Industri Perhiasan Alami Gangguan Penjualan Dampak Covid-19
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya mengakomodasi berbagai masukan dari sektor industri dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19 di Indonesia. Sektor industri kecil merupakan salah satu yang paling terdampak dalam kondisi sekarang ini.
Untuk itu, Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin menelusuri kondisi sektor industri kecil dan menengah (IKM) yang masih beroperasi, salah satunya adalah industri perhiasan.
Data dan informasi dari Asosiasi Produsen Perhiasan Indonesia (APPI) menunjukkan, terjadi penurunan produksi karena berkurangnya permintaan pasar, baik lokal maupun ekspor.
Sejak Maret 2020, kegiatan ekspor produk perhiasan dari Indonesia berhenti total karena negara tujuan melakukan karantina atau lockdown dan menutup kantornya yang direncanakan terjadi hingga pertengahan April 2020.
“Beberapa komitmen pemesanan untuk buyer dari Amerika Serikat, dijadwalkan ulang pengirimannya hingga Juni, bahkan ada yang sampai September,” ujar Direktur Jenderal IKMA Kemenperin Gati Wibawaningsih di Jakarta, Selasa (7/4/2020).
Dirjen IKMA menambahkan, 30% hingga 50% karyawan di pabrikan industri perhiasan yang merupakan anggota APPI masih bekerja, sementara sisanya diliburkan selama dua minggu sambil menunggu keadaan selanjutnya.
"Sedangkan untuk pasar lokal, penjualan mendekati nol, karena harga emas yang sangat tinggi hingga melampaui Rp800.000 per gram dan beberapa pedagang emas juga sudah memilih untuk menutup tokonya," katanya.
Dalam meningkatkan daya saing IKM perhiasan, Kemenperin sebelumnya telah melakukan beberapa upaya strategis, antara lain pelatihan dan pendampingan tenaga ahli desainer, serta bantuan mesin dan peralatan khususnya di Unit Pelayanan Teknis (UPT) yang dapat dimanfaatkan oleh IKM di sentra.
Selanjutnya, promosi dan pemasaran melalui pameran dalam dan luar negeri, peningkatan keterampilan SDM melalui pendidikan dan pelatihan produksi, serta perbaikan iklim usaha terkait dengan regulasi di bidang fiskal untuk kemudahan impor bahan baku.
“Harapannya tentu upaya tersebut dapat memberikan dampak positif, baik bagi pelaku industri perhiasan maupun masyarakat secara umum, melalui pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas," jelas Gati.
Berdasarkan catatan Kemenperin, pada tahun 2018, nilai ekspor perhiasan mencapai USD2,05 Miliar. Sementara itu, pada Januari-Agustus 2019 telah menembus hingga USD1,47 Miliar, naik dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar USD1,3 Miliar.
Adapun negara tujuan ekspor produk perhiasan nasional masih didominasi oleh Singapura, Swiss, Hongkong, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, dan Italia yang mencapai 97% dari total ekspor.
Untuk itu, Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin menelusuri kondisi sektor industri kecil dan menengah (IKM) yang masih beroperasi, salah satunya adalah industri perhiasan.
Data dan informasi dari Asosiasi Produsen Perhiasan Indonesia (APPI) menunjukkan, terjadi penurunan produksi karena berkurangnya permintaan pasar, baik lokal maupun ekspor.
Sejak Maret 2020, kegiatan ekspor produk perhiasan dari Indonesia berhenti total karena negara tujuan melakukan karantina atau lockdown dan menutup kantornya yang direncanakan terjadi hingga pertengahan April 2020.
“Beberapa komitmen pemesanan untuk buyer dari Amerika Serikat, dijadwalkan ulang pengirimannya hingga Juni, bahkan ada yang sampai September,” ujar Direktur Jenderal IKMA Kemenperin Gati Wibawaningsih di Jakarta, Selasa (7/4/2020).
Dirjen IKMA menambahkan, 30% hingga 50% karyawan di pabrikan industri perhiasan yang merupakan anggota APPI masih bekerja, sementara sisanya diliburkan selama dua minggu sambil menunggu keadaan selanjutnya.
"Sedangkan untuk pasar lokal, penjualan mendekati nol, karena harga emas yang sangat tinggi hingga melampaui Rp800.000 per gram dan beberapa pedagang emas juga sudah memilih untuk menutup tokonya," katanya.
Dalam meningkatkan daya saing IKM perhiasan, Kemenperin sebelumnya telah melakukan beberapa upaya strategis, antara lain pelatihan dan pendampingan tenaga ahli desainer, serta bantuan mesin dan peralatan khususnya di Unit Pelayanan Teknis (UPT) yang dapat dimanfaatkan oleh IKM di sentra.
Selanjutnya, promosi dan pemasaran melalui pameran dalam dan luar negeri, peningkatan keterampilan SDM melalui pendidikan dan pelatihan produksi, serta perbaikan iklim usaha terkait dengan regulasi di bidang fiskal untuk kemudahan impor bahan baku.
“Harapannya tentu upaya tersebut dapat memberikan dampak positif, baik bagi pelaku industri perhiasan maupun masyarakat secara umum, melalui pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas," jelas Gati.
Berdasarkan catatan Kemenperin, pada tahun 2018, nilai ekspor perhiasan mencapai USD2,05 Miliar. Sementara itu, pada Januari-Agustus 2019 telah menembus hingga USD1,47 Miliar, naik dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar USD1,3 Miliar.
Adapun negara tujuan ekspor produk perhiasan nasional masih didominasi oleh Singapura, Swiss, Hongkong, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, dan Italia yang mencapai 97% dari total ekspor.
(ind)