Toyota minta 2 tahun impor mobil hibrida
A
A
A
Sindonews.com – Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, Toyota meminta waktu selama dua tahun untuk mengimpor mobil Hibrida. Sementara pemerintah hanya meminta waktu setahun.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) melakukan pertemuan untuk membahas mengenai mobil hibrida. Pertemuan itu dihadiri oleh Menteri Perindustrian MS Hidayat, Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kemenperin Budi Darmadi, Vice President PT TMMIN Mamoru Akiyama, dan Presiden Direktur Toyota Astra Motor (TAM) Johnny Darmawan.
“Karena harganya mahal pakai dual sistem.Oleh karena itu dia minta kemudahan impor dan introduce ke masyarakat. Saya minta setahun. Dia minta dua tahun. Setelah itu masuk ke sistem CKD , jadi assembling disini. Manufacturing lokalisasi,”kata Hidayat di Kemenperin, Jakarta kemarin.
Hidayat menjelaskan, Kemenperin akan membicarakan masalah pemberian insentif mobil hibrida dengan Menteri Keuangan Agus Martowardojo. “Kalau semua sudah sepakat. Saya undang bos nya dari Jepang. Sepakat itu setelah pertemuan resmi dengan Agus. Kalau nanti disetujui Agus, kemudahan bea masuk dan penghapusan pajak, bisa impor,” jelasnya.
Toyota, kata dia, meminta fasilitas luxury tax.“Dia minta setinggi-tinggi nya. Buat saya lebih bagus secepatnya. Manufacturing di Indonesia baru tiga tahun full lokalisasi.Kalau dia mau impor dia target unitnya laku dulu,”ucapnya. Hidayat menyatakan, pihaknya memprioritaskan apabila mobil yang harganya tidak membebani masyarakat dan ramah lingkungan bisa diproduksi di dalam negeri.
“Yang paling banyak dicapai masyarakat tanpa membebani mereka secara berlebihan dan menjaga environment. Kita cari sistem teknologi kurangi emisi karbon. Hybrid kita tangkap. Bukan hanya Jepang, Eropa juga bisa. Kita buka untuk semua. Tidak diskriminatif. Toyota ingatkan sistem hybrid tidak hanya dikuasai Jepang. Honda bisa juga kita undang,”katanya.
Johnny mengaku, pertemuan itu belum membahas mengenai mobil hibrida secara rinci. “Belum bicara soal investasi. Tadi tidak bicara soal pemberian insentif. Kami belum tahu,”ucapnya.
Dia menyatakan, pertemuan itu dilakukan atas permintaan MS Hidayat. Dia menambahkan, pihaknya tidak tahu apa prinsipal mobil lain juga diundang untuk membahas hal serupa.“Pak Hidayat yang minta bertemu,”jelasnya. Namun, Johnny menyatakan, memang tidak mudah untuk memproduksi mobil hibrida di dalam negeri.
“Tapi saya menyambut baik. Bagus kalau pemerintah memutuskan untuk produksi mobil hibrida di dalam negeri,”tuturnya. Sementara itu, Budi Darmadi menjelaskan,pertemuan tersebut hanya sebatas menyamakan persepsi mengenai pengurangan emisi karbon.
“Kebutuhan dan teknologi automotif dinamis dan berkembang. Di kebutuhan untuk low emision dan hemat bahan bakar ada. Di antaranya melalui penghematan bahan bakar. Ada banyak prinsipnya.Kita tadi diskusi. Kami coba mengakomodir teknologi reduce low emisi karbon,”kata Budi. Selain itu, kata dia, pertemuan itu juga membahas bagaimana melakukan penetrasi pasar dan mengedukasi masyarakat. Pasalnya, kata dia, saat ini harga mobil hibrida 50persen lebih mahal dibandingkan mobil biasa.
“Kalau bisa mass volume maka mungkin harga lebih murah. Kita mauu bergerak ke arah situ. Harus ada reward nya.Tadi belum bicara angka atau jenis insentif,”ucapnya. Menurut dia, produksi mobil murah dan ramah lingkungan (low cost and green car) bisa dilakukan sejalan dengan mobil hibria, karena masingmasing mempunyai segmen berbeda. “Semua proses manufaktur selalu bertahap.Ada IKD dan CKD.Kita harus impor genset dulu. Premium sama mobil biasa beda.Kalau harganya tinggi makin kecil produksinya,” ungkapnya.
Selain Toyota, dia menambahkan, pihaknya juga sudah membicarakan mengenai mobil hibrida dengan sejumlah prinsipal Eropa di Bali. “Kita sudah bicara dengan Presdir Mercedes,CEO VW dan Direksi BMW di Bali,”kata Budi.
Seperti diketahui,pemerintah menargetkan penggunaan mobil hibrida bisa segera direalisasikan tahun depan.Keberadaan mobil tersebut diyakini bisa mengurangi persoalan energy karena bahan bakarnya yang terdiri dari listrik dan BBM.
