Warga Tebing Tinggi keluhkan tingginya harga beras
A
A
A
Sindonews.com - Warga di dua kecamatan Muara Pinang dan Lintang Kanan, Tebing Tinggi, Sumatera Utara mengeluhkan tingginya harga beras akhir-akhir ini. Saat ini harga beras di pasaran sudah mencapai Rp9.500 per kilo gram (Kg).
Padahal beras tersebut bukanlah beras kemasan atau beras bermerk, namun merupakan beras lokal. Warga menduga, naiknya harga beras tersebut dipicu oleh banyaknya sawah baik di kawasan tersebut dan di wilayah Kota Paga Alam yang mengalami gagal panen akibat banjir.
Seperti diungkapkan Wasi’ah, warga Desa Muara Pinang Baru, naiknya harga beras terjadi sekitar seminggu belakangan ini. Padahal menurutnya masuk bulan Februari lalu harga beras masih berkisar antara Rp7.500-Rp8.000 per kilogramnya.
Dengan naiknya harga yang terkesan melambung tersebut warga menjadi terkejut dan mengaku agak panik. “Beli minggu lalu di kalangan masih Rp7.800 sekilo, sekarang sudah Rp9.400, bagaimana kita tidak panik,” ujarnya, Rabu (13/2/2013).
Apalagi menurutnya, dengan banyaknya daerah penghasil beras yang mengalami gagal panen akibat banjir, dirinya yakin beras akan semakin naik. Mengingat untuk memulai masa tanam hingga masa panen membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 3 bulanan.
Mereka berharap pemerintah bisa mengambil tindakan, seperti melakukan operasi pasar dan menyediakan stok beras yang terjangkau. “Kami yakin bakal terus naik, karena orang mau nanam padi kembali hingga panen butuh waktu, otomatis stok beras akan semakin sedikit dan makin mahal,” tukasnya.
Hal senada disampaikan Hasbi, warga Desa Umo Jati, Kecamatan Lintang Kanan yang membenarkan adanya kenaikan harga beras di wilayah tersebut. Saat ini menurutnya, harga beras yang dijual penjual beras di pasaran mingguan (kalangan) sudah diatas Rp9.000.
Harga tersebut, menurutnya, jelas tidak sebanding dengan penghasilan warga yang mayoritas adalah petani kopi. Karena menurutnya saat ini satu kilogram kopi, hanya dapat 1,5 kg beras. Padahal kebutuhan akan beras setiap hari, bahkan lebih dari 2 kg per hari.
“Jelas kami rasakan sangat mahal, apalagi kami harus membeli beras dengan menjual kopi, sedangkan masa panen kopi belum mulai,” jelasnya.
Dirinya juga meyakini harga terus akan semakin naik, apalagi beras yang dijual saat ini didatangkan dari luar wilayah tersebut. Karena selama ini beras lokal belum terlalu banyak beredar akibat kemarau panjang beberapa waktu lalu. Apalagi saat menjelang panen, tidak sedikit sawah milik petani padi yang rusak dan gagal panen akibat hantaman banjir.
“Kalau kami petani ini cuma berharap harga beras segera turun, karena kalau tidak mau tidak mau kita harus utang sana-sini untuk membeli beras, soalnya saat ini kopi belum masuk masa panen,” jelasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kades Umo Jati, Edi mengakui, akibat banjir bandang yang terjadi tiga haru lalu akibat meluapnya debit air sungai Ayik Deras mengakibatkan puluhan hektar tanaman padi siap panen milik warga desa tersebut rusak dan gagal panen.
Meskipun tidak ada rumah warga yang mengalami kerusakan akibat banjir bandang tersebut, namun tidak sedikit warganya yang mengalami kerugian akibat sawah mereka dihantam banjir bandang.
“Rata-rata siap panen dan bahkan ada yang sudah panen namun belum diangkat semuanya hanyut dibawa air,” ungkapnya.
Padahal beras tersebut bukanlah beras kemasan atau beras bermerk, namun merupakan beras lokal. Warga menduga, naiknya harga beras tersebut dipicu oleh banyaknya sawah baik di kawasan tersebut dan di wilayah Kota Paga Alam yang mengalami gagal panen akibat banjir.
Seperti diungkapkan Wasi’ah, warga Desa Muara Pinang Baru, naiknya harga beras terjadi sekitar seminggu belakangan ini. Padahal menurutnya masuk bulan Februari lalu harga beras masih berkisar antara Rp7.500-Rp8.000 per kilogramnya.
Dengan naiknya harga yang terkesan melambung tersebut warga menjadi terkejut dan mengaku agak panik. “Beli minggu lalu di kalangan masih Rp7.800 sekilo, sekarang sudah Rp9.400, bagaimana kita tidak panik,” ujarnya, Rabu (13/2/2013).
Apalagi menurutnya, dengan banyaknya daerah penghasil beras yang mengalami gagal panen akibat banjir, dirinya yakin beras akan semakin naik. Mengingat untuk memulai masa tanam hingga masa panen membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 3 bulanan.
Mereka berharap pemerintah bisa mengambil tindakan, seperti melakukan operasi pasar dan menyediakan stok beras yang terjangkau. “Kami yakin bakal terus naik, karena orang mau nanam padi kembali hingga panen butuh waktu, otomatis stok beras akan semakin sedikit dan makin mahal,” tukasnya.
Hal senada disampaikan Hasbi, warga Desa Umo Jati, Kecamatan Lintang Kanan yang membenarkan adanya kenaikan harga beras di wilayah tersebut. Saat ini menurutnya, harga beras yang dijual penjual beras di pasaran mingguan (kalangan) sudah diatas Rp9.000.
Harga tersebut, menurutnya, jelas tidak sebanding dengan penghasilan warga yang mayoritas adalah petani kopi. Karena menurutnya saat ini satu kilogram kopi, hanya dapat 1,5 kg beras. Padahal kebutuhan akan beras setiap hari, bahkan lebih dari 2 kg per hari.
“Jelas kami rasakan sangat mahal, apalagi kami harus membeli beras dengan menjual kopi, sedangkan masa panen kopi belum mulai,” jelasnya.
Dirinya juga meyakini harga terus akan semakin naik, apalagi beras yang dijual saat ini didatangkan dari luar wilayah tersebut. Karena selama ini beras lokal belum terlalu banyak beredar akibat kemarau panjang beberapa waktu lalu. Apalagi saat menjelang panen, tidak sedikit sawah milik petani padi yang rusak dan gagal panen akibat hantaman banjir.
“Kalau kami petani ini cuma berharap harga beras segera turun, karena kalau tidak mau tidak mau kita harus utang sana-sini untuk membeli beras, soalnya saat ini kopi belum masuk masa panen,” jelasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kades Umo Jati, Edi mengakui, akibat banjir bandang yang terjadi tiga haru lalu akibat meluapnya debit air sungai Ayik Deras mengakibatkan puluhan hektar tanaman padi siap panen milik warga desa tersebut rusak dan gagal panen.
Meskipun tidak ada rumah warga yang mengalami kerusakan akibat banjir bandang tersebut, namun tidak sedikit warganya yang mengalami kerugian akibat sawah mereka dihantam banjir bandang.
“Rata-rata siap panen dan bahkan ada yang sudah panen namun belum diangkat semuanya hanyut dibawa air,” ungkapnya.
(gpr)