Cermat memilih broker agar aman berinvestasi
A
A
A
Sindonews.com - Pengalaman merupakan guru terbaik, begitu kata para cerdik pandai. Prinsip ini layak jadi pegangan ketika berurusan dengan penempatan dana untuk berinvestasi.
Sudah terlalu sering kita menemukan fakta orang-orang di sekitar kita yang tertipu oleh iming-iming investasi yang serba muluk, lalu kurang teliti dan cermat dalam memilih lembaga yang dipercayakan untuk mengelola dana investasi.
Sejak awal tahun 2013 berbagai informasi muncul di media masa tentang penipuan berkedok investasi yang dilakukan oleh sejumlah lembaga tanpa izin mengelola dana dan tanpa otoritas pengawas yang benar.
Lebih dari itu, lembaga tersebut memberikan iming-iming keuntungan dengan persentase tertentu. Tentunya, itu merupakan hal yang tidak lazim dan tidak dibenarkan di lingkungan pasar modal.
Becermin dari pengalaman tersebut, dunia pasar modal yang dilengkapi infrastruktur memadai, baik hukum maupun peraturan, pantas menjadi acuan untuk investasi portofolio. Dalam lingkungan pasar modal, para investor dan calon investor bisa memilih sejumlah perusahaan efek sebagai perantara untuk tujuan investasi.
Namun, walaupun pasar modal dilengkapi infrastruktur hukum yang memadai dan mekanisme pengawasan yang ketat, para investor dan calon investor tetap dianjurkan untuk cermat memilih perusahaan efek sebagai tempat menitipkan dana investasi.
Bagaimanapun, untuk membeli saham, obligasi, maupun instrumen pasar modal lainnya, investor harus menggunakan jasa perusahaan efek, termasuk di dalamnya perusahaan manajemen investasi, ketika hendak membeli reksa dana.
Bagi banyak pelaku pasar saham, hal ini mungkin dianggap klise. Namun, kejadian mengenai penipuan berkedok investasi kerap terjadi sehingga informasi mengenai cara memilih broker perlu untuk terus menerus disampaikan kepada para investor dan calon investor agar tetap cermat berinvestasi.
Secara umum, ada tiga poin penting yang perlu menjadi pertimbangan sebelum memutuskan menempatkan dana investasi. Pertama, soal rekam jejak.
Hal ini penting untuk mengetahui perjalanan pengabdian dan komitmen perusahaan efek bersangkutan di pasar modal. Rekam jejak yang panjang kerap memengaruhi perkembangan skala bisnis perusahaan efek (PE) bersangkutan.
Perusahaan dengan skala usaha lebih besar dan sejarah yang panjang, umumnya menghindari kompromi negatif yang mempertaruhkan nama baik yang sudah dibangun sekian lama.
Apalagi jika perusahaan efek tersebut terafiliasi dengan grup usaha besar di lingkungan industri keuangan atau yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun murni swasta.
Lebih baik lagi kalau perusahaan efek tersebut juga tercatat sebagai perusahaan publik dan telah tercatat di BEI, sehingga berkomitmen memenuhi ketentuan transparansi. Rekam jejak juga menyangkut figur pemilik maupun profesional pengelolanya.
Kedua, frekuensi keaktifan di pasar modal. Perusahaan efek yang aktif bertransaksi, apalagi sudah memiliki aset dalam skala besar, memberi indikasi kuat bahwa perusahaan yang bersangkutan sudah relatif maju.
Frekuensi keaktifan juga menunjukkan bahwa perusahaan bersangkutan sudah mendapat kepercayaan dari banyak investor. Ketiga, pengelolaan risiko. Untuk meminimalisasi risiko, para investor disarankan untuk membuka rekening pada lebih dari satu perusahaan efek.
Dengan menjadi nasabah pada lebih dari satu perusahaan efek, investor berpeluang mendapatkan lebih banyak hasil riset yang bisa dijadikan pembanding sebelum mengambil keputusan investasi.
Perusahaan efek berstatus BUMN relatif memberi rasa aman lebih tinggi, sementara perusahaan sekuritas asing biasanya dapat memberikan hasil riset yang lebih memadai. Hal ini hanya merupakan informasi pembanding, tetapi investor layak memperoleh kenyamanan atas keputusannya menempatkan dana.
