BPH Migas sarankan LCGC pakai BBG
A
A
A
Sindonews.com - Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas)) meminta agar produsen mobil murah dan ramah lingkungan (Low Cost Green Car/LCGC) untuk memproduksi mobil dengan Bahan Bakar Gas (BBG).
Anggota Komite BPH Migas, Qoyum Tjandranegara mengatakan, masyarakat yang menggunakan mobil murah tersebut keberatan bila LCGC menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi. Karena itu, sebaiknya mobil tersebut diciptakan dengan menggunakan BBG.
"Mobilnya (LCGC) pakai (bahan bakar) gas saja, kalau Pertamax kemahalan ya pakai gas," kata Qoyum usai Seminar Open Access di Kemenperin, Jakarta, Rabu (13/3/2013).
Menurut Qoyum, penggunaan BBG pada LCGC akan menghindarkan penyalahgunaan BBM bersubsidi. Pasalnya, saat ini subsidi BBM sudah telampau tinggi, yakni mencapai Rp194 triliun atau hampir 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanjan Negara (APBN). "Kalau menurut saya, diarahkan pakai CNG, masalahnya subsidi kita sudah hampir Rp300 triliun," ungkap dia.
Qoyum juga mengemukakan, produsen LCGC harus sanggup untuk menerapkan penggunaan BBG. Hal tersebut bisa dilakukan dengan hanya melakukan perubahan komponen pada mobil yang semula didesain menggunakan BBM diubah menjadi menggunakan BBG.
"Pabrikan mobil harus sanggup, kan tinggal pasang saja converternya. Seperti di Pakistan dan India itu mobil dari pabrik sudah dipasang conveternya," tukasnya.
Lebih lanjut, untuk mempermudah masyarakat mendapatkan BBG, BPH Migas berharap pembangunan Stasiun Bahan Bakar Gas (SPBG) dapat selesai tahun ini, kurang lebih sebanyak 40 SPBG di Indonesia. "Makannya tahun ini kita berharap sudah berkembang di 40 lokasi, kalau 2 canopy jadi 80," pungkas Qoyum.
Anggota Komite BPH Migas, Qoyum Tjandranegara mengatakan, masyarakat yang menggunakan mobil murah tersebut keberatan bila LCGC menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi. Karena itu, sebaiknya mobil tersebut diciptakan dengan menggunakan BBG.
"Mobilnya (LCGC) pakai (bahan bakar) gas saja, kalau Pertamax kemahalan ya pakai gas," kata Qoyum usai Seminar Open Access di Kemenperin, Jakarta, Rabu (13/3/2013).
Menurut Qoyum, penggunaan BBG pada LCGC akan menghindarkan penyalahgunaan BBM bersubsidi. Pasalnya, saat ini subsidi BBM sudah telampau tinggi, yakni mencapai Rp194 triliun atau hampir 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanjan Negara (APBN). "Kalau menurut saya, diarahkan pakai CNG, masalahnya subsidi kita sudah hampir Rp300 triliun," ungkap dia.
Qoyum juga mengemukakan, produsen LCGC harus sanggup untuk menerapkan penggunaan BBG. Hal tersebut bisa dilakukan dengan hanya melakukan perubahan komponen pada mobil yang semula didesain menggunakan BBM diubah menjadi menggunakan BBG.
"Pabrikan mobil harus sanggup, kan tinggal pasang saja converternya. Seperti di Pakistan dan India itu mobil dari pabrik sudah dipasang conveternya," tukasnya.
Lebih lanjut, untuk mempermudah masyarakat mendapatkan BBG, BPH Migas berharap pembangunan Stasiun Bahan Bakar Gas (SPBG) dapat selesai tahun ini, kurang lebih sebanyak 40 SPBG di Indonesia. "Makannya tahun ini kita berharap sudah berkembang di 40 lokasi, kalau 2 canopy jadi 80," pungkas Qoyum.
(gpr)