Pelemahan rupiah tak pengaruhi properti di Depok
A
A
A
Sindonews.com - Melemahnya nilai rupiah hingga menembus Rp11.000 per dolar Amerika Serikat (USD), dikhawatirkan akan menggoyangkan sektor properti. Terutama dalam pemberlakuan suku bunga bank.
Namun, bagi Direktur Perumahan Griya Bukit Mas, Pitara, Pancoran Mas, Abdul Khaer mengaku melemahnya nilai tukar rupiah tidak terlalu berpengaruh dalam bisnis properti yang digelutinya. Dia menilai kondisi tersebut sifatnya situasional.
"Kalau bagi kami, fluktuasi dolar tak terlalu berpengaruh. Sebab, sifatnya situasional dan berbeda dengan kenaikan BBM yang langsung drastis dampaknya. Kalau berubah, biasanya sudah diantisipasi dan dimasukkan dalam margin," ujar pengusaha properti asal Depok ini, Kamis (22/8/2013).
Menurutnya, kenaikan harga rumah bagi pembeli kredit yang tergantung dari suku bunga bank. Asumsi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) nilai rupiah sebesar Rp9.800 per USD. Jika tendensinya bersifat lama, kemungkinan Bank Indonesia (BI) bakal melakukan perubahan dan akan menaikkan suku bunga.
"Tentunya, bagi pembeli dengan kredit melalui bank konvensional dan mengikuti kenaikan suku bunga bank. Tapi, ini juga peluang bagi pembeli dengan kredit lewat bank syariah atau sistem flat (suku bunga tetap) tak berpengaruh," paparnya.
Dia menuturkan, biasanya kredit dengan bank syariah berdasarkan sistem suku bunga flat lebih tinggi dibanding konvensional. "Saya biasanya 10 persen dari anggaran yang kita buat toleransi kenaikan dan cover sifatnya situasional seperti ini. Apalagi, koreksi harga kita lakukan tiap tiga bulan sekali. Karena semen dan besi saja bisa naik atau turun secara cepat," terangnya.
Khaer menilai, jika perumahan yang diperuntukkan menengah ke bawah kemungkinan terkena dampaknya. Pasalnya, marjin yang digunakan tipis dan keuntungan sedikit. "Sehingga, waktu penjualan harus dalam waktu cepat," papar dia.
Ketua Kadin Depok, Wing Iskandar menilai lemahnya rupiah tidak terlalu berpengaruh di sektor properti. "Saya kira semua tergantung kebijakan dan tidak akan turun ke bawah dampaknya. Meskipun rupiah tembus sampai Rp20 ribu per dolarnya, kalau tidak ada kebijakan dari pemerintah ya tidak pengaruh," jelas Wing.
Namun, bagi Direktur Perumahan Griya Bukit Mas, Pitara, Pancoran Mas, Abdul Khaer mengaku melemahnya nilai tukar rupiah tidak terlalu berpengaruh dalam bisnis properti yang digelutinya. Dia menilai kondisi tersebut sifatnya situasional.
"Kalau bagi kami, fluktuasi dolar tak terlalu berpengaruh. Sebab, sifatnya situasional dan berbeda dengan kenaikan BBM yang langsung drastis dampaknya. Kalau berubah, biasanya sudah diantisipasi dan dimasukkan dalam margin," ujar pengusaha properti asal Depok ini, Kamis (22/8/2013).
Menurutnya, kenaikan harga rumah bagi pembeli kredit yang tergantung dari suku bunga bank. Asumsi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) nilai rupiah sebesar Rp9.800 per USD. Jika tendensinya bersifat lama, kemungkinan Bank Indonesia (BI) bakal melakukan perubahan dan akan menaikkan suku bunga.
"Tentunya, bagi pembeli dengan kredit melalui bank konvensional dan mengikuti kenaikan suku bunga bank. Tapi, ini juga peluang bagi pembeli dengan kredit lewat bank syariah atau sistem flat (suku bunga tetap) tak berpengaruh," paparnya.
Dia menuturkan, biasanya kredit dengan bank syariah berdasarkan sistem suku bunga flat lebih tinggi dibanding konvensional. "Saya biasanya 10 persen dari anggaran yang kita buat toleransi kenaikan dan cover sifatnya situasional seperti ini. Apalagi, koreksi harga kita lakukan tiap tiga bulan sekali. Karena semen dan besi saja bisa naik atau turun secara cepat," terangnya.
Khaer menilai, jika perumahan yang diperuntukkan menengah ke bawah kemungkinan terkena dampaknya. Pasalnya, marjin yang digunakan tipis dan keuntungan sedikit. "Sehingga, waktu penjualan harus dalam waktu cepat," papar dia.
Ketua Kadin Depok, Wing Iskandar menilai lemahnya rupiah tidak terlalu berpengaruh di sektor properti. "Saya kira semua tergantung kebijakan dan tidak akan turun ke bawah dampaknya. Meskipun rupiah tembus sampai Rp20 ribu per dolarnya, kalau tidak ada kebijakan dari pemerintah ya tidak pengaruh," jelas Wing.
(izz)