Rupiah tertekan perlambatan ekonomi China
A
A
A
Sindonews.com - Masih lambatnya pertumbuhan ekonomi di China menjadi faktor pendorong pelemahan nilai tukar rupiah.
Kepala Riset Trust Securities, Reza Priyambada menilai, pengaruh dari China terasa begitu besar mengingat China sebagai rekan dagang utama Indonesia.
"Kali ini data rilis GDP China belum dapat membuat rupiah berbalik menguat karena masih menegaskan pertumbuhan yang melambat di China, sehingga dinilai dapat berpengaruh pada neraca perdagangan Indonesia. Kondisi yang logis bahwa secara nilai perdagangan, China merupakan mitra dagang
terbesar untuk Indonesia," kata Reza, Selasa (16/7/2013).
Padahal, lanjut Reza, seharusnya naiknya BI rate diharapkan mampu menjadi senjata andalan untuk mempertahankan kekuatan rupiah yanga nyatanya tidak berimbas apa-apa akbiat perlambatan ekonomi di negara Tirai Bambu tersebut.
"Pergerakan nilai tukar rupiah bukannya membaik malah longsor ke level Rp10.000, yang sesuai dengan penilaian kami bahwa adanya kenaikan suku bunga acuan, BI rate, sebesar 50 basis poin menjadi 6,5 persen tidak dapat langsung membuat rupiah perkasa. Hal ini karena masih adanya berbagai sentimen yang belum mendukung penguatan rupiah," tutup Reza.
Kepala Riset Trust Securities, Reza Priyambada menilai, pengaruh dari China terasa begitu besar mengingat China sebagai rekan dagang utama Indonesia.
"Kali ini data rilis GDP China belum dapat membuat rupiah berbalik menguat karena masih menegaskan pertumbuhan yang melambat di China, sehingga dinilai dapat berpengaruh pada neraca perdagangan Indonesia. Kondisi yang logis bahwa secara nilai perdagangan, China merupakan mitra dagang
terbesar untuk Indonesia," kata Reza, Selasa (16/7/2013).
Padahal, lanjut Reza, seharusnya naiknya BI rate diharapkan mampu menjadi senjata andalan untuk mempertahankan kekuatan rupiah yanga nyatanya tidak berimbas apa-apa akbiat perlambatan ekonomi di negara Tirai Bambu tersebut.
"Pergerakan nilai tukar rupiah bukannya membaik malah longsor ke level Rp10.000, yang sesuai dengan penilaian kami bahwa adanya kenaikan suku bunga acuan, BI rate, sebesar 50 basis poin menjadi 6,5 persen tidak dapat langsung membuat rupiah perkasa. Hal ini karena masih adanya berbagai sentimen yang belum mendukung penguatan rupiah," tutup Reza.
(rna)