Harga kedelai naik, pengusaha tempe kurangi produksi
A
A
A
Sindonews.com - Melemahnya nilai tukar rupiah mulai dirasakan masyarakat, khususnya perajin tahu dan tempe di Banjarnegera, Jawa Tengah (Jateng). Di mana harga kedelai impor yang melonjak membuat para perajin terpaksa mengurangi jumlah produksi hinga setengah kwintal dan memperkecil ukuran.
Siswandi, warga Desa Ampel Sari, Banjarnegara Jateng yang memiliki usaha pembuatan tempe, saat ini harus memutar otak akibat harga kedelai yang mahal.
Menurutnya, harga kedelai impor di Banjarnegara saat ini mencapai Rp9 ribu per kilogram (kg) atau naik dari sebelumnya yang hanya Rp8.300 per kg. Agar tidak merugi akibat terus melonjaknya harga kedelai, saat ini dia memilih mengurangi jumlah produksi tempe.
"Sebelumnya bisa menghabiskan kedelai 2 kwintal per hari, namun saat ini hanya memproduksi 1,5 kwintal tempe per hari," katanya, Jumat (23/8/2013).
Selain mengurangi jumlah produksi, para perajin juga terpaksa memperkecil ukuran tempe dari biasanya mencapai panjang 20 centimeter, kini hanya 18 centimeter. Hal ini terpaksa dilakukan karena pedagang tidak bisa menaikan harga, hawatir di tinggal pembeli.
Para perajin tempe mengaku, meski ukuran di perkecil, mereka tetap belum bisa meraup untung. Hasil penjualan hanya cukup untuk biaya produksi dan membayar karyawan.
Para perajin hanya berharap nilai tukar rupiah kembali menguat sehingga harga kedelai impor di pasaran bisa kembali normal.
Siswandi, warga Desa Ampel Sari, Banjarnegara Jateng yang memiliki usaha pembuatan tempe, saat ini harus memutar otak akibat harga kedelai yang mahal.
Menurutnya, harga kedelai impor di Banjarnegara saat ini mencapai Rp9 ribu per kilogram (kg) atau naik dari sebelumnya yang hanya Rp8.300 per kg. Agar tidak merugi akibat terus melonjaknya harga kedelai, saat ini dia memilih mengurangi jumlah produksi tempe.
"Sebelumnya bisa menghabiskan kedelai 2 kwintal per hari, namun saat ini hanya memproduksi 1,5 kwintal tempe per hari," katanya, Jumat (23/8/2013).
Selain mengurangi jumlah produksi, para perajin juga terpaksa memperkecil ukuran tempe dari biasanya mencapai panjang 20 centimeter, kini hanya 18 centimeter. Hal ini terpaksa dilakukan karena pedagang tidak bisa menaikan harga, hawatir di tinggal pembeli.
Para perajin tempe mengaku, meski ukuran di perkecil, mereka tetap belum bisa meraup untung. Hasil penjualan hanya cukup untuk biaya produksi dan membayar karyawan.
Para perajin hanya berharap nilai tukar rupiah kembali menguat sehingga harga kedelai impor di pasaran bisa kembali normal.
(izz)