Kerja Sama Redaksi KORAN SINDO
dan Bursa Efek Indonesia
Sudah terlalu sering kita menemukan fakta orang-orang di sekitar kita yang tertipu oleh iming-iming investasi yang serba muluk, lalu kurang teliti dan cermat dalam memilih lembaga yang dipercayakan untuk mengelola dana investasi.
Sejak awal tahun 2013 berbagai informasi muncul di media masa tentang penipuan berkedok investasi yang dilakukan oleh sejumlah lembaga tanpa izin mengelola dana dan tanpa otoritas pengawas yang benar.
Lebih dari itu, lembaga tersebut memberikan iming-iming keuntungan dengan persentase tertentu. Tentunya, itu merupakan hal yang tidak lazim dan tidak dibenarkan di lingkungan pasar modal.
Becermin dari pengalaman tersebut, dunia pasar modal yang dilengkapi infrastruktur memadai, baik hukum maupun peraturan, pantas menjadi acuan untuk investasi portofolio. Dalam lingkungan pasar modal, para investor dan calon investor bisa memilih sejumlah perusahaan efek sebagai perantara untuk tujuan investasi.
Namun, walaupun pasar modal dilengkapi infrastruktur hukum yang memadai dan mekanisme pengawasan yang ketat, para investor dan calon investor tetap dianjurkan untuk cermat memilih perusahaan efek sebagai tempat menitipkan dana investasi.
Bagaimanapun, untuk membeli saham, obligasi, maupun instrumen pasar modal lainnya, investor harus menggunakan jasa perusahaan efek, termasuk di dalamnya perusahaan manajemen investasi, ketika hendak membeli reksa dana.
Bagi banyak pelaku pasar saham, hal ini mungkin dianggap klise. Namun, kejadian mengenai penipuan berkedok investasi kerap terjadi sehingga informasi mengenai cara memilih broker perlu untuk terus menerus disampaikan kepada para investor dan calon investor agar tetap cermat berinvestasi.
Secara umum, ada tiga poin penting yang perlu menjadi pertimbangan sebelum memutuskan menempatkan dana investasi. Pertama, soal rekam jejak.
Hal ini penting untuk mengetahui perjalanan pengabdian dan komitmen perusahaan efek bersangkutan di pasar modal. Rekam jejak yang panjang kerap memengaruhi perkembangan skala bisnis perusahaan efek (PE) bersangkutan.
Perusahaan dengan skala usaha lebih besar dan sejarah yang panjang, umumnya menghindari kompromi negatif yang mempertaruhkan nama baik yang sudah dibangun sekian lama.
Apalagi jika perusahaan efek tersebut terafiliasi dengan grup usaha besar di lingkungan industri keuangan atau yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun murni swasta.
Lebih baik lagi kalau perusahaan efek tersebut juga tercatat sebagai perusahaan publik dan telah tercatat di BEI, sehingga berkomitmen memenuhi ketentuan transparansi. Rekam jejak juga menyangkut figur pemilik maupun profesional pengelolanya.
Kedua, frekuensi keaktifan di pasar modal. Perusahaan efek yang aktif bertransaksi, apalagi sudah memiliki aset dalam skala besar, memberi indikasi kuat bahwa perusahaan yang bersangkutan sudah relatif maju.
Frekuensi keaktifan juga menunjukkan bahwa perusahaan bersangkutan sudah mendapat kepercayaan dari banyak investor. Ketiga, pengelolaan risiko. Untuk meminimalisasi risiko, para investor disarankan untuk membuka rekening pada lebih dari satu perusahaan efek.
Dengan menjadi nasabah pada lebih dari satu perusahaan efek, investor berpeluang mendapatkan lebih banyak hasil riset yang bisa dijadikan pembanding sebelum mengambil keputusan investasi.
Perusahaan efek berstatus BUMN relatif memberi rasa aman lebih tinggi, sementara perusahaan sekuritas asing biasanya dapat memberikan hasil riset yang lebih memadai. Hal ini hanya merupakan informasi pembanding, tetapi investor layak memperoleh kenyamanan atas keputusannya menempatkan dana.
Kerja Sama Redaksi KORAN SINDO
dan Bursa Efek Indonesia
(rna)