Perbandingan pemakaian BBM antara mobil hibrida dengan mobil biasa diperkirakan mencapai 1:30 meskipun harga mobil tersebut yang masih 35 persen lebih mahal dari mobil nonhibrida.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) melakukan pertemuan untuk membahas mengenai mobil hibrida. Pertemuan itu dihadiri oleh Menteri Perindustrian MS Hidayat, Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kemenperin Budi Darmadi, Vice President PT TMMIN Mamoru Akiyama, dan Presiden Direktur Toyota Astra Motor (TAM) Johnny Darmawan.
“Karena harganya mahal pakai dual sistem.Oleh karena itu dia minta kemudahan impor dan introduce ke masyarakat. Saya minta setahun. Dia minta dua tahun. Setelah itu masuk ke sistem CKD , jadi assembling disini. Manufacturing lokalisasi,”kata Hidayat di Kemenperin, Jakarta kemarin.
Hidayat menjelaskan, Kemenperin akan membicarakan masalah pemberian insentif mobil hibrida dengan Menteri Keuangan Agus Martowardojo. “Kalau semua sudah sepakat. Saya undang bos nya dari Jepang. Sepakat itu setelah pertemuan resmi dengan Agus. Kalau nanti disetujui Agus, kemudahan bea masuk dan penghapusan pajak, bisa impor,” jelasnya.
Toyota, kata dia, meminta fasilitas luxury tax.“Dia minta setinggi-tinggi nya. Buat saya lebih bagus secepatnya. Manufacturing di Indonesia baru tiga tahun full lokalisasi.Kalau dia mau impor dia target unitnya laku dulu,”ucapnya. Hidayat menyatakan, pihaknya memprioritaskan apabila mobil yang harganya tidak membebani masyarakat dan ramah lingkungan bisa diproduksi di dalam negeri.
“Yang paling banyak dicapai masyarakat tanpa membebani mereka secara berlebihan dan menjaga environment. Kita cari sistem teknologi kurangi emisi karbon. Hybrid kita tangkap. Bukan hanya Jepang, Eropa juga bisa. Kita buka untuk semua. Tidak diskriminatif. Toyota ingatkan sistem hybrid tidak hanya dikuasai Jepang. Honda bisa juga kita undang,”katanya.
Johnny mengaku, pertemuan itu belum membahas mengenai mobil hibrida secara rinci. “Belum bicara soal investasi. Tadi tidak bicara soal pemberian insentif. Kami belum tahu,”ucapnya.
Dia menyatakan, pertemuan itu dilakukan atas permintaan MS Hidayat. Dia menambahkan, pihaknya tidak tahu apa prinsipal mobil lain juga diundang untuk membahas hal serupa.“Pak Hidayat yang minta bertemu,”jelasnya. Namun, Johnny menyatakan, memang tidak mudah untuk memproduksi mobil hibrida di dalam negeri.
“Tapi saya menyambut baik. Bagus kalau pemerintah memutuskan untuk produksi mobil hibrida di dalam negeri,”tuturnya. Sementara itu, Budi Darmadi menjelaskan,pertemuan tersebut hanya sebatas menyamakan persepsi mengenai pengurangan emisi karbon.
“Kebutuhan dan teknologi automotif dinamis dan berkembang. Di kebutuhan untuk low emision dan hemat bahan bakar ada. Di antaranya melalui penghematan bahan bakar. Ada banyak prinsipnya.Kita tadi diskusi. Kami coba mengakomodir teknologi reduce low emisi karbon,”kata Budi. Selain itu, kata dia, pertemuan itu juga membahas bagaimana melakukan penetrasi pasar dan mengedukasi masyarakat. Pasalnya, kata dia, saat ini harga mobil hibrida 50persen lebih mahal dibandingkan mobil biasa.
“Kalau bisa mass volume maka mungkin harga lebih murah. Kita mauu bergerak ke arah situ. Harus ada reward nya.Tadi belum bicara angka atau jenis insentif,”ucapnya. Menurut dia, produksi mobil murah dan ramah lingkungan (low cost and green car) bisa dilakukan sejalan dengan mobil hibria, karena masingmasing mempunyai segmen berbeda. “Semua proses manufaktur selalu bertahap.Ada IKD dan CKD.Kita harus impor genset dulu. Premium sama mobil biasa beda.Kalau harganya tinggi makin kecil produksinya,” ungkapnya.
Selain Toyota, dia menambahkan, pihaknya juga sudah membicarakan mengenai mobil hibrida dengan sejumlah prinsipal Eropa di Bali. “Kita sudah bicara dengan Presdir Mercedes,CEO VW dan Direksi BMW di Bali,”kata Budi.
Seperti diketahui,pemerintah menargetkan penggunaan mobil hibrida bisa segera direalisasikan tahun depan.Keberadaan mobil tersebut diyakini bisa mengurangi persoalan energy karena bahan bakarnya yang terdiri dari listrik dan BBM.
Perbandingan pemakaian BBM antara mobil hibrida dengan mobil biasa diperkirakan mencapai 1:30 meskipun harga mobil tersebut yang masih 35 persen lebih mahal dari mobil nonhibrida.
()