Kredit pertanian baru tergarap 2,6%

Jum'at, 04 Mei 2012 - 15:13 WIB
Kredit pertanian baru tergarap 2,6%
Kredit pertanian baru tergarap 2,6%
A A A
Sindonews.com - Perbankan diminta memperbesar porsi pembiayaan kepada sektor pertanian terutama holtikultura. Hal ini mengingat kredit perbankan pada sektor pertanian masih kecil dengan porsi kredit perbankan pada sektor pertanian per Maret 2012 sebesar Rp4,4 triliun dari market share sekitar yaitu hanya sebesar 2,6 persen.

"Jumlah tersebut menunjukkan, kredit perbankan pada sektor pertanian masih sangat kecil. Walaupun, pertumbuhan pembiayaan kredit pertanian (yoy) di Jabar 105 persen," jelas Kepala Kantor Bank Indonesia (BI) Bandung Lucky Fathul Aziz Hadibrata di Kantor BI Bandung, Bandung, Jumat (4/5/2012).

Pada dasarnya, lanjut Lucky, perbankan bisa memperbesar kredit pertanian dari jumlah yang saat ini ada. Apalagi, potensi sektor pertanian di Jabar masih sangat besar. Sebagai perbandingan perkembangan ekspor holtikultura di Jabar per Maret 2012 mencapai USD15 juta, tumbuh 32 persen.

"Total ekspor Jabar per Maret 2012 mencapai USD2,3 miliar. Dari jumlah itu, ekspor holtikultura USD15 juta, tumbuh 32 persen. Ini berbeda dengan nilai ekspor holtikultura nasional yang tumbuh negatif sebesar minus 27 persen," beber Lucky.

Menurut Lucky, perbankan bisa menyasar pembiayaan kepada petani anggrek. Sektor ini memiliki peluang digarap lebih besar lagi. Saat ini, kredit kepada petani anggrek baru mencapai Rp1,1 miliar dari Rp4,4 triliun. Atau menguasai share kredit pertanian sebesar 0,03 persen.

"Sebagian besar hotel di Indonesia menggunakan tanaman anggrek segar dan diperbaharui setiap harinya. Kondisi tersebut, lanjut dia, sangat menjanjikan mengingat jumlah hotel di Indonesia mencapai 1.200 buah. Di Kota Bandung saja, jumlah hotel mencapai 250 buah," timpal dia.

Ketika disinggung skema pembiayaan perbankan kepada petani, menurut Lucky perbankan syariah paling tepat menyasar pada sektor ini. Karena, syariah menggunakan sistem bagi hasil, ketimbang bank umum yang menggunakan bunga.

"Petani lebih baik menggunakan syariah. Karena, pinjaman pertanian membutuhkan jangka waktu lama dan risiko tinggi," imbuh dia.

Salah seorang petani anggrek Wiwi Handayani mengatakan, dalam satu bulan, bisnisnya bisa menghasilkan omzet sampai dengan Rp10 juta. Jumlah tersebut, pada dasarnya bisa lebih baik lagi, apabila ketersediaan sarana dan prasarana pemasaran memadai.

"Selama ini, kita terkendala pemasaran. Ini karena kita belum memiliki tempat untuk berjualan. Kami berharap, perbankan bisa menyalurkan kredit kepada kami untuk penguatan modal usaha," jelas dia. Dia pun mengakui, selama ini pihaknya belum pernah mendapat bantuan modal dari perbankan. (ank)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5788 seconds (0.1#10.140)