DPR: Tak ada kontribusi Inalum buat Sumut
A
A
A
Sindonews.com - Anggota Komisi VI DPR RI dari Partai Golkar Chairuman Harahap mengatakan, kontribusi PT Inalum terhadap Provinsi Sumatera Utara (Sumut) hampir dikatakan tidak ada.
Bahkan ketika provinsi Sumut sampai mengemis-ngemis kepada PT Inalum untuk memberikan listrik ketika provinsi tersebut mengalami mati listrik, juga tidak mendapat tanggapan.
"Catatan kami adalah kontribusi Inalum buat Sumut boleh dikatakan tidak ada. Bahkan ketika provinsi Sumut mengalami kegelapan (mati lampu) harus mengemis kepada Inalum. Sehingga rakyat Sumut bertanya buat apa Inalum ini?" ujarnya di gedung DPR, Jakarta, Selasa (25/6/2013).
Dia juga heran ketika pihak Jepang sudah selesai mengeksploitasi bauksit untuk dijadikan aluminium, Indonesia harus membayar untuk mengambil alih Inalum.
"Jangan sesudah dieksploitasi dan ditentukan Jepang kita harus membayar. Secara ekonomi perusahaan Jepang sudah ambil banyak aluminium, padahal ini kepentingan nasional," katanya.
Khairuman juga bingung kenapa pemerintah harus mengeluarkan dana Rp7 triliun untuk mengambil alih, sedangkan Jepang seharusnya mengembalikan Inalum dan bukan Indonesia mengambil alih Inalum.
"Kenapa kita harus bayar untuk mengambil alih. Saya juga minta kata-katanya jangan pengambilalihan. Kesannya Inalum itu hak orang lain padahal ini pengembalian hak kita," pungkasnya.
Bahkan ketika provinsi Sumut sampai mengemis-ngemis kepada PT Inalum untuk memberikan listrik ketika provinsi tersebut mengalami mati listrik, juga tidak mendapat tanggapan.
"Catatan kami adalah kontribusi Inalum buat Sumut boleh dikatakan tidak ada. Bahkan ketika provinsi Sumut mengalami kegelapan (mati lampu) harus mengemis kepada Inalum. Sehingga rakyat Sumut bertanya buat apa Inalum ini?" ujarnya di gedung DPR, Jakarta, Selasa (25/6/2013).
Dia juga heran ketika pihak Jepang sudah selesai mengeksploitasi bauksit untuk dijadikan aluminium, Indonesia harus membayar untuk mengambil alih Inalum.
"Jangan sesudah dieksploitasi dan ditentukan Jepang kita harus membayar. Secara ekonomi perusahaan Jepang sudah ambil banyak aluminium, padahal ini kepentingan nasional," katanya.
Khairuman juga bingung kenapa pemerintah harus mengeluarkan dana Rp7 triliun untuk mengambil alih, sedangkan Jepang seharusnya mengembalikan Inalum dan bukan Indonesia mengambil alih Inalum.
"Kenapa kita harus bayar untuk mengambil alih. Saya juga minta kata-katanya jangan pengambilalihan. Kesannya Inalum itu hak orang lain padahal ini pengembalian hak kita," pungkasnya.
(gpr)