Faktor ini buat rupiah terus melemah
A
A
A
Sindonews.com - Pada Jumat (23/8/2013), rupiah kembali ditutup terdepresiasi meski pemerintah telah mengumumkan paket stimulus untuk meredakan gejolak ekonomi.
"Pergerakan nilai tukar rupiah bukannya membaik, namun semakin tak karuan di zona merah," kata Kepala Riset PT Trust Securities Reza Priyambada, Sabtu (24/8/2013).
Dia menjelaskan, awan negatif terus berada pada laju rupiah seiring laju nilai tukar USD yang terus menguat dengan rencana pertemuan The Fed, yang mengindikasikan pengurangan stimulus pada bulan depan.
Di sisi lain, imbas penyampaian asumsi-asumsi makro dalam pidato SBY yang dinilai tidak sesuai kondisi riil membuat pelaku pasar cenderung melakukan aksi jual. Ditambah komentar para pejabat yang tetap yakin bahwa nilai tukar rupiah masih dalam level aman karena tidak separah pelemahan mata uang negara-negara
berkembang lainnya.
Sentimen itu justru membuat pelaku pasar lebih agresif dalam melepas mata uang domestik. Pelaku pasar menganggap komentar tersebut tidak mengindikasikan adanya langkah strategis dalam menahan pelemahan rupiah.
Sementara rencana Bank Indonesia (BI) yang akan melakukan penyelamatan rupiah dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder dan menjaga transaksi berjalan belum banyak berimbas pada pasar.
"Masih tingginya yield obligasi AS untuk tenor 10 tahun dan yield SUN yang juga meningkat turut menambah sentimen negatif di pasar," ujarnya.
Pada perdagangan kemarin, rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Bank Indonesia (BI) berada di level Rp10.848/USD, melemah sebesar 53 poin dibanding hari kemarin di level Rp10.795/USD.
Berdasarkan data Bloomberg, kurs rupiah anjlok ke level Rp11.058/USD dibanding perdagangan sebelumnya di posisi Rp10.875/USD. Sedangkan berdasarkan data yahoofinance, mata uang domestik berada di Rp10.805 per USD, dengan kisaran Rp10.780-Rp10.840 per USD, melemah 45 poin dibanding hari sebelumnya Rp10.760 per USD.
"Pergerakan nilai tukar rupiah bukannya membaik, namun semakin tak karuan di zona merah," kata Kepala Riset PT Trust Securities Reza Priyambada, Sabtu (24/8/2013).
Dia menjelaskan, awan negatif terus berada pada laju rupiah seiring laju nilai tukar USD yang terus menguat dengan rencana pertemuan The Fed, yang mengindikasikan pengurangan stimulus pada bulan depan.
Di sisi lain, imbas penyampaian asumsi-asumsi makro dalam pidato SBY yang dinilai tidak sesuai kondisi riil membuat pelaku pasar cenderung melakukan aksi jual. Ditambah komentar para pejabat yang tetap yakin bahwa nilai tukar rupiah masih dalam level aman karena tidak separah pelemahan mata uang negara-negara
berkembang lainnya.
Sentimen itu justru membuat pelaku pasar lebih agresif dalam melepas mata uang domestik. Pelaku pasar menganggap komentar tersebut tidak mengindikasikan adanya langkah strategis dalam menahan pelemahan rupiah.
Sementara rencana Bank Indonesia (BI) yang akan melakukan penyelamatan rupiah dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder dan menjaga transaksi berjalan belum banyak berimbas pada pasar.
"Masih tingginya yield obligasi AS untuk tenor 10 tahun dan yield SUN yang juga meningkat turut menambah sentimen negatif di pasar," ujarnya.
Pada perdagangan kemarin, rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Bank Indonesia (BI) berada di level Rp10.848/USD, melemah sebesar 53 poin dibanding hari kemarin di level Rp10.795/USD.
Berdasarkan data Bloomberg, kurs rupiah anjlok ke level Rp11.058/USD dibanding perdagangan sebelumnya di posisi Rp10.875/USD. Sedangkan berdasarkan data yahoofinance, mata uang domestik berada di Rp10.805 per USD, dengan kisaran Rp10.780-Rp10.840 per USD, melemah 45 poin dibanding hari sebelumnya Rp10.760 per USD.
(rna)