Ketidakpastian hukum dan aturan turunkan produksi migas
A
A
A
Sindonews.com - Seringnya perubahan perundangan dan regulasi serta aturan main mengurangi minat investasi kegiatan eksplorasi dan eksplotasi migas, sehingga produksi nasional terus menurun. Selain itu, proses ganti rugi lahan dan gangguan operasional, akibat kepentingan politik sesaat, sering mengabaikan prinsip ‘law and order’ (hukum dan ketertiban).
Praktisi perminyakan, John S Karamoy optimis, masih banyak cadangan migas belum tergarap atau belum ditemukan. Cadangan minyak bumi di perut bumi Indonesia diperkirakan bisa mencapai 80 miliar barel, sementara produksi nasional baru 23 miliar sejak 1884 sampai 2010. Sementara cadangan gas bumi yang belum digarap, berjumlah lebih dari 100 TCF.
"Karenanya, langkah pertama untuk mengerem penurunan jumlah produksi minyak bumi adalah terletak pada kesadaran pilihan. Apakah Bangsa Indonesia akan terus mengandalkan impor sebagai sumber energi primer, atau meningkatkan pencarian sumber, yang dipercaya masih berpotensi besar?" ujar Karamoy dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/3/2013).
Sebab itu, Karamoy mengusulkan agar pemerintah bergerak cepat menjamin kepastian hukum dan aturan main. Aparat pemerintah pusat dan Pemda yang bertugas dalam pembebasan lahan, ganti rugi tanah, dan perlindungan lingkungan, harus betul-betul mengutamakan kepentingan bangsa, dalam arti bertindak secara adil, tanpa adanya vested interest, dan penegakan hukum (law enforcement).
Masalah di sektor hulu migas nasional, lanjut Karamoy, memang sudah sering dikupas. Namun, menurutnya, walaupun sudah agak terlambat, kita perlu segera menemukan solusi menyeluruh, terkoordinasi dan terintegrasi, termasuk dengan mengembangkan perusahaan migas nasional yang bertaraf dunia, baik BUMN maupun Swasta.
"Membangun perusahaan migas nasional yang bertaraf internasional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri, adalah prasyarat untuk merealisasikan amanah pasal 33 UUD 1945," pungkasnya.
Praktisi perminyakan, John S Karamoy optimis, masih banyak cadangan migas belum tergarap atau belum ditemukan. Cadangan minyak bumi di perut bumi Indonesia diperkirakan bisa mencapai 80 miliar barel, sementara produksi nasional baru 23 miliar sejak 1884 sampai 2010. Sementara cadangan gas bumi yang belum digarap, berjumlah lebih dari 100 TCF.
"Karenanya, langkah pertama untuk mengerem penurunan jumlah produksi minyak bumi adalah terletak pada kesadaran pilihan. Apakah Bangsa Indonesia akan terus mengandalkan impor sebagai sumber energi primer, atau meningkatkan pencarian sumber, yang dipercaya masih berpotensi besar?" ujar Karamoy dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/3/2013).
Sebab itu, Karamoy mengusulkan agar pemerintah bergerak cepat menjamin kepastian hukum dan aturan main. Aparat pemerintah pusat dan Pemda yang bertugas dalam pembebasan lahan, ganti rugi tanah, dan perlindungan lingkungan, harus betul-betul mengutamakan kepentingan bangsa, dalam arti bertindak secara adil, tanpa adanya vested interest, dan penegakan hukum (law enforcement).
Masalah di sektor hulu migas nasional, lanjut Karamoy, memang sudah sering dikupas. Namun, menurutnya, walaupun sudah agak terlambat, kita perlu segera menemukan solusi menyeluruh, terkoordinasi dan terintegrasi, termasuk dengan mengembangkan perusahaan migas nasional yang bertaraf dunia, baik BUMN maupun Swasta.
"Membangun perusahaan migas nasional yang bertaraf internasional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri, adalah prasyarat untuk merealisasikan amanah pasal 33 UUD 1945," pungkasnya.
(gpr)