Pengusaha batu bara akan alihkan pasar ekspor
A
A
A
Sindonews.com - Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) menyatakan bahwa belum ada kepastian terkait larangan impor batu bara dengan kalori rendah (low rank coal) ke China. Namun, para pengusaha batu bara tidak takut jika larangan tersebut diberlakukan.
Direktur Eksekutif APBI Supriatna Sahala mengatakan, jika larangan itu diberlakukan, maka ekspor akan dialihkan ke beberapa negara, seperti Pakistan, Srilanka, India dan negara-negara Asean lainnya. Dia optimistis produsen batu bara Indonesia bisa menjajaki pasar di luar China
"Dampak ke pasar pasti ada tapi tidak siginifikan. Kita bisa diversifikasi ke beberapa negara," kata dia saat ditemui dalam acara CoalTrans Asia 2013, di Nusa Dua Bali, Senin (3/6/2013).
Pengaruh itu, dia menjelaskan karena ekspor batu bara Indonesia ke China mencapai 90 juta ton, dimana setengahnya didominasi oleh batu bara berkalori rendah. "Jadi, diperkirakan kehilangan 40 hingga 45 juta ton," kata dia.
Menurut Supriatna, permintaan batu bara dengan kalori rendah masih memiliki prospek cukup cerah. Pasalnya, ekspor setiap negara tergantung jarak dan kualitasnya.
Negeri Tirai Bambu, kata Supriatna, mengonsumsi batu bara sekitar 3,4 miliar ton per tahun. Sedangkan untuk produksi hanya 3,2 miliar ton. "Perkiraannya, per tahun mengalami defisit hingga 200 juta ton batu bara," jelas dia.
Di tempat yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan setiap negara mempunyai kebijakan yang berbeda terkait impor batu bara. Jika China melarang impor, maka harus dialihkan pasar lain seperti Korea, Jepang, India.
"Pasar kita bukan cuma satu, kita cari pasar yang lain dan kita punya pasar domestik. Ini sebenarnya yang harus ditingkatkan," kata dia.
Direktur Eksekutif APBI Supriatna Sahala mengatakan, jika larangan itu diberlakukan, maka ekspor akan dialihkan ke beberapa negara, seperti Pakistan, Srilanka, India dan negara-negara Asean lainnya. Dia optimistis produsen batu bara Indonesia bisa menjajaki pasar di luar China
"Dampak ke pasar pasti ada tapi tidak siginifikan. Kita bisa diversifikasi ke beberapa negara," kata dia saat ditemui dalam acara CoalTrans Asia 2013, di Nusa Dua Bali, Senin (3/6/2013).
Pengaruh itu, dia menjelaskan karena ekspor batu bara Indonesia ke China mencapai 90 juta ton, dimana setengahnya didominasi oleh batu bara berkalori rendah. "Jadi, diperkirakan kehilangan 40 hingga 45 juta ton," kata dia.
Menurut Supriatna, permintaan batu bara dengan kalori rendah masih memiliki prospek cukup cerah. Pasalnya, ekspor setiap negara tergantung jarak dan kualitasnya.
Negeri Tirai Bambu, kata Supriatna, mengonsumsi batu bara sekitar 3,4 miliar ton per tahun. Sedangkan untuk produksi hanya 3,2 miliar ton. "Perkiraannya, per tahun mengalami defisit hingga 200 juta ton batu bara," jelas dia.
Di tempat yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan setiap negara mempunyai kebijakan yang berbeda terkait impor batu bara. Jika China melarang impor, maka harus dialihkan pasar lain seperti Korea, Jepang, India.
"Pasar kita bukan cuma satu, kita cari pasar yang lain dan kita punya pasar domestik. Ini sebenarnya yang harus ditingkatkan," kata dia.
(rna)