Operasi bandara Notohadinegoro terhambat PTPN XII
A
A
A
Sindonews.com - Upaya pengoperasian bandara Notohadinegoro terhambat aktivitas perkebunan. Kasus penanaman tebu pada areal bandara seluas 26 hektar oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII masih menjadi pertanyaan. Selain tebu, lahan bandara seluas 9 hektar juga ditanami jagung dan 7 hektar ditanami kacang.
Namun, tidak ada kejelasan kemana hasil panen tanaman tersebut. Berdasarkan pengakuan saksi KSO bandara, mantan pejabat Pemkab Jember yang tidak mau disebutkan namanya, persoalan dalam kerja sama ini adalah status tanah tersebut.
"Sebenarnya HGU (hak guna usaha) PTPN XII di bandara sudah habis sejak sekitar 2003 lalu. Kemudian dikerjasamakan agar PTPN XII tidak kehilangan aset," ungkap sumber itu, Jumat (8/2/2013).
Tetapi dalam perjalanannya, PTPN XII sempat mengajukan kembali agar tanah bandara di Kecamatan Ajung status HGU-nya diperpanjang. Namun, Badan Pertahanan Nasional (BPN) Jember dan BPN Pusat tidak mengabulkan perpanjangan HGU dengan alasan lahan bandara sudah menjadi infrastruktur bandara.
"Tanah itu kan sudah menjadi fasilitas bandara. Kalau dimohon menjadi HGU, tidak bisa karena sudah ada peralihan fungsi dari kebun menjadi bandara," jelasnya.
Sementara hasil pemeriksaaan BPK pada tahun buku 2009 yang dilaksanakan pada 2010 menyatakan, perjanjian KSO pengelolaan lapangan terbang di Jember tidak memadai, sehingga PTPN XII mengalami kerugian sebesar Rp 811.468.511. Selain itu, PTPN XII berpotensi kehilangan hak guna usaha seluas 120,7314 hektare yang direncanakan untuk bandara.
Di sisi lain, Pemkab Jember dan PTPN XII telah sepakat memperbaiki KSO bandara Notohadinegoro. "Soal KSO itu sudah dinformasikan kepada saya serta direksi PTPN XII juga sudah konsultasi kepada Kementerian BUMN, dan setuju. Kami sepakat KSO Bandara akan di-adendum. Jadi pengelolaan bandara bisa disinergikan dengan BUMN yang berkaitan dengan kedirgantaraan," kata Bupati Jember, MZA Djalal.
Menurut Djalal, paling penting dari persoalan ini adalah bandara Notohadinegoro yang sudah mangkrak sekitar 4 tahun lebih itu bisa segera beroperasi. "Kalau berfungsi akan memberikan dampak besar bagi perekonomian dan sosial," katanya.
Namun, tidak ada kejelasan kemana hasil panen tanaman tersebut. Berdasarkan pengakuan saksi KSO bandara, mantan pejabat Pemkab Jember yang tidak mau disebutkan namanya, persoalan dalam kerja sama ini adalah status tanah tersebut.
"Sebenarnya HGU (hak guna usaha) PTPN XII di bandara sudah habis sejak sekitar 2003 lalu. Kemudian dikerjasamakan agar PTPN XII tidak kehilangan aset," ungkap sumber itu, Jumat (8/2/2013).
Tetapi dalam perjalanannya, PTPN XII sempat mengajukan kembali agar tanah bandara di Kecamatan Ajung status HGU-nya diperpanjang. Namun, Badan Pertahanan Nasional (BPN) Jember dan BPN Pusat tidak mengabulkan perpanjangan HGU dengan alasan lahan bandara sudah menjadi infrastruktur bandara.
"Tanah itu kan sudah menjadi fasilitas bandara. Kalau dimohon menjadi HGU, tidak bisa karena sudah ada peralihan fungsi dari kebun menjadi bandara," jelasnya.
Sementara hasil pemeriksaaan BPK pada tahun buku 2009 yang dilaksanakan pada 2010 menyatakan, perjanjian KSO pengelolaan lapangan terbang di Jember tidak memadai, sehingga PTPN XII mengalami kerugian sebesar Rp 811.468.511. Selain itu, PTPN XII berpotensi kehilangan hak guna usaha seluas 120,7314 hektare yang direncanakan untuk bandara.
Di sisi lain, Pemkab Jember dan PTPN XII telah sepakat memperbaiki KSO bandara Notohadinegoro. "Soal KSO itu sudah dinformasikan kepada saya serta direksi PTPN XII juga sudah konsultasi kepada Kementerian BUMN, dan setuju. Kami sepakat KSO Bandara akan di-adendum. Jadi pengelolaan bandara bisa disinergikan dengan BUMN yang berkaitan dengan kedirgantaraan," kata Bupati Jember, MZA Djalal.
Menurut Djalal, paling penting dari persoalan ini adalah bandara Notohadinegoro yang sudah mangkrak sekitar 4 tahun lebih itu bisa segera beroperasi. "Kalau berfungsi akan memberikan dampak besar bagi perekonomian dan sosial," katanya.
(dmd)