Revitalisasi pasar tradisional lamban
A
A
A
Sindonews.com – Revitalisasi sejumlah pasar tradisonal di Kota Semarang berjalan lamban. Buktinya, penyelesaian sejumlah proyek pembangunan pasar meleset dari target yang telah direncanakan sebelumnya.
Kondisi tersebut bertolak belakang dengan pertumbuhan pasar modern yang tumbuh subur di Ibu Kota Jawa Tengah ini. Beberapa pasar tradisional yang tersendat pembangunannya misalnya, Pasar Jrakah. Revitalisasi pasar menjadi dua lantai dengan total anggaran Rp3,81 miliar yang ditargetkan selesai akhir 2008 lalu hingga kini juga juga belum tuntas.
Bagian depan pasar yang pernah terbakar 2006 lalu itu masih terlihat tiang-tiang yang belum disempurnakan. Sebagian lantai atasnya juga ada yang belum beratap. Rencananya,Pemkot Semarang akan kembali menyelesaikan pembangunan pasar di Pertigaan Jrakah itu pada 2012 ini. Sayang anggaran yang diajukan oleh Dinas Pasar dialihkan ke revitalisasi Pasar Bulu.
Anggaran jumbo sebesar Rp49 miliar yang digelontorkan ke Pasar Bulu baik dari APBD Kota Semarang,APBD Provinsi Jawa Tengah, dan APBN juga belum terealisasi dengan mulus. Fakta di lapangan, target Dinas Pasar untuk memulai pembangunan awal tahun ini juga belum terlihat. Para pedagang hingga kini masih enggan pindah ke lokasi penampungan sementara.
Padahal, Wali Kota Semarang Soemarmo HS mewajibkan pada Februari ini para pedagang sudah pindah. Namun sampai kemarin para pedagang masih berjualan di dalam pasar yang akan direnovasi menjadi empat lantai tersebut. Sebagian pedagang bahkan masih menata los sementara di Jalan HOS Cokroaminoto tersebut. Selain Pasar Jrakah dan Bulu, Pasar Sampangan dan RPU Penggaron yang baru saja ditempati pedagang juga masih menyisakan masalah. Pasar Sampangan Baru di Jalan Menoreh Raya itu baru ditempati akhir bulan lalu.
Padahal pembangunannya sudah di mulai sejak 2010 lalu. Ironisnya, meski sudah ditempati sejumlah fasilitas seperti pagar,paving,hydrant baru akan dilengkapi menyusul kemudian. Sedangkan untuk pembangunan RPU Penggaron yang digunakan untuk relokasi pedagang ayam dan jasa pemotongan unggas dari Pasar Rejomuylyo hingga sekarang juga masih menciptakan kecemburuan beberapa pedagang.
Pasalnya, pedagang yang awalnya diwajibkan menempati RPU tersebut, kini berpencar dan berdagang di tempat lain. Sementara Pemkot Semarang tidak memberikan sanksi tegas. Adapun Revitalisasi Pasar Johar yang menjadi ikon kota ini juga belum jelas. Meski sudah digembar-gemborkan oleh pemerintah setempat sejak 2010 lalu. Sedangkan, revitalisasi Pasar Karangayu baru direncanakan pada 2013.
Sekretaris Dinas Pasar Kota Semarang Fajar Purwoto mengakui revitalisasi sejumlah pasar tradisional menemui banyak kendala. Salah satunya adalah kurangnya kesadaran masyarakat atau pedagang dalam mematuhiketentuanpemerintah.” Misalnya di Pasar Bulu,pemerintah sudah memerintahkan kepada pedagang agar segera pindah ke lokasi sementara.Namun di lapangan para pedagang masih mengulur-ngulur relokasi tersebut. Ini kan membuat pembangunan molor,”tandasnya.
Selain itu, lanjut dia, anggaran yang dikucurkan oleh Pemkot tidak bisa langsung turun dalam satu anggaran. Dengan demikian mau tidak mau jangka waktu pembangunan pasar berjalan lama.
”Saya menyadari ini karena anggaran dibagi- bagikan dengan program SKPD lain,”imbuh Fajar. Fajar menuturkan pembangunan pasar tradisional tidak semudah seperti membangun pasar modern yang dikelola oleh swasta.
Sebab pembangunan pasar tradisional melibatkan banyak pihak, terutama masyarakat dan pemerintah. Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang Ari Purbono menyatakan Dewan sudah mendorong pemerintah dalam strategi maupun pendanaan.Salah satunya terkaitpembangunanpasarpasar tradisional.
