Produksi Anjlok Imbas Covid-19, Industri Tambang Diminta Hindari PHK
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah meminta industri pertambangan khususnya batu bara tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) di tengah penurunan produksi akibat pandemi Covid-19. Anjloknya produksi disebabkan karena permintaan energi listrik global menurun akibat karantina wilayah di sejumlah negara terdampak.
"Jika terjadi penurunan produksi kita berharap perusahaan sebisa mungkin menghindari PHK dengan alasan apapun," ujar Direktur Teknik dan Lingkungan pada Direktorat Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sri Raharjo dalam acara diskusi online bertajuk Pencegahan Covid-19 dalam Operasi Pertambangan di Jakarta, Rabu (8/4/2020).
Selain itu, pelaku usaha pertambangan batu bara juga memberikan kompensasi bagi karyawan yang bekerja dari rumah. Adapun pemberian kompensasi terkait bekerja dari rumah harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Bagi karyawan yang kerja di rumah, tetap harus diperhatikan dan harus diberikan kompensasi sesuai dengan aturan yang ada," kata dia.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi sempat mengatakan, bahwa penurunan konsumsi listrik global akibat karantina wilayah membuat index rata-rata harga batu bara menunjukkan tren negatif. Hal itu berakibat pada penurunan permintaan batu bara karena terjadi over supply.
Terdapat empat indeks harga batu bara yang umum digunakan dalam perdagangan batu bara dunia, yakni Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC) dan Platt's 5900. Terhitung pada bulan sebelumnya rata-rata indeks bulanan ICI turun 2,66%, Platt's turun 2,75%, GCNC turun 1,77%, NEX turun 0,66%.
"Turunnya indeks batu bara global tersebut berpengaruh terhadap harga batu bara acuan (HBA) di dalam negeri. Mengacu pada empat index batu bara, maka HBA juga ikut turun," kata dia.
Berdasarkan laporan Kementerian ESDM, HBA pada April 2020 ditetapkan sebesar USD65,77 per ton atau turun USD1,31 dari HBA Maret di angka USD67,08 per ton. Penetapan HBA tersebut juga dipicu turunnya permintaan listrik di dalam negeri akibat dari kebijakan bekerja dari rumah atau work from home.
"Kebijakan work from home berakibat pada turunnya konsumsi listrik di pusat-pusat bisnis sehingga berpengaruh terhadap permintaan batu bara," kata dia.
"Jika terjadi penurunan produksi kita berharap perusahaan sebisa mungkin menghindari PHK dengan alasan apapun," ujar Direktur Teknik dan Lingkungan pada Direktorat Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sri Raharjo dalam acara diskusi online bertajuk Pencegahan Covid-19 dalam Operasi Pertambangan di Jakarta, Rabu (8/4/2020).
Selain itu, pelaku usaha pertambangan batu bara juga memberikan kompensasi bagi karyawan yang bekerja dari rumah. Adapun pemberian kompensasi terkait bekerja dari rumah harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Bagi karyawan yang kerja di rumah, tetap harus diperhatikan dan harus diberikan kompensasi sesuai dengan aturan yang ada," kata dia.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi sempat mengatakan, bahwa penurunan konsumsi listrik global akibat karantina wilayah membuat index rata-rata harga batu bara menunjukkan tren negatif. Hal itu berakibat pada penurunan permintaan batu bara karena terjadi over supply.
Terdapat empat indeks harga batu bara yang umum digunakan dalam perdagangan batu bara dunia, yakni Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC) dan Platt's 5900. Terhitung pada bulan sebelumnya rata-rata indeks bulanan ICI turun 2,66%, Platt's turun 2,75%, GCNC turun 1,77%, NEX turun 0,66%.
"Turunnya indeks batu bara global tersebut berpengaruh terhadap harga batu bara acuan (HBA) di dalam negeri. Mengacu pada empat index batu bara, maka HBA juga ikut turun," kata dia.
Berdasarkan laporan Kementerian ESDM, HBA pada April 2020 ditetapkan sebesar USD65,77 per ton atau turun USD1,31 dari HBA Maret di angka USD67,08 per ton. Penetapan HBA tersebut juga dipicu turunnya permintaan listrik di dalam negeri akibat dari kebijakan bekerja dari rumah atau work from home.
"Kebijakan work from home berakibat pada turunnya konsumsi listrik di pusat-pusat bisnis sehingga berpengaruh terhadap permintaan batu bara," kata dia.
(akr)