Biaya logistik tinggi, produk KTI sulit bersaing
A
A
A
Sindonews.com - Biaya logistik yang mahal untuk wilayah kawasan timur Indonesia (KTI) membuat barang produksi dari daerah tersebut sulit bersaing di pasar nasional lantaran biaya logistiknya mahal. Dibanding Pulau Jawa, Sumatera dan Bali, biaya logistik di kawasan timur adalah yang paling tinggi di Indonesia.
"Kontribusi biaya pengiriman barang mencapai 50 persen sampai 60 persen dari harga barang. Padahal, di Jawa, Sumatera dan Bali kontribusi biaya logistik sekitar 30 persen saja," ucap Sekretaris Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) Sulsel Andi Maruddani Pangerang, Senin (16/4/2012).
Kondisi ini membuat harga-harga barang di wilayah KTI sangat mahal. “Contoh, harga semen di Makassar saat ini sekitar Rp45.000 sampai Rp50.000 per sak. Sampai di Papua, bisa mencapai Rp200.000 per sak,” sebutnya.
Menurutnya persoalan utama adalah infrastruktur, dia mencontohkan, untuk pengiriman barang dari Makassar ke Manado melalui darat, memakan waktu sekitar empat sampai lima hari. “Padahal, jaraknya tidak jauh berbeda dari Surabaya ke Jakarta,” katanya.
Sedangkan waktu yang ditempuh dari Surabaya ke Jakarta hanya sekitar satu malam. Itu belum termasuk kapasitas angkut. “Di Jawa, Sumatera dan Bali bisa mengangkut 48 ton barang sekali jalan,” paparnya.
Sedangkan Makassar ke Manado, barang yang bisa didistribusikan hanya sekitar 20 ton saja. “Inilah kondisi riil yang ada,” jelasnya.
Dia mengatakan, seharusnya persoalan tersebut bisa diselesaikan oleh masing-masing provinsi di Sulsel. “Ada badan kerja sama pembangunan regional Sulawesi (BKPRS),” sebutnya.
Lembaga tersebut, bisa menjembatani persoalan mahalnya biaya logistik di KTI karena infrastruktur. “Tapi, kami melihat tidak ada jalan keluarnya,” ucapnya.
Direktur Utama PT Pelindo IV Makassar Harry Sutanto mengakui, persoalan utama distribusi logistik di KTI adalah infrastruktur. “Daya tampung beberapa pelabuhan milik Pelindo IV di KTI sudah sangat terbatas,” paparnya.
Akibatnya, berpengaruh ke waktu tunggu kapal. Termasuk proses bongkar muat di masing-masing pelabuhan. “Itu baru satu aspek. Belum termasuk persoalan lain,” jelasnya.
Seperti gudang-gudang penampung di beberapa wilayah di KTI tidak buka 24 jam. “Seharusnya, barang yang dibongkar sudah masuk gudang. Karena tutup terpaksa ditunda hingga beberapa jam kemudian,” ujarnya.
Makanya menurut dia, tahun ini perusahaan pelat merah tersebut akan melakukan investasi untuk pengembangan pelabuhan di KTI. “Tahun ini investasi Pelindo IV sebanyak Rp762 miliar,” pungkasnya. (ank)
"Kontribusi biaya pengiriman barang mencapai 50 persen sampai 60 persen dari harga barang. Padahal, di Jawa, Sumatera dan Bali kontribusi biaya logistik sekitar 30 persen saja," ucap Sekretaris Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) Sulsel Andi Maruddani Pangerang, Senin (16/4/2012).
Kondisi ini membuat harga-harga barang di wilayah KTI sangat mahal. “Contoh, harga semen di Makassar saat ini sekitar Rp45.000 sampai Rp50.000 per sak. Sampai di Papua, bisa mencapai Rp200.000 per sak,” sebutnya.
Menurutnya persoalan utama adalah infrastruktur, dia mencontohkan, untuk pengiriman barang dari Makassar ke Manado melalui darat, memakan waktu sekitar empat sampai lima hari. “Padahal, jaraknya tidak jauh berbeda dari Surabaya ke Jakarta,” katanya.
Sedangkan waktu yang ditempuh dari Surabaya ke Jakarta hanya sekitar satu malam. Itu belum termasuk kapasitas angkut. “Di Jawa, Sumatera dan Bali bisa mengangkut 48 ton barang sekali jalan,” paparnya.
Sedangkan Makassar ke Manado, barang yang bisa didistribusikan hanya sekitar 20 ton saja. “Inilah kondisi riil yang ada,” jelasnya.
Dia mengatakan, seharusnya persoalan tersebut bisa diselesaikan oleh masing-masing provinsi di Sulsel. “Ada badan kerja sama pembangunan regional Sulawesi (BKPRS),” sebutnya.
Lembaga tersebut, bisa menjembatani persoalan mahalnya biaya logistik di KTI karena infrastruktur. “Tapi, kami melihat tidak ada jalan keluarnya,” ucapnya.
Direktur Utama PT Pelindo IV Makassar Harry Sutanto mengakui, persoalan utama distribusi logistik di KTI adalah infrastruktur. “Daya tampung beberapa pelabuhan milik Pelindo IV di KTI sudah sangat terbatas,” paparnya.
Akibatnya, berpengaruh ke waktu tunggu kapal. Termasuk proses bongkar muat di masing-masing pelabuhan. “Itu baru satu aspek. Belum termasuk persoalan lain,” jelasnya.
Seperti gudang-gudang penampung di beberapa wilayah di KTI tidak buka 24 jam. “Seharusnya, barang yang dibongkar sudah masuk gudang. Karena tutup terpaksa ditunda hingga beberapa jam kemudian,” ujarnya.
Makanya menurut dia, tahun ini perusahaan pelat merah tersebut akan melakukan investasi untuk pengembangan pelabuhan di KTI. “Tahun ini investasi Pelindo IV sebanyak Rp762 miliar,” pungkasnya. (ank)
()