”Kalau menurut saya yang menjadi masalah bukan pada saat pembangunannya, tapi pasca pembangunannya. Sebab pembangunan tanpa pengelolaan yang bagus sama saja( pasar tak menarik),”kritiknya.
Kondisi tersebut bertolak belakang dengan pertumbuhan pasar modern yang tumbuh subur di Ibu Kota Jawa Tengah ini. Beberapa pasar tradisional yang tersendat pembangunannya misalnya, Pasar Jrakah. Revitalisasi pasar menjadi dua lantai dengan total anggaran Rp3,81 miliar yang ditargetkan selesai akhir 2008 lalu hingga kini juga juga belum tuntas.
Bagian depan pasar yang pernah terbakar 2006 lalu itu masih terlihat tiang-tiang yang belum disempurnakan. Sebagian lantai atasnya juga ada yang belum beratap. Rencananya,Pemkot Semarang akan kembali menyelesaikan pembangunan pasar di Pertigaan Jrakah itu pada 2012 ini. Sayang anggaran yang diajukan oleh Dinas Pasar dialihkan ke revitalisasi Pasar Bulu.
Anggaran jumbo sebesar Rp49 miliar yang digelontorkan ke Pasar Bulu baik dari APBD Kota Semarang,APBD Provinsi Jawa Tengah, dan APBN juga belum terealisasi dengan mulus. Fakta di lapangan, target Dinas Pasar untuk memulai pembangunan awal tahun ini juga belum terlihat. Para pedagang hingga kini masih enggan pindah ke lokasi penampungan sementara.
Padahal, Wali Kota Semarang Soemarmo HS mewajibkan pada Februari ini para pedagang sudah pindah. Namun sampai kemarin para pedagang masih berjualan di dalam pasar yang akan direnovasi menjadi empat lantai tersebut. Sebagian pedagang bahkan masih menata los sementara di Jalan HOS Cokroaminoto tersebut. Selain Pasar Jrakah dan Bulu, Pasar Sampangan dan RPU Penggaron yang baru saja ditempati pedagang juga masih menyisakan masalah. Pasar Sampangan Baru di Jalan Menoreh Raya itu baru ditempati akhir bulan lalu.
Padahal pembangunannya sudah di mulai sejak 2010 lalu. Ironisnya, meski sudah ditempati sejumlah fasilitas seperti pagar,paving,hydrant baru akan dilengkapi menyusul kemudian. Sedangkan untuk pembangunan RPU Penggaron yang digunakan untuk relokasi pedagang ayam dan jasa pemotongan unggas dari Pasar Rejomuylyo hingga sekarang juga masih menciptakan kecemburuan beberapa pedagang.
Pasalnya, pedagang yang awalnya diwajibkan menempati RPU tersebut, kini berpencar dan berdagang di tempat lain. Sementara Pemkot Semarang tidak memberikan sanksi tegas. Adapun Revitalisasi Pasar Johar yang menjadi ikon kota ini juga belum jelas. Meski sudah digembar-gemborkan oleh pemerintah setempat sejak 2010 lalu. Sedangkan, revitalisasi Pasar Karangayu baru direncanakan pada 2013.
Sekretaris Dinas Pasar Kota Semarang Fajar Purwoto mengakui revitalisasi sejumlah pasar tradisional menemui banyak kendala. Salah satunya adalah kurangnya kesadaran masyarakat atau pedagang dalam mematuhiketentuanpemerintah.” Misalnya di Pasar Bulu,pemerintah sudah memerintahkan kepada pedagang agar segera pindah ke lokasi sementara.Namun di lapangan para pedagang masih mengulur-ngulur relokasi tersebut. Ini kan membuat pembangunan molor,”tandasnya.
Selain itu, lanjut dia, anggaran yang dikucurkan oleh Pemkot tidak bisa langsung turun dalam satu anggaran. Dengan demikian mau tidak mau jangka waktu pembangunan pasar berjalan lama.
”Saya menyadari ini karena anggaran dibagi- bagikan dengan program SKPD lain,”imbuh Fajar. Fajar menuturkan pembangunan pasar tradisional tidak semudah seperti membangun pasar modern yang dikelola oleh swasta.
Sebab pembangunan pasar tradisional melibatkan banyak pihak, terutama masyarakat dan pemerintah. Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang Ari Purbono menyatakan Dewan sudah mendorong pemerintah dalam strategi maupun pendanaan.Salah satunya terkaitpembangunanpasarpasar tradisional.
”Kalau menurut saya yang menjadi masalah bukan pada saat pembangunannya, tapi pasca pembangunannya. Sebab pembangunan tanpa pengelolaan yang bagus sama saja( pasar tak menarik),”kritiknya.
()