Pedagang: Pembeli lebih suka daging sapi lokal
A
A
A
Sindonews.com - Para pedagang di pasar Badung, Denpasar Bali merasa geram atas masuknya daging sapi impor. Pasalnya, keberadaan daging impor, selain harganya tidak stabil, kualitas daging sapi impor lebih rendah ketimbang daging sapi Bali.
Rendahnya kualitas daging sapi impor karena disembelih dalam kurun waktu cukup lama. Sementara, daging sapi Bali begitu disembelih, langsung didistribusikan ke pedagang untuk dijual.
"Daging sapi impor kami terima dalam keadaan beku, tidak seperti daging sapi lokal yang masih fresh. Pembeli lebih suka daging sapi lokal," kata Made Geriya, seorang pedagang di Pasar Badung, Denpasar, Senin (22/7/2013).
Menurutnya, pengusaha bakso dan restoran lebih memilih daging sapi lokal ketimbang daging sapi impor. Karena daging lokal masih segar. Geriya mengakui harga daging sapi di Bali sempat melonjak pada awal Ramdan.
Sebelumnya harga daging sapi di daerah tersebut sebesar Rp80 ribu per kg menjadi Rp85 ribu. Sementara, daging sapi impor lebih disukai pengusaha makanan olahan seperti pengusaha sosis, nuget, dan kornet.
Ketua Komisi II DPRD Bali, Tutik Kusuma Wardhani mengatakan, jika kenaikan harga merupakan fenomena setiap menjelang Lebaran. "Masyarakat panik dan melakukan aksi borong. Itu yang menyebabkan terganggunya suplai and demand. Ini menjadi pemikiran serius Dinas Pertanian, bagaimana suplai produksi pertanian, hasilnya bisa meng-cover demand," terangnya.
Tutik sepakat Bali masih mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Untuk itu, dia menolak impor yang dilakukan pemerintah. "Dinas Pertanian harus lebih mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan ini. Harus dipikirkan secara serius. Tahun ini, betul-betul krusial sekali. Pas liburan, anomali cuaca, hari raya dan kenaikan BBM. Harga harus seminimal mungkin ditekan," jelas dia.
Tutik mengatakan, peningkatan produksi lokal mesti digiatkan lantaran pemerintah tak bisa terus mengandalkan hasil impor. "Mengandalkan impor itu tidak bagus. Kalau mau impor dapat dimaklumi saat krusial saja," pungkasnya.
Rendahnya kualitas daging sapi impor karena disembelih dalam kurun waktu cukup lama. Sementara, daging sapi Bali begitu disembelih, langsung didistribusikan ke pedagang untuk dijual.
"Daging sapi impor kami terima dalam keadaan beku, tidak seperti daging sapi lokal yang masih fresh. Pembeli lebih suka daging sapi lokal," kata Made Geriya, seorang pedagang di Pasar Badung, Denpasar, Senin (22/7/2013).
Menurutnya, pengusaha bakso dan restoran lebih memilih daging sapi lokal ketimbang daging sapi impor. Karena daging lokal masih segar. Geriya mengakui harga daging sapi di Bali sempat melonjak pada awal Ramdan.
Sebelumnya harga daging sapi di daerah tersebut sebesar Rp80 ribu per kg menjadi Rp85 ribu. Sementara, daging sapi impor lebih disukai pengusaha makanan olahan seperti pengusaha sosis, nuget, dan kornet.
Ketua Komisi II DPRD Bali, Tutik Kusuma Wardhani mengatakan, jika kenaikan harga merupakan fenomena setiap menjelang Lebaran. "Masyarakat panik dan melakukan aksi borong. Itu yang menyebabkan terganggunya suplai and demand. Ini menjadi pemikiran serius Dinas Pertanian, bagaimana suplai produksi pertanian, hasilnya bisa meng-cover demand," terangnya.
Tutik sepakat Bali masih mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Untuk itu, dia menolak impor yang dilakukan pemerintah. "Dinas Pertanian harus lebih mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan ini. Harus dipikirkan secara serius. Tahun ini, betul-betul krusial sekali. Pas liburan, anomali cuaca, hari raya dan kenaikan BBM. Harga harus seminimal mungkin ditekan," jelas dia.
Tutik mengatakan, peningkatan produksi lokal mesti digiatkan lantaran pemerintah tak bisa terus mengandalkan hasil impor. "Mengandalkan impor itu tidak bagus. Kalau mau impor dapat dimaklumi saat krusial saja," pungkasnya.
(izz)