan HJE berdasarkan target penerimaan dalam APBN/APBNP menyulitkan kalangan industri dalam merencanakan produksi dan penetapan harga jual produk. FSP RTMM-SPSI setiap tahun selalu mendorong agar kenaikannya moderat dan kalau memungkinkan berdasarkan nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi, tidak semata-mata berorientasi pada penerimaan APBN/APBNP. “Tapi mempertimbangkan secara komprehensif dampak yang akan timbul akibat kebijakan tersebut, khususnya para pekerja,” kata Sudarto.

Secara khusus FSP RTMM-SPSI memberi perhatian pada sektor SKT karena sebagian besar anggotanya berkecimpung dalam sektor ini. “Sektor ini juga menampung banyak tenaga kerja yang jumlahnya 92% dari seluruh tenaga kerja IHT. Apalagi hampir 100% bahan bakunya berasal dari dalam negeri,” tambahnya.

Rencana revisi PP No 109/ 2012 dan Perda KTR yang dirasa kian eksesif juga menjadi perhatian FSP RTMM-SPSI. Meski Indonesia belum meratifikasi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control), ketentuan yang ditetapkan dalam PP 109/2012, sebenarnya sudah cukup menjadi sandungan bagi IHT.

Hal ini dikarenakan peraturan-peraturan terkait produksi, peredaran (termasuk promosi), dan pengembangan produk IHT, telah membuat IHT berjalan abnormal walau tetap bertahan. “Karena itulah, FSP RTMM-SPSI bersama mitra kami berharap jangan sampai berbagai adanya rencana revisi atas PP 109/2012 menyebabkan IHT semakin menurun hingga berimbas pada hilangnya lapangan pekerjaan,” katanya.

FSP RTMM-SPSI juga menyayangkan pengaturan kawasan tanpa rokok (KTR) oleh 340 pemerintah daerah yang dinilai tidak tepat karena tidak mengacu pada ketentuan yang tertuang dalam PP 109 dan cenderung mendiskreditkan produk rokok. Meski sebenarnya, hasil pungutan cukai dan pajak atas produk rokok sesungguhnya telah berkontribusi besar terhadap daerah dan negara.

Terkait penetapan cukai baru (ekstensifikasi cukai) pada produk plastik dan minuman berpemanis serta emisi CO2, FSP RTMM-SPSI menegaskan penolakannya. Organisasi ini meyakini penetapan kebijakan baru hendaknya mempertimbangkan hasil studi yang mendalam, sasaran yang hendak dicapai dan akibat-akibat yang ditimbulkan. Tidak semata-mata memberlakukan adanya penetapan cukai seperti IHT.

Contohnya pada plastik, pihaknya berharap pemerintah tidak membebani industri atas perilaku masyarakat yang tidak tertib dalam pengelolaan. Sejauh ini produk plastik digunakan untuk melindungi higienitas produk makanan minuman.

“Bila produk plastik diganti, pemerintah belum menyiapkan substitusinya. Begitu pun untuk minuman berpemanis. Upaya menekan angka diabetes mestinya dapat dilakukan dengan cara yang bijak,” ucapnya. (Sudarsono)
(ysw)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0840 seconds (0.1#10.140)